Terimbas Corona, Belanja APBN 2021 Masih Ekspansif

Sabtu, 15 Agustus 2020 - 06:35 WIB
loading...
Terimbas Corona, Belanja...
Presiden Joko Widodo (kiri) dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin (kanan) saat memberikan pidato di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin. Foto/Koran SINDO/Yulianto
A A A
JAKARTA - Pandemi corona (Covid-19) memaksa pemerintah terus melakukan ekspansi anggaran hingga tahun depan. Strategi memperluas defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) pun tetap menjadi pilihan kendati angkanya sedikit lebih rendah daripada tahun ini.

Hal itu terungkap saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang APBN 2021 serta Nota Keuangan di depan rapat paripurna DPR RI kemarin. Dalam pokok-pokok RAPBN 2021 terungkap bahwa untuk membiayai anggaran tahun depan pemerintah menetapkan defisit sekitar 5,5% dari total produk domestik bruto (PDB) atau setara dengan Rp971,2 triliun.

Defisit tersebut merupakan imbas dari besarnya anggaran belanja negara yang mencapai Rp2.747,5 triliun, sementara sektor penerimaan negara hanya diproyeksikan sebesar Rp1.776,4 triliun. Sebagai perbandingan, tahun ini defisit APBN mencapai 6,34% dari PDB atau sebesar Rp1.039,2 triliun sebagai akibat melonjaknya anggaran untuk penanganan Covid-19. (Baca:

Kendati kekurangan dana untuk menambal anggaran masih cukup lebar, Presiden memastikan defisit tahun 2021 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati. “Defisit anggaran yang mencapai Rp971,2 triliun atau setara 5,5% dari PDB ini merupakan upaya pemerintah dalam menjaga keberlanjutan fiskal," kata Presiden kemarin.

Jokowi berharap, pembahasan RAPBN tahun 2021 dapat dilakukan secara konstruktif demi mewujudkan Indonesia yang maju, bermartabat, berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Sidang Tahunan MPR merupakan agenda rutin setiap tahun dan sudah menjadi konvensi ketatanegaraan yang berlangsung sejak 2015. Sidang ini diarahkan untuk memfasilitasi lembaga negara menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat. Hal ini juga sebagai bentuk akuntabilitas lembaga negara kepada masyarakat. Selain Presiden, lembaga negara yang menyampaikan laporan kinerjanya kepada masyarakat adalah MPR, DPR, DPD, MK, MA, KY, dan BPK. (Baca: Defisit APBN 2021 Sentuh 5,2%, Ekonom Ingatkan Ancaman Fiskal)

Pada Sidang Tahunan MPR 2020, Presiden akan menyampaikan pidato yang merangkum kinerja semua lembaga negara. Pasalnya tidak mungkin setiap pimpinan lembaga negara menyampaikan laporan kinerjanya secara langsung dalam sidang tahunan MPR dikarenakan kondisi pandemi. Selanjutnya MPR akan memfasilitasi publikasi laporan kinerja tiap lembaga negara kepada masyarakat secara virtual.

Momen kali ini sangat berbeda daripada acara di tahun-tahun sebelumnya karena dilakukan di tengah pandemi. Sebagai bentuk implementasi protokol kesehatan, anggota MPR yang terdiri atas DPR dan DPD pun dibatasi jumlahnya hingga kurang dari 50%.

Begitu juga dengan tamu undangan mulai dari seluruh menteri dan pimpinan lembaga negara, mantan presiden dan wakil presiden (wapres), ketua umum (ketum) dan elite parpol, tokoh-tokoh masyarakat hingga duta besar (dubes) negara-negara sahabat. Bagi yang tidak berkesempatan hadir langsung dapat mengikuti jalannya sidang secara virtual.

Selain Jokowi yang didampingi Wapres KH Ma’ruf Amin dan pimpinan lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara, mereka yang hadir langsung dalam sidang tahunan MPR tersebut antara lain Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden Keenam Try Sutrisno, Wakil Presiden Kesembilan Hamzah Haz, Wakil Presiden Ke-11 Boediono. (Baca juga: Turki-Yunani Memanas, Ini Perbandingan Kekuatan Militernya)

Selain itu tampak Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Polhukam Mahfud MD, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menhan Prabowo Subianto, Menseskab Pramono Anung, Mensesneg Pratikno. Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menjadi satu-satunya ketum nonpejabat negara yang hadir sebagai tamu undangan.

Pada momen tersebut mereka semua mengenakan setelan jas dan celana warna senada dan dipadankan dengan kemeja putih dan dasi. Sebelum acara dimulai, mereka yang duduk di sudut yang sama tampak berbincang dengan mengenakan masker dan menjaga jarak.

