3 Pati TNI AU Berpeluang Jadi KSAU, Nomor Terakhir Mantan Ajudan Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai ada tiga Perwira Tinggi (Pati) TNI Angkatan Udara (AU) berpeluang menjabat Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) pengganti Marsekal TNI Fadjar Prasetyo. Diketahui, Fadjar akan memasuki masa pensiun atau usia 58 tahun pada bulan depan atau bertepatan pada Hari Angkatan Udara 9 April 2024.
“Setidaknya ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam pembangunan kekuatan udara, yaitu aspek organisasi, teknologi, dan kesiapan operasi. Artinya, organisasi harus dikembangkan agar sesuai ragam ancaman dengan mempertimbangkan kondisi geopolitik-geostrategis, juga harus mampu menjawab tantangan dan mengantisipasi kendala,” kata Khairul Fahmi kepada SINDOnews, Kamis (7/3/2024).
Dia menjelaskan, terkait aspek teknologi dibutuhkan alat utama sistem persenjataan (alutsista) udara yang bukan saja modern, tapi juga siap tempur, memiliki efek deteren yang memadai, serta mampu beroperasi multimisi dan multiperan. “Baik itu pesawat tempur, pesawat angkut, artileri pertahanan udara, bahkan sistem radar,” ujarnya.
Dia menuturkan, kesiapan operasi ini meliputi upaya memelihara kesiapsiagaan tempur dan meningkatkan kecakapan sumber daya manusia (SDM) dalam pengembangan strategi operasi, serta penggunaan dan pemeliharaan alutsista. “Memastikan alutsista dalam keadaan terawat, terpelihara dan siap tempur, juga memastikan ketersediaan dukungan logistik,” imbuhnya.
Dia mengatakan, perang Rusia Vs Ukraina menunjukkan betapa pentingnya dominasi kekuatan udara (air power), baik melibatkan pesawat berawak, tak berawak, dan berbagai varian alutsista udara dengan persenjataannya. “Begitu juga bagi Indonesia, kekuatan udara nasional berperan penting menjaga kedaulatan NKRI di udara. Dengan keberadaan pesawat tempur andal, TNI AU akan disegani di kawasan,” ujarnya.
Dalam konteks postur pertahanan udara Indonesia, lanjut dia, belanja alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) alutsista harus dilihat sebagai bagian dari keseluruhan upaya meningkatkan kemampuan TNI AU. “Karena itu harus selalu dipastikan bahwa usulan-usulan belanja TNI AU benar-benar berbasis kebutuhan bukan sekadar keinginan,” jelasnya.
Menurut dia, belanja itu juga harus merupakan bagian dari upaya membangun supremasi dan superioritas udara sebagai variabel penting untuk meningkatkan kewibawaan, bargaining position, dan mengamankan arah kepentingan nasional Indonesia agar tetap terjaga. “Jadi walaupun kapasitas kekuatan udara saat ini masih kalah dari Australia dan Singapura, setidaknya upaya Indonesia untuk menjadi stabilisator kawasan sudah akan berjalan di jalur yang tepat,” ucapnya.
Dia juga berpendapat bahwa harus diakui kekuatan udara Indonesia masih belum cukup memadai untuk menjaga ruang udara sepenuhnya. “Apalagi untuk benar-benar menjadi kekuatan yang disegani dunia. Masih jauh,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, TNI AU masih paling bawah standar kekuatan pokok TNI atau Minimum Essential Force (MEF). “TNI AU baru separuh capaian, baru mendekati 50 persen MEF. Itu artinya masih tertinggal dengan matra lain sehingga tentu saja perlu menjadi perhatian supaya peremajaan maupun pengembangan kekuatan ini tetap proporsional,” jelasnya.
Bahkan, sambung dia, kalaupun konteks kekinian harus dipertimbangkan juga, maka laporan Panglima TNI pada Komisi I DPR soal meningkatnya pelanggaran ruang udara oleh pesawat asing beberapa tahun terakhir. “Saya kira sudah cukup untuk menunjukkan tantangan dan ancaman itu,” ucapnya.
“Apalagi pertahanan udara Indonesia memang sedang dihadapkan pada kesenjangan antara kekuatan faktual dengan kebutuhan hadirnya kekuatan udara yang bukan saja modern, tapi juga siap tempur, memiliki efek deteren memadai serta mampu beroperasi multimisi dan multiperan,” sambungnya.
Ke depan, kata dia, TNI AU juga harus terus memperkuat kemampuan interoperabilitas baik antar kesatuan di lingkungan TNI AU sendiri, maupun antarmatra. Dia menjelaskan, interoperabilitas adalah kemampuan bertindak bersama secara koheren, efektif, dan efisien untuk mencapai tujuan taktis, operasional, dan strategis.
