Samoa Kiribati Pertama Merayakan, Pulau Baker Terakhir

Senin, 31 Desember 2018 - 09:43 WIB
Samoa Kiribati Pertama Merayakan, Pulau Baker  Terakhir
Samoa Kiribati Pertama Merayakan, Pulau Baker Terakhir
A A A
JAKARTA - Dunia bersiap merayakan Tahun Baru 2019. Beragam kemeriahan bakal mewarnai. Selain ledakan kembang api, tiupan terompet jadi ciri khas. Namun, tak semua negara akan menikmati bersamaan karena perbedaan zona waktu. Lantas, negara mana yang merayakan pertama kali dan terakhir?

Gemerlap langit di atas Sydney Harbour lazimnya menjadi simbol awal festival Tahun Baru secara global. Namun Australia bukan negara pertama yang merayakan lembaran baru kalender itu. Tempat pertama yang merayakan Tahun Baru adalah Tonga, Samoa, dan Kiribati atau Christmas Island yang akan membunyikan lonceng pergantian tahun.

Samoa mengubah zona waktu dini hari pada 29 Desember 2011 agar sama dengan mitra dagang Asia. Yang menarik, saat perpindahan zona waktu itu dilakukan, warganya tidur pada hari Kamis dan bangun pada Sabtu. Para pekerjanya pun tetap dibayar untuk Jumat.

Setelah Tahun Baru di tiga lokasi itu, kemeriahan pergantian tahun pun bergulir ke penjuru dunia. Adapun tempat kedua yang merayakan Tahun Baru adalah Kepulauan Chatham di Selandia Baru, kemudian diikuti sebagian wilayah Rusia dan Australia.

Tempat ketiga yang merayakan Tahun Baru adalah Wellington, Tonga, Tokelau, Fiji, Antartika-Kutub Selatan, McMurdo, dan Phoenix Islands. Lokasi keempat adalah Chukotka dan Kamchatka di Rusia, Kepulauan Marshall, Wallis dan Futuna.

Urutan kelima yang merayakan Tahun Baru adalah Sydney, Melbourne, Canberra, Hobart di Australia, Kepulauan Solomon, Papua Nugini, Srednekolymsk di Rusia, dan Pulau Norfolk di Australia. Indonesia berada di urutan kesembilan yang merayakan Tahun Baru. Indonesia akan merayakan bersama Jepang, Korea Selatan (Korsel), dan Timor Leste.

“Inggris berada di urutan ke-25 yang merayakan Tahun Baru pada 2018, bersama tempat lain dengan zona waktu yang sama yakni Portugal, Irlandia, Eslandia, Kepulauan Canary dan Maroko,” ungkap laporan The Sun.

Tempat terakhir yang merayakan pergantian tahun adalah pulau kecil dalam kontrol Amerika Serikat (AS) yakni Pulau Baker dan Howland. Kemudian, American Samoa yang berjarak 558 mil dari Tonga. Dengan letak yang dekat antara American Samoa dan Tonga, seseorang dapat menikmati dua kali Tahun Baru 2018 dalam semalam dengan terbang menggunakan pesawat.

Berbagai festival digelar di penjuru dunia untuk menyambut Tahun Baru. Misalnya Hogmanay di Skotlandia. Sekitar 150.000 orang biasanya mengikuti perayaan Hogmanay di Edinburgh selama tiga hari acara untuk menyambut Tahun Baru.

Festival akan dimulai dengan prosesi Torchlight pada 30 Desember dan berlanjut ke Loony Dook. Ratusan orang terjun ke Sungai Forth.

Di Turki, warganya mengenakan pakaian dalam berwarna merah sebagai simbol keberuntungan.”Di Rumania, warganya menggelar tarian beruang. Mereka mengenakan kostum beruang dan menari dari rumah ke rumah. Tradisi ini dilakukan untuk menjauhkan nasib buruk,” papar laporan The Telegraph.

Di kota Brasstown, Carolina, Amerika Serikat, warganya menggelar tradisi melemparkan tupai ke arah kerumunan orang. Tradisi ini mnyimbolkan Brasstown sebagai ibu kota tupai dunia. Di Cile, warga di Talca merayakan Tahun Baru dengan mengunjungi pemakaman orang tua mereka.

Pada dini hari, warga Talca akan menggelar misa sebelum menyalakan lilin di iringi musik tradisional. Di Inggris, biasanya lebih dari 1.500 orang berenang di air es di Saundersfoot, Wales. Tradisi ini juga dilakukan di Skotlandia.

Kenapa 1 Januari?

Sekitar tahun 45 SM, Julius Caesar memperkenalkan kalendar Julian yang didasarkan pada perhitungan lamanya bumi mengitari matahari. “Jadi dalam 365 hari, bumi mengitari matahari sekali,” Direktur Observatorium Universitas Keele, Dr Jacco van Loon, dikutip bbc.com. Caesar pun mencari kapan awal tahun dimulai.

Caesar memilih Januari. Sebab, bagi masyarakat Roma, Januari merepresentasikan Dewa Janus yang diasosiasikan sebagai dewa yang melihat ke depan dan ke belakang. Selain itu, Januari memiliki waktu siang lebih panjang dan menjadi simbol kebangkitan karena pada Januari tumbuhan mulai kembali tumbuh di Eropa.

“Pada Desember, dunia begitu gelap, begitu dingin, dan tidak ada tumbuhan yang bisa tumbuh. Masyarakat juga tidak dapat melakukan aktivitas apapun di luar. Itu merupakan waktu yang kosong dan refleksi,” kata Profesor Diana Spencer dari Universitas Birmingham. Kalendar Julian menyebar ke seluruh kekaisaran Roma.

Namun, pada masa pertengahan, umat Kristen berkuasa dan mengubah awal tahun menjadi 25 Maret karena Januari identik dengan berhala. Banyak negara Kristen yang mendukung. Pada abad ke-16, Pope Gregory XIII mulai memperkenalkan kalendar Gregorian sehingga awal tahun kembali jatuh pada 1 Januari.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4775 seconds (0.1#10.140)