Mengokohkan Peran Indonesia Sebagai Kiblat Industri Halal Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - BPJPH terus memperkuat kerja sama jaminan produk halal dengan dunia internasional. Salah satunya dengan Brazil melalui asesmen guna mengaudit keselarasan standar halal Brazil.
Sebagaimana kita ketahui Brazil adalah salah satu negara pengekspor daging dan daging ayam terbesar di dunia. Kebutuhan daging dalam negeri salah satunya berasal dari Brazil.
Brazil memiliki tiga lembaga halal yaitu Fambras yang sudah direkognisi oleh BPJPH tahun lalu, CDIAL Halal di Sao Paulo dan SIIL Halal di Chapeco yang saat ini sedang diaudit.
Memasuki mandatori sertifikasi halal pada 17 Oktober 2024, Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) harus mendapatkan pengakuan (recognize) dari Indonesia bila produknya ingin masuk ke Indonesia. Tanpa adanya pengakuan standar halal, maka produk dari luar negeri akan tertolak saat masuk ke Indonesia.
Tentu hal ini akan mengganggu hubungan dagang bilateral maupun internasional. Kondisi yang bisa saja secara resiprokal akan dialami Indonesia, yakni produknya akan ditolak oleh Brazil dan negara tujuan ekspor lainnya.
Asesmen Lembaga Halal Brazil diikuti oleh lima peserta yaitu Ikhsan Abdullah sebagai pengarah, Supratikno (IPB) dan Rini Marlina (Kementerian Perindustrian) sebagai asesor teknis, Mahmudin Bunyamin (UIN Lampung) sebagai asesor syariah dan Mohammad Zen dari BPJPH.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah, kegiatan asesmen terhadap LHLN harus diarahkan pada penguatan peran Indonesia dalam menetapkan standar halal global.
“Kita telah lama memimpin Lembaga Halal Dunia yang anggotanya terdiri dari 56 Lembaga Halal Luar Negeri dari hampir 40 negara, maka saat ini waktu yang tepat untuk kembali memperkuat peran Indonesia dalam kepemimpinan halal dunia,” ujar Ikhsan.
Menurut Wakil Sekjen MUI ini, Indonesia adalah pelopor berdirinya WHC (World Halal Council) dan WHFC (World Halal Food Council). WHC didirikan pada tahun 1999 oleh Prof Aisyah Girindra sekaligus sebagai presiden pertama.
Indonesia tercatat pernah memimpin WHC selama 10 tahun hingga tahun 2009. Beberapa nama presiden WHC adalah Nadratuzzaman Hosen dan Lukmanul Hakim, keduanya berasal dari MUI.
Dalam situs resmi WHC disebutkan bahwa WHC didirikan di Jakarta pada tahun 1999 untuk menstandardisasi proses sertifikasi dan akreditasi halal di antara organisasi anggota yang mewakili berbagai negara dan kebangsaan di seluruh dunia.
Awalnya, organisasi ini diprakarsai oleh pemberi sertifikasi dari negara-negara yakni Indonesia, Amerika Serikat, Australia, dan Belanda. Saat ini WHC beranggotakan 37 lembaga halal di dunia.
Tahun 2009, Indonesia mendirikan WHFC dan sampai saat ini masih memegang sebagai pimpinan yang dijabat oleh MUI sebagai representasi Indonesia. “Seiring dengan perubahan regulasi halal di Indonesia yang memberikan otoritas kepada BPJPH sebagai Lembaga Sertifikasi Halal, maka kepemimpinan WHFC sebaiknya dilanjutkan oleh BPJPH sebagai lembaga sertifikasi halal negara, sehingga Indonesia tetap memimpin lembaga halal dunia (WHFC)," katanya.
Melalui peralihan focal point kepemimpinan WHFC kepada BPJPH, Ikhsan berharap peran Indonesia dalam percaturan halal global semakin meningkat salah satunya melalui revitalisasi WHFC yang saat ini beranggotakan 56 lembaga halal di dunia.
“Jika dahulu saat halal masih bersifat voluntari kita bisa menjadi pemimpin, apalagi sekarang saat sertifikasi halal sudah menjadi mandatory,” ujar Doktor pertama Indonesia di bidang halal ini.
