Pakar: Langkah Kejagung Usut Dugaan Pidana Pembelian Emas 7 Ton Sah

Senin, 11 Maret 2024 - 07:17 WIB
loading...
Pakar: Langkah Kejagung...
Langkah Kejagung mengusut dugaan pidana pembelian emas PT Antam seberat 7 ton adalah hal yang sah. Foto: Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut dugaan pidana pembelian emas PT Antam seberat 7 ton adalah hal yang sah. Sebab, jika ada transaksi suatu barang milik negara yang dianggap tidak wajar, maka Kejagung harus menyelidikinya.

“Mengelola uang negara seperti itu. Kalau ada dugaan manipulasi, kecurangan dalam penetapan harga emas. Walaupun kemarin diproses (gugatan) perdata sudah dimenangkan yang bersangkutan (pembeli Budi Said), tetap saja bisa diproses pidana karena parameter perdatanya beda dengan konteks pidana,” ujar Pakar Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakir, Minggu (10/3/2024).



Menurut dia, Kejagung mengusut secara pidana kasus jual beli ini karena melihat adanya potensi korupsi yang merugikan negara.

"Dalam transaksi aset Negara harus dilihat ada tidaknya kecurangan. Karena ini negara (emas Antam) harus dulu dilihat ada kecurangan atau tidak dalam jual beli tersebut,” katanya.

Muzakir menilai dalam transaksi emas Antam yang dilakukan Budi Said disebut adanya diskon dalam harga pembelian. “Maka harus dilihat apakah diskon itu mark down, dengan melihat harga emas apakah harganya standar bisnis internasional atau tidak,” ujarnya.

Jika ternyata harganya di-mark down jauh dari harga internasional maka ada potensi pelanggaran. Sehingga, tindakan Kejagung yang memproses dugaan korupsi sudah benar.

“Kenapa benar? Jika negara bertransaksi, misalnya dalam kasus jual beli emas Antam, maka jual beli itu harus transparan dan ditetapkan harga yang wajar,” katanya.

Adapun harga yang wajar tersebut adalah harga yang sesuai harga internasional ketika transaksi dilakukan.

“Itu kan dokumennya (tanggal transaksi) pasti ada. Jadi kalau harganya masih sekitar itu berarti wajar. Tapi, kalau turunnya harga sangat fantastis maka itu (transaksi) tidak wajar,” ungkap Muzakir.

Jika transaksinya tidak wajar, maka ada potensi melawan hukum, manipulasi. Negara dalam menjual asetnya harus memiliki standar harga. Ini karena aset negara merupakan milik publik. “Kalau di-mark down maka itu perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan aset negara,” ujarnya.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1207 seconds (0.1#10.140)