BEM Trisakti Soroti Putusan MK yang Seolah-olah Benarkan Cawe-cawe Jokowi di Pilpres 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Trisakti menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) yang menolak gugatan sengketa Pilpres 2024. Putusan itu dinilai seolah-olah membenarkan cawe-cawe Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres karena belum ada hukum yang mengatur.
Ketua BEM Trisakti Faiz Nabawi mengapresiasi mekanisme hukum yang dilakukan oleh delapan majelis hakim MK hingga kuasa hukum pemohon dan termohon. Dengan putusan itu, kata Faiz, MK sudah memberi kepastian hukum meski belum memberikan rasa keadilan.
Faiz menyayangkan putusan itu meluputkan dari dugaan cawe-cawe Presiden Jokowi dalam kontestasi Pilpres 2024. Padahal, dugaan cawe-cawe Jokowi telah diaktualisasikan dengan dugaan praktik kecurangan lembaga negara.
"Saya sangat menyayangkan bahwa persoalan cawe cawe jokowi yang diaktualisasikan dengan kecurangan pada banyak lembaga negara, hanya dianggap sebagai persoalan etik, moralitas seorang presiden. Seakan dibenarkan dengan alasan asas legalitas belum ada hukum yang mengatur," kata Faiz saat dihubungi, Selasa (23/4/2024).
Kendati belum ada hukum yang mengatur, kata Faiz, putusan itu tetap menjadi preseden yang melegitimasi tindakan cawe-cawe Jokowi. Hal itu, dikuatkan dengan pernyataan dissenting opinion hakim Saldi Isra.
"Hal ini pun diperkuat dengan dissenting opinion yang disampaikan oleh Prof Saldi Isra terkait pemaknaan Pemilu 2024 sudah sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang ada namun belum tentu menjamin Pilpres berjalan secara jujur," kata Faiz.
Ia menekankan pandangannya ini bukan terafiliasi dukungan pada salah satu kandidat. "Saya pun ingin menegaskan bahwa saya tidak mendukung paslon manapun dalam perkara hari ini. Jadi secara sadar saya tidak dirugikan dalam PHPU hari ini," ujarnya.
Untuk diketahui, MK telah menolak permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Ketua MK Suhartoyo menyampaikan putusan perkara PHPU Nomor 1 dan Nomor 2 diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh 8 Hakim Konstitusi pada 17 April 2024 dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi secara terbuka untuk umum di Gedung MK, Senin (22/4/2024).
Adapun 8 hakim konstitusi yang terlibat dalam pengambilan keputusan, yaitu Suhartoyo selaku Ketua MK, dan hakim anggota yaitu, Saldi Isra, Arief Hidayat, Enny Surbaningsih, Daniel Yusmic P. Foekh, M Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Asrul Sani.
"Amar putusan, mahkamah menolak eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait untuk seluruhnya, dan dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Demikian diputus dan selesai diucapkan pada pukul 15.30 WIB oleh 8 hakim konstitusi," kata Suhartoyo sambil mengetuk palu.
Dengan putusan tersebut, maka 8 dalil permohonan PHPU yang disampaikan tim kuasa hukum paslon 1, serta 12 dalil permohonan PHPU yang disampaikan tim kuasa hukum paslon 3 ditolak seluruhnya oleh MK.
Ketua BEM Trisakti Faiz Nabawi mengapresiasi mekanisme hukum yang dilakukan oleh delapan majelis hakim MK hingga kuasa hukum pemohon dan termohon. Dengan putusan itu, kata Faiz, MK sudah memberi kepastian hukum meski belum memberikan rasa keadilan.
Faiz menyayangkan putusan itu meluputkan dari dugaan cawe-cawe Presiden Jokowi dalam kontestasi Pilpres 2024. Padahal, dugaan cawe-cawe Jokowi telah diaktualisasikan dengan dugaan praktik kecurangan lembaga negara.
"Saya sangat menyayangkan bahwa persoalan cawe cawe jokowi yang diaktualisasikan dengan kecurangan pada banyak lembaga negara, hanya dianggap sebagai persoalan etik, moralitas seorang presiden. Seakan dibenarkan dengan alasan asas legalitas belum ada hukum yang mengatur," kata Faiz saat dihubungi, Selasa (23/4/2024).
Kendati belum ada hukum yang mengatur, kata Faiz, putusan itu tetap menjadi preseden yang melegitimasi tindakan cawe-cawe Jokowi. Hal itu, dikuatkan dengan pernyataan dissenting opinion hakim Saldi Isra.
"Hal ini pun diperkuat dengan dissenting opinion yang disampaikan oleh Prof Saldi Isra terkait pemaknaan Pemilu 2024 sudah sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang ada namun belum tentu menjamin Pilpres berjalan secara jujur," kata Faiz.
Ia menekankan pandangannya ini bukan terafiliasi dukungan pada salah satu kandidat. "Saya pun ingin menegaskan bahwa saya tidak mendukung paslon manapun dalam perkara hari ini. Jadi secara sadar saya tidak dirugikan dalam PHPU hari ini," ujarnya.
Baca Juga
Untuk diketahui, MK telah menolak permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Ketua MK Suhartoyo menyampaikan putusan perkara PHPU Nomor 1 dan Nomor 2 diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh 8 Hakim Konstitusi pada 17 April 2024 dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi secara terbuka untuk umum di Gedung MK, Senin (22/4/2024).
Adapun 8 hakim konstitusi yang terlibat dalam pengambilan keputusan, yaitu Suhartoyo selaku Ketua MK, dan hakim anggota yaitu, Saldi Isra, Arief Hidayat, Enny Surbaningsih, Daniel Yusmic P. Foekh, M Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Asrul Sani.
"Amar putusan, mahkamah menolak eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait untuk seluruhnya, dan dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Demikian diputus dan selesai diucapkan pada pukul 15.30 WIB oleh 8 hakim konstitusi," kata Suhartoyo sambil mengetuk palu.
Dengan putusan tersebut, maka 8 dalil permohonan PHPU yang disampaikan tim kuasa hukum paslon 1, serta 12 dalil permohonan PHPU yang disampaikan tim kuasa hukum paslon 3 ditolak seluruhnya oleh MK.
(abd)