Dalam momen sidang paripurna kemarin Jokowi menarik perhatian karena mengenakan pakaian adat Sabu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal itu bukan kali pertama dilakukan mantan Wali Kota Solo tersebut. Atas hal itu, Ketua DPR Puan Maharani pun tak segan melayangkan pujiannya.

"Terima kasih kepada Bapak Presiden yang selalu mempergunakan dan memperkenalkan berbagai macam pakaian adat di setiap acara kenegaraan," ucap Puan. Seluruh peserta rapat yang hadir secara fisik pun memberikan tepuk tangan yang menggema di seluruh ruangan dengan dekorasi bertemakan Kalimantan itu. (Baca juga: Brimob Polda Jabar Bersenjata Lengkap Datangi Tangkuban Parahu, Ada Apa?)

Momen Menumbuhkan Kepercayaan Rakyat

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjelaskan, sidang tahunan merupakan forum untuk menegakkan kedaulatan rakyat serta membangun komunikasi untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat melalui laporan kinerja pelaksanaan wewenang dan tugas konstitusional tiap lembaga negara sebagaimana diamanatkan UUD 1945.

Di sisi yang lain acara ini juga menjadi wahana menumbuhkan demokrasi yang menjamin hak-hak konstitusional warga negara dan masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan tugas lembaga-lembaga negara sesuai dengan amanat konstitusi.

"Juga niscaya menjadi ruang untuk melakukan evaluasi dan refleksi bagi masyarakat atas pelaksanaan UUD 1945, implementasi prinsip checks and balances guna mewujudkan mekanisme kontrol dan keseimbangan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia," ujar Bamsoet saat memberikan sambutan dalam sidang tahunan MPR di Gedung Kura-kura, Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

Adapun Ketua DPR Puan Maharani menyatakan proyeksi perekonomian nasional pada 2021 dapat tumbuh pada kisaran 4,5–5,5%. Hal itu hanya akan dapat terwujud apabila program pemulihan ekonomi dan sosial yang diselenggarakan pemerintah pada tahun ini berjalan dengan baik, konsisten, tepat sasaran, dan tepat manfaat. (Baca juga: Ilmuwan Jepang Bangunkan Mikroba yang Tertidur Selama 100 Juta Tahun)

“Penyusunan APBN 2021 berada dalam situasi dan kondisi pandemi korona (Covid-19) yang berdampak pada ketidakpastian perekonomian global dan nasional. Oleh karena itu pemerintah mesti dapat memperhitungkan secara cermat berbagai kemungkinan dalam mengantisipasi ketidakpastian di masa yang akan datang serta menyediakan ruang fiskal yang antisipatif sehingga APBN 2021 dapat berjalan dengan efektif,” tandasnya.

Ketua DPP PDIP itu pun memberikan masukan dan penekanan untuk APBN 2021 . Karena APBN merupakan instrumen strategis, dia meminta agar pemerintah lebih fokus terhadap penguatan kesehatan, pemulihan ekonomi, dan pemulihan sosial masyarakat yang terdampak pandemi.

"Sebagai instrumen yang sangat penting dan strategis bagi penyelenggaraan negara untuk menyejahterakan rakyat, maka APBN 2021 agar dapat diarahkan untuk penguatan bidang kesehatan, pemulihan ekonomi, pemulihan sosial, transformasi strategis, serta penguatan reformasi," kata Puan.

Sementara itu peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai pemerintah terlalu percaya diri dan ambisius dalam membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi. Padahal, menurut dia, di sisi lain Indonesia masih jauh tertinggal dalam penanganan pandemi korona bila dibandingkan dengan negara lain.

“Apa bisa dari resesi loncat ke 4–5%. Kita tahu belum ada fokus untuk mendorong sektor konsumsi maupun investasi. Realisasi stimulus tahun ini saja masih rendah realisasinya. Rasanya masih sangat rendah kebijakan itu untuk mengembangkan ekonomi di tahun depan,” katanya. (Lihat videonya: Aksi Begal Asusila di Padang, korban Merasa Trauma)

Adapun pengamat ekonomi CORE Piter Abdullah berpendapat, ada konsekuensi yang harus dihadapi ketika anggaran belanja negara jauh lebih besar daripada penerimaan. Maka tidak dapat dimungkiri bahwa tahun depan defisit tersebut harus ditutupi utang dalam jumlah tertentu.

"Utang akan terus meningkat selama pemerintah masih memberikan stimulus pelonggaran pajak sebagai bagian dari bantuan kepada dunia usaha selama wabah. Dan di sisi lain pemerintah masih memberikan banyak bantuan sosial bagi masyarakat terdampak," ujar Piter. (Dita Angga/Kiswondari/Abdul Rochim/Ichsan Amin)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1319 seconds (0.1#10.140)