“Secara khusus, interoperabilitas memungkinkan kekuatan, unit dan/atau sistem untuk beroperasi bersama, berkomunikasi dan berbagi kesamaan doktrin dan prosedur, serta infrastruktur dan basis masing-masing. Interoperabilitas akan mengurangi duplikasi, memungkinkan pengumpulan sumber daya dan menghasilkan sinergi,” ujarnya.
Dia membeberkan sebagian besar pesawat tempur yang dimiliki Indonesia merupakan pesawat multi-role yang berorientasi ke serangan darat, yakni F-16 dan TA-50. Dia melanjutkan, pesawat fighter masih terbatas pada Sukhoi yang operasionalnya sedikit banyak terdampak oleh krisis Rusia-Ukraina.
“Jadi TNI AU harus memproyeksikan kebutuhan alpalhankam-alutsista dan kompetensi prajurit yang mampu menghadirkan efek gentar di udara sekaligus memberikan dukungan serangan darat maupun operasi-operasi maritim. Artinya, interoperabilitas TNI diharapkan juga akan meningkat dengan dukungan kehadiran peralatan persenjataan dan personel yang andal,” ungkapnya.
Menurut dia, untuk menjawab tantangan dan kebutuhan tersebut tentu dibutuhkan sosok pimpinan dalam hal ini Kepala Staf TNI AU yang benar-benar layak dan kompeten. Dia mengatakan, tentunya bukan berarti yang lain tidak layak dan tidak kompeten, melainkan harus dicari sosok yang paling unggul dari para perwira tinggi unggulan itu baik dari rekam jejak prestasi, pengalaman tugas dan jabatan maupun panjangnya masa aktif sebagai prajurit.
“Mengingat jabatan KSAU adalah jabatan bintang empat maka prioritas pertama adalah melihat siapa saja bintang tiga yang potensial. Menurut saya, ada tiga kandidat yang paling potensial menduduki jabatan itu dengan mempertimbangkan kekayaan pengalaman tugas, jabatan, dan masa aktif. Mereka adalah Dansesko TNI Marsdya Samsul Rizal; Pangkoopsudnas Marsdya Tedi Rizalihadi; dan Pangkogabwilhan II Marsdya Tonny Harjono,” pungkasnya.
Samsul Rizal merupakan lulusan terbaik Akademi Angkatan Udara (AAU) dan peraih Adhi Makayasa 1990. Pria kelahiran 23 Februari 1969, Karawang, Jawa Barat ini merupakan penerbang tempur F-5 Tiger dengan callsign “Hiraks”.
Saat ini, dia menjabat Komandan Sekolah Staf dan Komando (Dansesko) TNI. Berbagai jabatan strategis pernah dijabat olehnya, di antaranya Komandan Lanud Iswahyudi (2017-2018), Kaskoopsau I (2018-2019), Staf Khusus KSAU (2019-2020).
Kemudian, Dirlambangja Puslaiklambangjaau (2020), Danseskoau (2020-2021), Panglima Komando Operasi Angkatan Udara III (2021-2022), Kepala Pusat Kelaikan, Keselamatan Terbang dan Kerja Angkatan Udara (Puslaiklambangjaau) pada 2022, serta Asisten Personel Panglima TNI (2022-2023).
Dikutip dari laman resmi TNI AU, Marsdya TNI Tedi Rizalihadi lahir di Rangkas Bitung, 18 Juli 1971. Dia lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) pada 1988. Setelah lulus SMA, Tedi mengikuti pendidikan di Akademi Angkatan Udara (AAU) sampai lulus pada 1991.
Tedi Rizalihadi adalah pemilik call sign atau tanda panggilan "Wombat". Dikutip dari akun Twitter TNI AU, callsign penerbang diambil dari nama hewan, tokoh, maupun lainnya. Callsign ini berlaku internasional.
Selama perjalanan kariernya, berbagai sekolah militer pernah diikuti. Dia mengenyam pendidikan di Sekolah Penerbang TNI AU Angkatan ke-46 tahun 1994, Sekolah Kesatuan Komando Angkatan Udara (Sekkau) Angkatan ke-67 tahun 2000.
Kemudian, Sekolah Instruktur Penerbang TNI AU Angkatan ke-51 tahun 2004, Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara (Seskoau) Angkatan ke-42 tahun 2005, Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan ke-42 tahun 2015, dan PPRA Lemhannas Angkatan ke-59 tahun 2019.
Sementara itu, beberapa jabatan yang pernah diduduki Penerbang Tempur Hawk ini di antaranya adalah Komandan Skadron 16 pada 2006, Kadisops Lanud Pekanbaru pada 2008, Kadispers Lanud Iswahyudi pada 2011, Kadisops Lanud Iswahyudi (2011), dan Danwing 3 Lanud Iswahyudi (2012).
