Bangun Komitmen Bersama Jadikan Tahun 2019 Bebas dari Hoaks

Jum'at, 04 Januari 2019 - 15:43 WIB
Bangun Komitmen Bersama Jadikan Tahun 2019 Bebas dari Hoaks
Bangun Komitmen Bersama Jadikan Tahun 2019 Bebas dari Hoaks
A A A
JAKARTA - Memasuki tahun 2019, kabar bohong atau hoaks dan ujaran kebencian dinilai semakin merajalela. Bahkan di tahun baru ini, hoaks terkait Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 bermunculan.

Kondisi ini dinilai tidak baik bagi kelangsungan hidup berbangsa dan berbangsa di Indonesia. Hoaks dan ujaran kebencian dapat memprovokasi dan memicu perpecahan masyarakat.

Untuk itu, suatu keharusan bagi bangsa untuk bisa menyatukan komitmen menjadikan tahun 2019 sebagai tahun bebas dari hoaks dan ujaran kebencian.

Pakar komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengimbau masyarakat yang memiliki akun media sosial (medsos) agar dapat bertanggung jawab atas akun yang dimilikinya.

Tujuannya agar medsos tidak digunakan untuk hal-hal yang dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat. Hate free day atau hari bebas kebencian atau hoax free day (hari bebas hoaks) bisa menjadi solusi untuk menciptakan perdamaian bangsa.
“Memiliki akun media sosial itu sebenarnya tidak mudah, karena mereka harus bisa mengontrol dan harus bisa memilah, kira-kira pesan-pesan apa saja yang bisa disampaikan atau tidak. Ini agar tidak menimbulkan kontroversi di kemudian hari. Ini yang harus diperhatikan para pemilik akun media sosial,” ujar Hendri, di Jakarta, Jumat (4/1/2019).

Dia melanjutkan, meski saat ini sudah ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), namun menurutnya Bahasa Indonesia ini adalah bahasa yang sangat luas ragam kata dan maknanya.

“Dengan ragam kata dan makna yang luas dari Bahasa Indonesia ini sehingga bisa digunakan dengan berbagai cara untuk menghindari UU ITE tersebut,” ucapnya.

Namun yang paling penting, kata dia, bagaimana pemerintah merespons penyebaran hoaks ataupun ujaran kebencian dengan cepat dan tidak berlebihan.

“Dengan adanya hoax free day itu tentunya masyarakat akan mencoba minimal untuk diperkenalkan bahwa hari ini kita tidak bisa mengeluarkan kata-kata atau berita hoaks. Setelah itu masyarakat kita ajak untuk tidak melakukan ujaran kebencian melalui hate free day tersebut,” tuturnya

Lalu apakah hoaks dan ujaran kebencian itu akan mereda setelah digelarnya Pilpres 2019, Hendri mengatakan tergantung dari pemerintah yang terpilih itu sendiri.

“Buktinya sampai saat ini pemerintah masih belum bisa meredam residu dari 2017, nah ini yang sebenarnya harus dilakukan. Program ekonomi tentunya menjadi salah satu yang bisa diharapkan untuk meredam kebencian itu karena kalau perut rakyat kenyang mudah-mudahan hidup mereka juga lebih bahagia dan sejahtera,” tuturnya.

Selain itu, kata Hendri, karakter dari masyarakat Indonesia ini terkadang juga tergantung dari pemimpinnya. Rakyat atau relawan akan menurut dengan pemimpinnya.

Untuk itu, lanjut dia, keinginan untuk menghindari hoaks dan ujaran kebencian harus muncul dari pemimpinnya terlebih dahulu.

“Misalnya dari para capres dan cawapres itu memang harus menyampaikan untuk tidak memberikan hoaks atau tidak mengeluarkan kebencian-kebencian,” tuturnya.

Dia juga meminta capres dan cawapres untuk dapat mengawasi para relawan pendukungnya.

“Pekerjaan rumah terbesar bagi para tim sukses para calon capres dan cawapres adalah harus dapat mengajak dan juga dapat mengontrol relawan-relawan berserta para simpatisannya untuk tidak mengeluarkan hoaks ataupun ujaran kebencian, dan berhenti setelah pilpres 2019 ini selesai dilaksanakan,” tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0095 seconds (0.1#10.140)