Inisiasi Gerakan Kampus Menggugat, UGM: Tegakkan Etika dan Konstitusi, Perkuat Demokrasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui gerakan Kampus Menggugat, mengajak para civitas akademika dan alumni di tiap universitas dan elemen masyarakat sipil untuk mengembalikan etika dan konstitusi yang terkoyak selama lima tahun terakhir.
Juru Bicara Civitas Akademika UGM Arie Sujito mengatakan, semua tahu persis jika problem etik saat ini bermuara dari persoalan dinasti sebagaimana ditunjukkan secara tendesius pemimping bangsa ini.
"Dan jika tidak mengkritisi problem ini maka persoalan bangsa yang dihadapi akan semakin serius. Universitas adalah bagian intelektual tentu harus terpanggil sebagai entitas spiritual untuk menyelesaikan persoalan ini," ujar Arie, Selasa (12/3/2024)
Untuk menyelesaikan persoalan bangsa ini maka butuh koalis, orasi dan kerjasama dalam perjuangan untuk memperoleh nilai dan keadilan demokrasi yang otentik karena perjuangan tidak mudah. Persoalan ini tidak mungkin akan selesai dengan sendirinya karena konspirasi oligarki yang terus terlembagakan.
"Kontitusi begitu mudah diselewengkan, begitu mudah diakali, dan tidak bisa mugkin diselesaikan dalam waktu dalam cara-cara yang biasa," ucapnya.
Menurut dia, universitas adalah benteng etika dan akademisi adalah insan ilmu pengetahuan yang bertanggungjawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga keadaban (civility), dan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.
Karena itu kata dia, ini adalah momentum sebagai warga negara melakukan refleksi dan evaluasi terhadap memburuknya kualitas kelembagaan di Indonesia dan dampaknya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurutnya, Reformasi 1998 adalah gerakan rakyat untuk mengembalikan amanah konstitusi, setelah terkoyak oleh Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di masa Orde Baru. Namun, pendulum reformasi berbalik arah sejak 17 Oktober 2019 yang ditandai revisi UU KPK dan diikuti pengesahan beberapa UU lain yang dipandang kontroversial seperti UU Minerba, UU Cipta Kerja.
"Pelanggaran etika dan konstitusi meningkat drastis menjelang Pemilu 2024 dan memperburuk kualitas kelembagaan formal maupun informal," kata dia.
Juru Bicara Civitas Akademika UGM Arie Sujito mengatakan, semua tahu persis jika problem etik saat ini bermuara dari persoalan dinasti sebagaimana ditunjukkan secara tendesius pemimping bangsa ini.
"Dan jika tidak mengkritisi problem ini maka persoalan bangsa yang dihadapi akan semakin serius. Universitas adalah bagian intelektual tentu harus terpanggil sebagai entitas spiritual untuk menyelesaikan persoalan ini," ujar Arie, Selasa (12/3/2024)
Baca Juga
Untuk menyelesaikan persoalan bangsa ini maka butuh koalis, orasi dan kerjasama dalam perjuangan untuk memperoleh nilai dan keadilan demokrasi yang otentik karena perjuangan tidak mudah. Persoalan ini tidak mungkin akan selesai dengan sendirinya karena konspirasi oligarki yang terus terlembagakan.
"Kontitusi begitu mudah diselewengkan, begitu mudah diakali, dan tidak bisa mugkin diselesaikan dalam waktu dalam cara-cara yang biasa," ucapnya.
Menurut dia, universitas adalah benteng etika dan akademisi adalah insan ilmu pengetahuan yang bertanggungjawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga keadaban (civility), dan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.
Karena itu kata dia, ini adalah momentum sebagai warga negara melakukan refleksi dan evaluasi terhadap memburuknya kualitas kelembagaan di Indonesia dan dampaknya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurutnya, Reformasi 1998 adalah gerakan rakyat untuk mengembalikan amanah konstitusi, setelah terkoyak oleh Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di masa Orde Baru. Namun, pendulum reformasi berbalik arah sejak 17 Oktober 2019 yang ditandai revisi UU KPK dan diikuti pengesahan beberapa UU lain yang dipandang kontroversial seperti UU Minerba, UU Cipta Kerja.
"Pelanggaran etika dan konstitusi meningkat drastis menjelang Pemilu 2024 dan memperburuk kualitas kelembagaan formal maupun informal," kata dia.