Selain itu, Asops Kas Koopsau I (2013), Komandan Lanud Supadio (2014), Komandan Denma Mabesau (2016), Panglima Kosek II Makassar (2017), Komandan Lanud Adi Sucipto (2019).
Lalu, Kaskoopsau I (2019), Waasops Panglima TNI (2020), Pangkoopsau I (2021), Kaskoopsudnas (2022), Dankodiklatau (2022), dan Pangkoopsudnas (2023). Lulusan Institut Teknologi Bandung (1999) ini menikah dengan R. Sabaria dan dikaruniai dua orang anak yaitu M. Irfan Anugratama dan M. Ryan Rafi'uddin.
Adapun Marsdya TNI Mohammad Tonny Harjono menjabat Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) II sesuai dengan Surat Keputusan Panglima TNI nomor Kep/1324/XI/2023.
Pria kelahiran Jakarta, 4 Oktober 1971 ini punya empat orang anak, yaitu Muhammad Haikal Rafi, Muhammad Hafiz Raihan, Assifa Thahira Putri, dan Muhammad Tristan Ramadita. Tonny merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 1993.
Berbagai sekolah militer lainnya yang pernah diikuti adalah Sekolah Penerbangan Angkatan ke-50 tahun 1996, Konversi F-16 tahun 1997, Sekolah Kesatuan Komando Angkatan Udara Angkatan ke-71, 2002, Sekolah Instruktur Penerbang Angkatan ke-50 tahun 2004.
Kemudian, Konversi KT-1 tahun 2005, Konversi Sukhoi tahun 2006, Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara Angkatan 45 tahun 2008, PPRA Lemhannas Angkatan ke-61 tahun 2020.
Berbagai jabatan yang pernah diemban Tonny Harjono antara lain, Kepala Ruang Operasi Lanud Hasanuddin tahun 2008, Komandan Skadron Udara 11 Wing 5 tahun 2009, Pabandya Sops Kas Koopsau II tahun 2011, Komandan Lanud Johanis Kapiyau tahun 2013.
Selanjutnya, Kadisops Lanud Hasanuddin tahun 2014, Ajudan Presiden Jokowi tahun 2014, Komandan Lanud Adi Sumarmo tahun 2016, Komandan Lanud Halim Perdanakusuma tahun 2018, Sesmilpres Kemsetneg tahun 2020, Dankodiklatau tahun 2022, Panglima Koopsudnas tahun 2022, dan kini menjabat Panglima Kogabwilhan II.
“Setidaknya ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam pembangunan kekuatan udara, yaitu aspek organisasi, teknologi, dan kesiapan operasi. Artinya, organisasi harus dikembangkan agar sesuai ragam ancaman dengan mempertimbangkan kondisi geopolitik-geostrategis, juga harus mampu menjawab tantangan dan mengantisipasi kendala,” kata Khairul Fahmi kepada SINDOnews, Kamis (7/3/2024).
Dia menjelaskan, terkait aspek teknologi dibutuhkan alat utama sistem persenjataan (alutsista) udara yang bukan saja modern, tapi juga siap tempur, memiliki efek deteren yang memadai, serta mampu beroperasi multimisi dan multiperan. “Baik itu pesawat tempur, pesawat angkut, artileri pertahanan udara, bahkan sistem radar,” ujarnya.
Baca Juga
Dia menuturkan, kesiapan operasi ini meliputi upaya memelihara kesiapsiagaan tempur dan meningkatkan kecakapan sumber daya manusia (SDM) dalam pengembangan strategi operasi, serta penggunaan dan pemeliharaan alutsista. “Memastikan alutsista dalam keadaan terawat, terpelihara dan siap tempur, juga memastikan ketersediaan dukungan logistik,” imbuhnya.
Dia mengatakan, perang Rusia Vs Ukraina menunjukkan betapa pentingnya dominasi kekuatan udara (air power), baik melibatkan pesawat berawak, tak berawak, dan berbagai varian alutsista udara dengan persenjataannya. “Begitu juga bagi Indonesia, kekuatan udara nasional berperan penting menjaga kedaulatan NKRI di udara. Dengan keberadaan pesawat tempur andal, TNI AU akan disegani di kawasan,” ujarnya.
Dalam konteks postur pertahanan udara Indonesia, lanjut dia, belanja alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) alutsista harus dilihat sebagai bagian dari keseluruhan upaya meningkatkan kemampuan TNI AU. “Karena itu harus selalu dipastikan bahwa usulan-usulan belanja TNI AU benar-benar berbasis kebutuhan bukan sekadar keinginan,” jelasnya.
