Denny JA Bicara Agama Cinta dan Paradoks Dunia Modern
loading...
A
A
A
Denny JA Kembali mengutip riset yang dihasilkan dari American Psychological Association tahun 2019 menunjukkan bahwa 40% populasi dewasa di Amerika Serikat merasa kesepian. Hasil survei ini merefleksikan kebutuhan akan hubungan personal yang erat dan komunal, yang dapat dijembatani melalui spiritualitas dan ekspresi agama.
Selain itu, data dari World Health Organization tahun 2023 mengejutkan, menyatakan bahwa jumlah kematian akibat bunuh diri telah melampaui jumlah kematian akibat bencana alam, terorisme, dan perang. Hal ini menunjukkan bahwa masalah kesejahteraan mental dan emosional menjadi semakin penting di era modern ini.
Dia juga menyoroti paradoks-peradaban modern yang dihadapi oleh masyarakat global, yang menghadirkan tantangan baru terkait kesejahteraan mental dan emosional. Meskipun kemajuan teknologi komunikasi memungkinkan koneksi virtual yang lebih kuat, banyak individu yang merasa terisolasi dari hubungan personal yang intim.
"Hal ini menciptakan paradoks antara konektivitas digital yang tak terbatas dan kesepian sosial yang meningkat," katanya.
Paradoks pertama adalah era revolusi teknologi komunikasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meskipun orang dapat berkomunikasi secara virtual dengan luar biasa, dari belahan dunia manapun dan kapanpun secara real-time, muncul juga individu yang merasa terputus dari hubungan personal yang intim.
"Hal ini menciptakan paradoks di mana meskipun konektivitas digital semakin kuat, banyak orang mengalami kekosongan dalam hubungan personal," paparnya.
Paradoks kedua adalah berkembangnya industri hiburan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meskipun segala hal, bahkan hiburan, dapat diakses 24 jam sehari melalui ponsel pintar, jumlah orang yang merasa kesepian justru meningkat.
"Ada paradoks di mana kemajuan industri hiburan tidak sejalan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan sosial," tandasnya.
Paradoks ketiga adalah kemakmuran ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meskipun kekayaan dunia secara ekonomi mencapai puncaknya, semakin banyak orang yang mengalami depresi dan tekanan hidup. Ada paradoks di mana pertumbuhan ekonomi tidak selaras dengan kesejahteraan mental dan emosional masyarakat.
"Ketiga paradoks ini menyoroti pentingnya spiritualitas dalam memenuhi kebutuhan manusia akan hubungan personal yang intim dan kesejahteraan emosional. Ini tercermin dalam peningkatan minat terhadap praktik-praktik spiritual seperti yoga dan meditasi, yang menjadi semakin populer di tengah masyarakat modern yang serba terhubung secara digital," tuturnya.
Selain itu, data dari World Health Organization tahun 2023 mengejutkan, menyatakan bahwa jumlah kematian akibat bunuh diri telah melampaui jumlah kematian akibat bencana alam, terorisme, dan perang. Hal ini menunjukkan bahwa masalah kesejahteraan mental dan emosional menjadi semakin penting di era modern ini.
Dia juga menyoroti paradoks-peradaban modern yang dihadapi oleh masyarakat global, yang menghadirkan tantangan baru terkait kesejahteraan mental dan emosional. Meskipun kemajuan teknologi komunikasi memungkinkan koneksi virtual yang lebih kuat, banyak individu yang merasa terisolasi dari hubungan personal yang intim.
"Hal ini menciptakan paradoks antara konektivitas digital yang tak terbatas dan kesepian sosial yang meningkat," katanya.
Paradoks pertama adalah era revolusi teknologi komunikasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meskipun orang dapat berkomunikasi secara virtual dengan luar biasa, dari belahan dunia manapun dan kapanpun secara real-time, muncul juga individu yang merasa terputus dari hubungan personal yang intim.
"Hal ini menciptakan paradoks di mana meskipun konektivitas digital semakin kuat, banyak orang mengalami kekosongan dalam hubungan personal," paparnya.
Paradoks kedua adalah berkembangnya industri hiburan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meskipun segala hal, bahkan hiburan, dapat diakses 24 jam sehari melalui ponsel pintar, jumlah orang yang merasa kesepian justru meningkat.
"Ada paradoks di mana kemajuan industri hiburan tidak sejalan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan sosial," tandasnya.
Paradoks ketiga adalah kemakmuran ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meskipun kekayaan dunia secara ekonomi mencapai puncaknya, semakin banyak orang yang mengalami depresi dan tekanan hidup. Ada paradoks di mana pertumbuhan ekonomi tidak selaras dengan kesejahteraan mental dan emosional masyarakat.
"Ketiga paradoks ini menyoroti pentingnya spiritualitas dalam memenuhi kebutuhan manusia akan hubungan personal yang intim dan kesejahteraan emosional. Ini tercermin dalam peningkatan minat terhadap praktik-praktik spiritual seperti yoga dan meditasi, yang menjadi semakin populer di tengah masyarakat modern yang serba terhubung secara digital," tuturnya.