Dengan menjadi pemimpin halal dunia akan lebih banyak peluang dan kesempatan menjadikan Indonesia sebagai kiblat dan rujukan standar halal dunia.
Mengutip laporan SGIER 2023, belanja produk halal dunia tahun 2022 mencapai USD 2,29 triliun setara dengan Rp34 ribu triliun. Indonesia perlu memantapkan perannya dalam industri halal global sehingga turut menikmati belanja produk halal yang nilainya fantastis tersebut.
Menurut Ikhsan, tantangan ke depan industri halal Indonesia adalah bagaimana memperjuangkan agar standar halal Indonesia menjadi standar dunia. Sebagai negara dengan muslim terbesar sudah selayaknya dunia menggunakan standar halal Indonesia sebagai rujukan.
Dengan pemberlakuan standar Indonesia sebagai rujukan, maka perdagangan produk halal antarnegara akan meningkat pesat dan tidak lagi ada hambatan perdagangan atau trade barrier karena perbedaan standar halal sebab semua negara menggunakan standar yang sama, yaitu standar halal Indonesia.
Apa manfaatnya jika dunia menggunakan standar halal Indonesia? Menurut Ikhsan, produk halal Indonesia akan merajai dunia karena diterima di seluruh negara.
Mengutip data Salaam Gateway Desember 2023, dari 30 perusahaan produsen halal pensuplai ke negara OKI, 15 di antaranya dari Indonesia meliputi perusahaan farmasi, makanan, dan kosmetik.
“Ini artinya produk halal Indonesia diterima di dunia, apalagi jika standar halalnya sudah menggunakan standar Indonesia,” ucap Ikhsan.
Dalam rangka itulah diperlukan penguatan standar halal Indonesia yang telah tersedia yaitu sekumpulan Fatwa MUI. Semua fatwa MUI yang terkait produk halal harus dikompilasi menjadi standar yang utuh dan ditetapkan melalui keputusan negara.
Dengan kepemilikan standar halal yang sudah lengkap, Indonesia harus aktif dalam organisasi penyusun standardisasi di negara OKI yaitu SMIIC. Sehingga lebih mudah memperjuangkan standar halal Indonesia menjadi standar SMIIC. Dengan memasukkan standar halal Indonesia menjadi standar SMIIC, maka standar halal Indonesia sebagai standar halal dunia tinggal selangkah lagi.
Sebagaimana kita ketahui Brazil adalah salah satu negara pengekspor daging dan daging ayam terbesar di dunia. Kebutuhan daging dalam negeri salah satunya berasal dari Brazil.
Brazil memiliki tiga lembaga halal yaitu Fambras yang sudah direkognisi oleh BPJPH tahun lalu, CDIAL Halal di Sao Paulo dan SIIL Halal di Chapeco yang saat ini sedang diaudit.
Memasuki mandatori sertifikasi halal pada 17 Oktober 2024, Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) harus mendapatkan pengakuan (recognize) dari Indonesia bila produknya ingin masuk ke Indonesia. Tanpa adanya pengakuan standar halal, maka produk dari luar negeri akan tertolak saat masuk ke Indonesia.
Tentu hal ini akan mengganggu hubungan dagang bilateral maupun internasional. Kondisi yang bisa saja secara resiprokal akan dialami Indonesia, yakni produknya akan ditolak oleh Brazil dan negara tujuan ekspor lainnya.
Asesmen Lembaga Halal Brazil diikuti oleh lima peserta yaitu Ikhsan Abdullah sebagai pengarah, Supratikno (IPB) dan Rini Marlina (Kementerian Perindustrian) sebagai asesor teknis, Mahmudin Bunyamin (UIN Lampung) sebagai asesor syariah dan Mohammad Zen dari BPJPH.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah, kegiatan asesmen terhadap LHLN harus diarahkan pada penguatan peran Indonesia dalam menetapkan standar halal global.
“Kita telah lama memimpin Lembaga Halal Dunia yang anggotanya terdiri dari 56 Lembaga Halal Luar Negeri dari hampir 40 negara, maka saat ini waktu yang tepat untuk kembali memperkuat peran Indonesia dalam kepemimpinan halal dunia,” ujar Ikhsan.
Menurut Wakil Sekjen MUI ini, Indonesia adalah pelopor berdirinya WHC (World Halal Council) dan WHFC (World Halal Food Council). WHC didirikan pada tahun 1999 oleh Prof Aisyah Girindra sekaligus sebagai presiden pertama.
