Tak Sesuai Protokol, BPOM Paparkan Temuan Kritis Obat Corona Racikan Unair

Rabu, 19 Agustus 2020 - 16:34 WIB
loading...
Tak Sesuai Protokol,...
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan hasil uji klinik fase tiga obat Covid-19 Universitas Airlangga (Unair) belum mengikuti protokol yang ditetapkan. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan hasil uji klinik fase tiga obat Covid-19 Universitas Airlangga (Unair) belum mengikuti protokol yang ditetapkan lembaga tersebut. Atas dasar itulah peneliti harus merevisi hasil uji tersebut.

Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, pihaknya menemukan critical finding atau temuan kritis saat melakukan inspeksi terhadap proses uji klinik fase tiga obat tersebut. Inspeksi itu dilakukan pada 28 Juli 2020. "Tanggal 28 itu inspeksi kita yang pertama ya, karena 3 Juli itu baru dimulai uji kliniknya, dan ditemukan critical finding, temuan kritis," kata Penny saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu (19/8/2020). (Baca juga: Komisi VII DPR Ingatkan BPOM Hati-hati Beri Izin Obat COVID-19 Unair)

Beberapa temuan kritis yang didapat BPOM dalam inspeksi tersebut antara lain subjek pasien yang diintervensi dengan uji klinis obat ini tidak mewakili derajat keparahan sakitnya secara acak atau randomization. "Kalau riset harus dilakukan secara acak sehingga betul-betul merepresentasikan populasi di mana obat tersebut akan diberikan, jadi dari pasien sebagai subjek yang dipilih itu belum merepresentasikan randomization sesuai protokol yang ada. Dikaitkan dengan demografi derajat kesakitan, derajat keparahan sakitnya, kita kan derajat ringan sedang dan parah, tapi subjek yang diintervensi dengan obat uji ini tidak merepresentasikan keberagaman tersebut, itu bagian randomization," tambahnya. (Baca juga: Belum Ada Obat COVID-19, BPOM: Semuanya Masih dalam Uji Klinik)

Temuan kritis lainnya juga orang tanpa gejala (OTG) yang terinfeksi virus Corona tidak perlu diberikan obat sebagaimana protokol yang sudah ditetapkan. "Kemudian juga OTG yang diberikan obat terapi padahal sesuai protokol OTG tak perlu diberikan obat, kita harus mengarah pada penyakit ringan, sedang, berat dan tentu dengan keterpilihan masing-masing. Jadi aspek validitas dan hasilnya belum menunjukan hasil signifikan, suatu riset berarti ada introduction yang baru jadi yang diintervensi baru tersebut mememberikan hasil signfikan berbeda dengan pemberian terapi standar, itu tidak signifikan," sambung Penny.

Atas hasil inspeksi inilah, peneliti harus merevisi hasil penelitiannya agar sesuai kaidah dan valid. "Memang sebetulnya biasa dalam suatu penelitian ada hal yang harus dilaporkan, dikoreksi, dan yang memberikan izin mengoreksi dan memonitor. Ada perbaikan harus disampaikan ke BPOM," tutur dia.

Penny mengungkapkan, peneliti dari Unair maupun sponsor dalam hal ini TNI AD dan Badan Intelijen Negara (BIN) bersedia untuk merevisi hasil uji klinik obat yang dinilai belum valid. Oleh sebab itu, masih ada proses yang harus ditempuh oleh pihak pemohon sebelum mendapatkan izin edar. "(KSAD) kami laporkan semalam, beliau sangat mendukung untuk memperbaiki yang diperlukan sehingga uji klinik akan dilanjutkan dan akan mendapatkan hasil yang valid," ucap Penny.

Sekadar informasi, Unair mengklaim telah menemukan obat untuk penyakit virus corona (Covid-19). Obat baru itu merupakan hasil kombinasi dari tiga jenis obat. Di mana, di luar negeri ada tiga obat yang ampuh dan mujarab untuk diberikan kepada pasien Covid-19. Lalu, tiga jenis obat tersebut digabung atau dijadikan satu oleh Unair. Penelitian obat ini didukung oleh TNI AD dan Badan Intelijen Negara (BIN).
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1225 seconds (0.1#10.140)