Wacana Prabowo Bentuk Presidential Club, Apa Dampak Politiknya?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana 'pembentukan' Presidential Club digulirkan oleh Juru Bicara Presiden Terpilih Prabowo Subianto , Dahnil Azhar Simanjuntak. Apa dampak politiknya?
Menurut Dahnil, Prabowo bakal menemui Presiden Joko Widodo ( Jokowi ), Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ). Pertemuan tersebut akan membahas mengenai pembentukan presidential club, yang nantinya menjadi wadah bagi para mantan presiden Republik Indonesia untuk berdiskusi.
"Insyaallah pada waktunya, Pak Prabowo pasti bertemu dengan Pak Jokowi, Pak SBY, dan Bu Megawati secara bersama-sama," ujar Dahnil kepada wartawan, Jumat (3/5/2024).
Presidential Club , kata Dahnil, memang akan diisi Megawati sebagai presiden ke-5 RI, SBY selaku presiden ke-6, dan Jokowi selaku presiden ke-7. "Presidential Club itu istilah saya saja, bukan institusi. Esensinya Pak Prabowo ingin para mantan presiden bisa tetap rutin bertemu dan berdiskusi tentang masalah-masalah strategis kebangsaan," katanya.
Menurut pengamat politik Ahmad Khoirul Umam, sebagai sebuah ide, rencana pembentukan Presidential Club oleh Prabowo tentu patut diapresiasi.
"Merujuk pada model lembaga Presidential Club di Amerika Serikat, lembaga semacam ini bisa menghadirkan beberapa fungsi strategis. Mulai dari fungsi penasihat informal presiden dari para mantan presiden untuk bertukar pendapat, memberikan nasihat, dan membahas isu-isu strategis terkait masalah politik-pemerintahan dan kebijakan public," kata Umam dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Jumat (3/5/2024).
Lembaga seperti ini, kata Umam, juga bisa mempromosikan kepentingan nasional dan internasional, baik melalui advokasi, kegiatan amal, atau inisiatif lainnya. Selain itu, lembaga ini juga bisa mendorong kerja sama lintas partai, yang menjadi entitas kekuatan politik para mantan presiden, untuk memberikan nasihat-nasihat teknokratis kepada presiden yang memerintah.
"Berkumpulnya para mantan presiden dalam Presidential Club bisa menjadi penjaga tradisi dan integritas institusi kepresidenan. Klub presidensial dapat menjadi wadah mereka dapat bekerja sama untuk mempromosikan nilai-nilai dan standar tinggi yang terkait dengan jabatan presiden. Dengan demikian, secara general, lembaga ini bisa membantu menjaga kontinuitas, stabilitas, dan integritas lembaga kepresidenan dalam sistem politik di Tanah Air," jelasnya.
Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina ini menambahkan, jika Prabowo selaku presiden terpilih berkehendak, maka lembaga Presidential Club bisa terwujud. Sejauh ini, Prabowo tidak memiliki garis konfik dengan siapa pun.
"Prabowo memiliki hubungan baik dengan Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Joko Widodo. Adapun Presiden ke-5 RI Megawati yang memiliki garis konflik lebih banyak, mulai dari komunikasi yang belum terbuka dengan SBY, dan juga Presiden Jokowi sebagai imbas dinamika politik sebelumnya."
Soal apakah lembaga tersebut bisa bekerja efektif atau tidak, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) ini mengatakan, bergantung pada kedewasaan masing-masing mantan presiden dalam mengelola ego dalam pola relasi konflik politik personal yang sebenarnya tidak produktif.
"Demi kepentingan bangsa, seharusnya para mantan presiden bisa menyingkirkan ego dan kepentingan politik pribadi masing-masing," ujarnya.
Menurut Dahnil, Prabowo bakal menemui Presiden Joko Widodo ( Jokowi ), Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ). Pertemuan tersebut akan membahas mengenai pembentukan presidential club, yang nantinya menjadi wadah bagi para mantan presiden Republik Indonesia untuk berdiskusi.
"Insyaallah pada waktunya, Pak Prabowo pasti bertemu dengan Pak Jokowi, Pak SBY, dan Bu Megawati secara bersama-sama," ujar Dahnil kepada wartawan, Jumat (3/5/2024).
Presidential Club , kata Dahnil, memang akan diisi Megawati sebagai presiden ke-5 RI, SBY selaku presiden ke-6, dan Jokowi selaku presiden ke-7. "Presidential Club itu istilah saya saja, bukan institusi. Esensinya Pak Prabowo ingin para mantan presiden bisa tetap rutin bertemu dan berdiskusi tentang masalah-masalah strategis kebangsaan," katanya.
Menurut pengamat politik Ahmad Khoirul Umam, sebagai sebuah ide, rencana pembentukan Presidential Club oleh Prabowo tentu patut diapresiasi.
"Merujuk pada model lembaga Presidential Club di Amerika Serikat, lembaga semacam ini bisa menghadirkan beberapa fungsi strategis. Mulai dari fungsi penasihat informal presiden dari para mantan presiden untuk bertukar pendapat, memberikan nasihat, dan membahas isu-isu strategis terkait masalah politik-pemerintahan dan kebijakan public," kata Umam dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Jumat (3/5/2024).
Lembaga seperti ini, kata Umam, juga bisa mempromosikan kepentingan nasional dan internasional, baik melalui advokasi, kegiatan amal, atau inisiatif lainnya. Selain itu, lembaga ini juga bisa mendorong kerja sama lintas partai, yang menjadi entitas kekuatan politik para mantan presiden, untuk memberikan nasihat-nasihat teknokratis kepada presiden yang memerintah.
"Berkumpulnya para mantan presiden dalam Presidential Club bisa menjadi penjaga tradisi dan integritas institusi kepresidenan. Klub presidensial dapat menjadi wadah mereka dapat bekerja sama untuk mempromosikan nilai-nilai dan standar tinggi yang terkait dengan jabatan presiden. Dengan demikian, secara general, lembaga ini bisa membantu menjaga kontinuitas, stabilitas, dan integritas lembaga kepresidenan dalam sistem politik di Tanah Air," jelasnya.
Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina ini menambahkan, jika Prabowo selaku presiden terpilih berkehendak, maka lembaga Presidential Club bisa terwujud. Sejauh ini, Prabowo tidak memiliki garis konfik dengan siapa pun.
"Prabowo memiliki hubungan baik dengan Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Joko Widodo. Adapun Presiden ke-5 RI Megawati yang memiliki garis konflik lebih banyak, mulai dari komunikasi yang belum terbuka dengan SBY, dan juga Presiden Jokowi sebagai imbas dinamika politik sebelumnya."
Soal apakah lembaga tersebut bisa bekerja efektif atau tidak, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) ini mengatakan, bergantung pada kedewasaan masing-masing mantan presiden dalam mengelola ego dalam pola relasi konflik politik personal yang sebenarnya tidak produktif.
"Demi kepentingan bangsa, seharusnya para mantan presiden bisa menyingkirkan ego dan kepentingan politik pribadi masing-masing," ujarnya.
(zik)