Indonesia tercatat pernah memimpin WHC selama 10 tahun hingga tahun 2009. Beberapa nama presiden WHC adalah Nadratuzzaman Hosen dan Lukmanul Hakim, keduanya berasal dari MUI.
Dalam situs resmi WHC disebutkan bahwa WHC didirikan di Jakarta pada tahun 1999 untuk menstandardisasi proses sertifikasi dan akreditasi halal di antara organisasi anggota yang mewakili berbagai negara dan kebangsaan di seluruh dunia.
Awalnya, organisasi ini diprakarsai oleh pemberi sertifikasi dari negara-negara yakni Indonesia, Amerika Serikat, Australia, dan Belanda. Saat ini WHC beranggotakan 37 lembaga halal di dunia.
Tahun 2009, Indonesia mendirikan WHFC dan sampai saat ini masih memegang sebagai pimpinan yang dijabat oleh MUI sebagai representasi Indonesia. “Seiring dengan perubahan regulasi halal di Indonesia yang memberikan otoritas kepada BPJPH sebagai Lembaga Sertifikasi Halal, maka kepemimpinan WHFC sebaiknya dilanjutkan oleh BPJPH sebagai lembaga sertifikasi halal negara, sehingga Indonesia tetap memimpin lembaga halal dunia (WHFC)," katanya.
Melalui peralihan focal point kepemimpinan WHFC kepada BPJPH, Ikhsan berharap peran Indonesia dalam percaturan halal global semakin meningkat salah satunya melalui revitalisasi WHFC yang saat ini beranggotakan 56 lembaga halal di dunia.
“Jika dahulu saat halal masih bersifat voluntari kita bisa menjadi pemimpin, apalagi sekarang saat sertifikasi halal sudah menjadi mandatory,” ujar Doktor pertama Indonesia di bidang halal ini.
Dengan menjadi pemimpin halal dunia akan lebih banyak peluang dan kesempatan menjadikan Indonesia sebagai kiblat dan rujukan standar halal dunia.
Mengutip laporan SGIER 2023, belanja produk halal dunia tahun 2022 mencapai USD 2,29 triliun setara dengan Rp34 ribu triliun. Indonesia perlu memantapkan perannya dalam industri halal global sehingga turut menikmati belanja produk halal yang nilainya fantastis tersebut.
Menurut Ikhsan, tantangan ke depan industri halal Indonesia adalah bagaimana memperjuangkan agar standar halal Indonesia menjadi standar dunia. Sebagai negara dengan muslim terbesar sudah selayaknya dunia menggunakan standar halal Indonesia sebagai rujukan.
Dengan pemberlakuan standar Indonesia sebagai rujukan, maka perdagangan produk halal antarnegara akan meningkat pesat dan tidak lagi ada hambatan perdagangan atau trade barrier karena perbedaan standar halal sebab semua negara menggunakan standar yang sama, yaitu standar halal Indonesia.
Apa manfaatnya jika dunia menggunakan standar halal Indonesia? Menurut Ikhsan, produk halal Indonesia akan merajai dunia karena diterima di seluruh negara.
Mengutip data Salaam Gateway Desember 2023, dari 30 perusahaan produsen halal pensuplai ke negara OKI, 15 di antaranya dari Indonesia meliputi perusahaan farmasi, makanan, dan kosmetik.
“Ini artinya produk halal Indonesia diterima di dunia, apalagi jika standar halalnya sudah menggunakan standar Indonesia,” ucap Ikhsan.
Dalam rangka itulah diperlukan penguatan standar halal Indonesia yang telah tersedia yaitu sekumpulan Fatwa MUI. Semua fatwa MUI yang terkait produk halal harus dikompilasi menjadi standar yang utuh dan ditetapkan melalui keputusan negara.
Dengan kepemilikan standar halal yang sudah lengkap, Indonesia harus aktif dalam organisasi penyusun standardisasi di negara OKI yaitu SMIIC. Sehingga lebih mudah memperjuangkan standar halal Indonesia menjadi standar SMIIC. Dengan memasukkan standar halal Indonesia menjadi standar SMIIC, maka standar halal Indonesia sebagai standar halal dunia tinggal selangkah lagi.
(jon)