Petani Dinilai Salah Satu Pihak yang Rentan Terdampak Bencana
loading...
A
A
A
Eko Budhi dari Jaringan Kerja Petani Organik (Jaker PO) memaparkan, Ngawi adalah wilayah pertanian yang merupakan salah satu penyangga produksi pangan bagi wilayah di sekitarnya. Ngawi memiliki lahan sawah seluas 50 ribuan hektare dengan hasil panen mencapai 780 ribu ton gabah per tahun.
"Sementara, kebutuhan konsumsi masyarakat Ngawi hanya sebesar 92 ribuan ton per tahun, sehingga terdapat surplus yang besar dan 'diekspor' keluar daerah. Dengan kondisi demikian pertanian mampu berkonstribusi pendapatan daerah hingga 38%," jelas Eko.
Untuk beras organik, ada dua kecamatan yang melaksanakan pertanian organik yang sudah tersertifikasi yaitu di Geneng yang dilaksanakan oleh KNOC dan di Kelompok Tani Rukun Jaya. Kedua kelompok tani tersebut juga mengolah dan mengemas menjadi beras kemasan, kemudian penyaluran ada yang melalui PT, toko, dan dijual langsung kepada konsumen.
"Rantai nilai yang didapatkan dari sistem rantai pasar tersebut, adalah sebagai berikut: Pihak yang mendapatkan margin tertinggi dalam rantai nilai adalah toko. Ada penundaan pembayaran kepada petani, hal tersebut tidak diatur dalam perjanjian," jelas Eko.
Dari sisi pemerintah, untuk menjamin keseluruhan proses ini berjalan dengan berkeadilan, di Kabupaten Ngawi pada tahun 2019 lahir Peraturan Daerah No. 13/2019 tentang Pertanian Berkelanjutan yang kemudian akan disusulkan dalam proses penyusunan Peraturan Bupati.
"Diharapkan jika Perbub lahir maka akan tercipta kondisi kemitraan petani dengan swasta berlangsung adil," tegas Eko.
Saat ini, kata Eko, dari skema tersebut telah lahir beberapa produk beras organik yang menjadi andalah. "Beberapa produk beras organik yang sudah diusahakan adalah beras cap Ratu Agung dari KNOC, beras Lawu Ngawi (beras bumbu nasi liwet), dan beras aromatik dari poktan Rukun Jaya," ujarnya.
Head of Bussines Development TaniHub Bill Afriyanto mengatakan, berdirinya TaniHub sendiri tidak terlepas dari adanya masalah klasik dalam pertanian di Indonesia, khususnya pada sisi petani. Pertama adalah akses terhadap modal (access to capital). Kedua, adalah akses terhadap pasar (access to market). Karenanya TaniHub berdiri untuk menjembatani gap tersebut.
"Access to capital kita kita punya tanifarm, kita siapin B2B lending (model pinjaman bisnis ke bisnis). Di situ ada crowdfunding, itu membiayai pertanian dengan skema bagi hasil," kata Bill.
Kemudian untuk akses terhadap pasar, TaniHUb memanfaatkan sistem online dan offline. "Harapannya dari hasil ini off taker-nya TaniHub, baik bisnis ke bisnis (B2B) atau bisnis ke konsumen (B2C), kita cari marketnya ke arah sana," paparnya.
"Sementara, kebutuhan konsumsi masyarakat Ngawi hanya sebesar 92 ribuan ton per tahun, sehingga terdapat surplus yang besar dan 'diekspor' keluar daerah. Dengan kondisi demikian pertanian mampu berkonstribusi pendapatan daerah hingga 38%," jelas Eko.
Untuk beras organik, ada dua kecamatan yang melaksanakan pertanian organik yang sudah tersertifikasi yaitu di Geneng yang dilaksanakan oleh KNOC dan di Kelompok Tani Rukun Jaya. Kedua kelompok tani tersebut juga mengolah dan mengemas menjadi beras kemasan, kemudian penyaluran ada yang melalui PT, toko, dan dijual langsung kepada konsumen.
"Rantai nilai yang didapatkan dari sistem rantai pasar tersebut, adalah sebagai berikut: Pihak yang mendapatkan margin tertinggi dalam rantai nilai adalah toko. Ada penundaan pembayaran kepada petani, hal tersebut tidak diatur dalam perjanjian," jelas Eko.
Dari sisi pemerintah, untuk menjamin keseluruhan proses ini berjalan dengan berkeadilan, di Kabupaten Ngawi pada tahun 2019 lahir Peraturan Daerah No. 13/2019 tentang Pertanian Berkelanjutan yang kemudian akan disusulkan dalam proses penyusunan Peraturan Bupati.
"Diharapkan jika Perbub lahir maka akan tercipta kondisi kemitraan petani dengan swasta berlangsung adil," tegas Eko.
Saat ini, kata Eko, dari skema tersebut telah lahir beberapa produk beras organik yang menjadi andalah. "Beberapa produk beras organik yang sudah diusahakan adalah beras cap Ratu Agung dari KNOC, beras Lawu Ngawi (beras bumbu nasi liwet), dan beras aromatik dari poktan Rukun Jaya," ujarnya.
Head of Bussines Development TaniHub Bill Afriyanto mengatakan, berdirinya TaniHub sendiri tidak terlepas dari adanya masalah klasik dalam pertanian di Indonesia, khususnya pada sisi petani. Pertama adalah akses terhadap modal (access to capital). Kedua, adalah akses terhadap pasar (access to market). Karenanya TaniHub berdiri untuk menjembatani gap tersebut.
"Access to capital kita kita punya tanifarm, kita siapin B2B lending (model pinjaman bisnis ke bisnis). Di situ ada crowdfunding, itu membiayai pertanian dengan skema bagi hasil," kata Bill.
Kemudian untuk akses terhadap pasar, TaniHUb memanfaatkan sistem online dan offline. "Harapannya dari hasil ini off taker-nya TaniHub, baik bisnis ke bisnis (B2B) atau bisnis ke konsumen (B2C), kita cari marketnya ke arah sana," paparnya.