Inisiasi Gerakan Kampus Menggugat, UGM: Tegakkan Etika dan Konstitusi, Perkuat Demokrasi

Selasa, 12 Maret 2024 - 17:43 WIB
loading...
Inisiasi Gerakan Kampus Menggugat, UGM: Tegakkan Etika dan Konstitusi, Perkuat Demokrasi
Civitas akademika UGM melalui gerakan Kampus Menggugat, mengajak para civitas akademika dan elemen masyarakat sipil untuk mengembalikan etika dan konstitusi. Foto/Erfan Erlin/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui gerakan Kampus Menggugat, mengajak para civitas akademika dan alumni di tiap universitas dan elemen masyarakat sipil untuk mengembalikan etika dan konstitusi yang terkoyak selama lima tahun terakhir.

Juru Bicara Civitas Akademika UGM Arie Sujito mengatakan, semua tahu persis jika problem etik saat ini bermuara dari persoalan dinasti sebagaimana ditunjukkan secara tendesius pemimping bangsa ini.

"Dan jika tidak mengkritisi problem ini maka persoalan bangsa yang dihadapi akan semakin serius. Universitas adalah bagian intelektual tentu harus terpanggil sebagai entitas spiritual untuk menyelesaikan persoalan ini," ujar Arie, Selasa (12/3/2024)



Untuk menyelesaikan persoalan bangsa ini maka butuh koalis, orasi dan kerjasama dalam perjuangan untuk memperoleh nilai dan keadilan demokrasi yang otentik karena perjuangan tidak mudah. Persoalan ini tidak mungkin akan selesai dengan sendirinya karena konspirasi oligarki yang terus terlembagakan.

"Kontitusi begitu mudah diselewengkan, begitu mudah diakali, dan tidak bisa mugkin diselesaikan dalam waktu dalam cara-cara yang biasa," ucapnya.

Menurut dia, universitas adalah benteng etika dan akademisi adalah insan ilmu pengetahuan yang bertanggungjawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga keadaban (civility), dan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.

Karena itu kata dia, ini adalah momentum sebagai warga negara melakukan refleksi dan evaluasi terhadap memburuknya kualitas kelembagaan di Indonesia dan dampaknya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurutnya, Reformasi 1998 adalah gerakan rakyat untuk mengembalikan amanah konstitusi, setelah terkoyak oleh Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di masa Orde Baru. Namun, pendulum reformasi berbalik arah sejak 17 Oktober 2019 yang ditandai revisi UU KPK dan diikuti pengesahan beberapa UU lain yang dipandang kontroversial seperti UU Minerba, UU Cipta Kerja.

"Pelanggaran etika dan konstitusi meningkat drastis menjelang Pemilu 2024 dan memperburuk kualitas kelembagaan formal maupun informal," kata dia.

Ari Sujito menganggap, kemunduran kualitas kelembagaan ini menciptakan kendala pembangunan bagi siapapun presiden Indonesia 2024-2029 dan selanjutnya. Konsekuensinya, bangsa ininsemakin sulit untuk mewujudkan ata-cita Indonesia Emas 2045, yang membayang justru adalah Indonesia Cemas.

Konstitusi memberikan amanah eksplisit kepada kita, warga negara Indonesia, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun peradaban, menjaga keberlanjutan pembangunan, menjaga lingkungan hidup, dan menegakkan demokrasi.

"Akademisi menjalankan tugas konstitusi mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun peradaban melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tugas ini hanya dapat dilakukan ketika etika dan kebebasan mimbar ditegakkan," tuturnya.

Ari Sujito menyebut, kualitas kelembagaan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Negara-negara yang merdeka dan kemudian berkembang menjadi negara maju adalah negara yang dengan sadar melakukan reformasi untuk memperbaiki kualitas kelembagaannya.

Pelanggaran etika bernegara oleh para elite politik, akan mudah dicontoh oleh berbagai elemen masyarakat. Hal ini mengancam kelangsungan berbangsa dan bernegara, dan menjauhkan Indonesia sebagai negara hukum.

Oleh karenanya, civitas akademika UGM, melalui gerakan moral Kampus Menggugat, menyerukan agar Universitas sebagai benteng etika menjadi lembaga ilmiah indenpenden yang memiliki kebebasan akademik penuh untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menyuarakan kebenaran berbasis fakta, nalar dan penelitian ilmiah.

Dia meminta agar segenap elemen masyarakat sipil terus kritis terhadap jalannya pemerintahan dan tak henti memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Ormas sosial keagamaan, pers, NGO, CSO, tidak terkooptasi, apalagi menjadi kepanjangan tangan pemerintah.

Lembaga negara kata dia, wajib menegakkan supremasi hukum dan memberantas segala macam bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tanpa mentolerir pelanggaran hukum, etika dan moral dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Lembaga negara harus secara serius mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial bagi semua warga dan tak membiarkan negara dibajak oleh para oligarki dan para politisi oportunis yang terus mengeruk keuntungan melalui kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat pada umumnya," tegasnya.

"Sebagai akademisi yang memahami hak dan tanggung jawab konstitusional, kami mengetuk nurani segenap elemen masyarakat untuk bersinergi membangun kembali etika dan norma yang terkoyak dan mengembalikan marwah konstitusi yang dilanggar. Apa yang kita perjuangkan saat ini akan menentukan Indonesia yang akan kita wariskan kepada generasi anak-cucu," tutupnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1107 seconds (0.1#10.140)