Miris, Sebanyak 2,1 Juta Pemain Judi Online Berprofesi Ibu Rumah Tangga dan Pelajar

Minggu, 12 Mei 2024 - 14:21 WIB
loading...
Miris, Sebanyak 2,1 Juta Pemain Judi Online Berprofesi Ibu Rumah Tangga dan Pelajar
Kasus judi online di Indonesia perlu mendapat perhatian khusus. Sebab mereka yang terlibat dalam judi online banyak dari kalangan ibu rumah tangga dan pelajar. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kasus judi online di Indonesia sudah semakin mengkhawatirkan dan perlu mendapat perhatian khusus. Mereka yang terlibat dalam judi online banyak dari kalangan ibu rumah tangga dan pelajar.

Hal itu terungkap dalam acara Obral Obrol liTerasi Digital dengan topik "Rangkul Anak, Cegah Judi Online Pada Anak." yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatikan (Kemenkominfo).

Dalam acara tersebut dipaparkan berdasarkan penelitian dari Massachussets Of Public Health, kecanduan judi mulai dapat terjadi pada anak usia 10 tahun. Karenanya peran orang tua menjadi sangat penting dalam mencegah maraknya perjudian online di kalangan remaja dan anak-anak.



Namun sayang, orang tua justru seringkali dihadapkan pada masalah gagap teknologi, meski banyak pula orang tua yang menjadikan gawai sebagai pengasuh kedua. Maraknya judi online pada anak terindikasi berasal dari konten game streaming yang seringkali secara terang-terangan mempromosikan situs judi slot.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online, dengan 2,1 juta di antaranya berasal dari masyarakat dengan profesi ibu rumah tangga dan pelajar dengan penghasilan di bawah Rp100.000.



Isu maraknya judi online yang meresap dalam kehidupan anak-anak menimbulkan keresahan. Karena itu, orang tua harus aware terhadap isu-isu di ruang digital, sehingga orang tua dapat menyampaikan komunikasi risiko penggunaan gawai pada anak dengan tepat, dan anak dapat memahami apa yang sedang mereka hadapi dengan respons yang baik, seperti apa keuntungan dan kerugiannya.

Dewan Pengarah Siberkreasi, Pegiat Literasi Digital & Founder Sejiwa Diena Haryana mengatakan, orang tua harus jeli melihat tingkah laku anak. Jika anak memiliki adiksi pada gawai dapat dilihat biasanya memiliki tingkah laku yang tidak biasa, seperti enggan belajar, tidak tertarik melakukan aktivitas di luar rumah, hingga merugikan secara finansial.

Karena itu, Diena menegaskan anak-anak perlu diajari membangun personal branding sejak dini, agar anak mengenal visi misi dalam hidupnya. “Sehingga, anak-anak dapat memiliki personal branding yang baik, agar tidak menjadi sasaran komentar negatif di ruang digital,” ujar Diena, Minggu (12/5/2024).

Diena juga menegaskan anak-anak yang terlibat dalam judi online justru akan menambah beban psikologis di masyarakat, karena pelaku judi menjadi bertambah.

Psikolog Nurul Qomariah menyarankan, orang tua harus selalu hadir dalam tumbuh kembang anak dengan melakukan observasi keterlibatan, karena anak menunjukkan apa yang dia butuhkan melalui perilakunya. Menurut Nurul, anak usia 10 tahun sedang memiliki adrenalin untuk belajar yang tinggi, maka tak heran jika tak terkontrol mereka bisa coba-coba melakukan kegiatan yang menimbulkan kecanduan dan terjebak pada hal-hal negatif.

Sehingga, anak-anak dapat tumbuh dengan sudut pandang negatif pada dirinya. Orang tua harus hadir secara utuh, dan tidak sekedar ada di samping anak-anak.

“Alangkah baiknya jika kita memberikan waktu untuk menceritakan apa yang menjadi kesukaannya. Karena kalau anak sudah trust sama kita sebagai orang tua maupun pengasuh maka ia akan mudah menceritakan apa-apa yang menjadi kesukaanya,” ungkap Nurul.

Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menyoroti adiksi judi online pada anak sudah menjadi masalah publik yang semakin mengkhawatirkan. Jika seorang anak sudah mengalami adiksi terhadap judi online, dukungan dari orang tua harus lebih optimal dalam proses pemulihan. “Di sinilah kerap sekali judge maupun bahasa-bahasa diskriminasi, malah marah dan putus asa terhadap anak harus dihindari. Karena, penerimaan anak terhadap orang tua sangat penting,” ujarnya.

Orang tua juga harus mencari upaya dari luar, seperti terhadap orang tua dan anak dari pemerintah daerah juga menjadi faktor penting dalam pemulihan anak dari perilaku negatif seperti judi online. KPAI menemukan ekosistem negatif pada anak yang diakibatkan oleh penyalahgunaan teknologi dan media sosial, seperti keinginan anak untuk bunuh diri, anak berhadapan dengan hukum, hingga eksploitasi ekonomi.

“Orang tua adalah role model bagi anak, hingga harus memiliki kecakapan dan bijak dalam menggunakan teknologi,” imbuh Ai Maryati.

Orang tua pintu utama komunikasi dalam membangun kesepakatan-kesepakatan dengan anak dalam menggunakan gawai, agar anak tidak terpapar penyalahgunaan konten negatif di jagad maya.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1100 seconds (0.1#10.140)
pixels