Menurut dia, belanja itu juga harus merupakan bagian dari upaya membangun supremasi dan superioritas udara sebagai variabel penting untuk meningkatkan kewibawaan, bargaining position, dan mengamankan arah kepentingan nasional Indonesia agar tetap terjaga. “Jadi walaupun kapasitas kekuatan udara saat ini masih kalah dari Australia dan Singapura, setidaknya upaya Indonesia untuk menjadi stabilisator kawasan sudah akan berjalan di jalur yang tepat,” ucapnya.
Dia juga berpendapat bahwa harus diakui kekuatan udara Indonesia masih belum cukup memadai untuk menjaga ruang udara sepenuhnya. “Apalagi untuk benar-benar menjadi kekuatan yang disegani dunia. Masih jauh,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, TNI AU masih paling bawah standar kekuatan pokok TNI atau Minimum Essential Force (MEF). “TNI AU baru separuh capaian, baru mendekati 50 persen MEF. Itu artinya masih tertinggal dengan matra lain sehingga tentu saja perlu menjadi perhatian supaya peremajaan maupun pengembangan kekuatan ini tetap proporsional,” jelasnya.
Bahkan, sambung dia, kalaupun konteks kekinian harus dipertimbangkan juga, maka laporan Panglima TNI pada Komisi I DPR soal meningkatnya pelanggaran ruang udara oleh pesawat asing beberapa tahun terakhir. “Saya kira sudah cukup untuk menunjukkan tantangan dan ancaman itu,” ucapnya.
“Apalagi pertahanan udara Indonesia memang sedang dihadapkan pada kesenjangan antara kekuatan faktual dengan kebutuhan hadirnya kekuatan udara yang bukan saja modern, tapi juga siap tempur, memiliki efek deteren memadai serta mampu beroperasi multimisi dan multiperan,” sambungnya.
Ke depan, kata dia, TNI AU juga harus terus memperkuat kemampuan interoperabilitas baik antar kesatuan di lingkungan TNI AU sendiri, maupun antarmatra. Dia menjelaskan, interoperabilitas adalah kemampuan bertindak bersama secara koheren, efektif, dan efisien untuk mencapai tujuan taktis, operasional, dan strategis.
“Secara khusus, interoperabilitas memungkinkan kekuatan, unit dan/atau sistem untuk beroperasi bersama, berkomunikasi dan berbagi kesamaan doktrin dan prosedur, serta infrastruktur dan basis masing-masing. Interoperabilitas akan mengurangi duplikasi, memungkinkan pengumpulan sumber daya dan menghasilkan sinergi,” ujarnya.
Dia membeberkan sebagian besar pesawat tempur yang dimiliki Indonesia merupakan pesawat multi-role yang berorientasi ke serangan darat, yakni F-16 dan TA-50. Dia melanjutkan, pesawat fighter masih terbatas pada Sukhoi yang operasionalnya sedikit banyak terdampak oleh krisis Rusia-Ukraina.
“Jadi TNI AU harus memproyeksikan kebutuhan alpalhankam-alutsista dan kompetensi prajurit yang mampu menghadirkan efek gentar di udara sekaligus memberikan dukungan serangan darat maupun operasi-operasi maritim. Artinya, interoperabilitas TNI diharapkan juga akan meningkat dengan dukungan kehadiran peralatan persenjataan dan personel yang andal,” ungkapnya.
Menurut dia, untuk menjawab tantangan dan kebutuhan tersebut tentu dibutuhkan sosok pimpinan dalam hal ini Kepala Staf TNI AU yang benar-benar layak dan kompeten. Dia mengatakan, tentunya bukan berarti yang lain tidak layak dan tidak kompeten, melainkan harus dicari sosok yang paling unggul dari para perwira tinggi unggulan itu baik dari rekam jejak prestasi, pengalaman tugas dan jabatan maupun panjangnya masa aktif sebagai prajurit.
“Mengingat jabatan KSAU adalah jabatan bintang empat maka prioritas pertama adalah melihat siapa saja bintang tiga yang potensial. Menurut saya, ada tiga kandidat yang paling potensial menduduki jabatan itu dengan mempertimbangkan kekayaan pengalaman tugas, jabatan, dan masa aktif. Mereka adalah Dansesko TNI Marsdya Samsul Rizal; Pangkoopsudnas Marsdya Tedi Rizalihadi; dan Pangkogabwilhan II Marsdya Tonny Harjono,” pungkasnya.
Berikut profil 3 Pati TNI AU yang dinilai layak menjadi KSAU Fadjar Prasetyo
1. Samsul Rizal
Samsul Rizal merupakan lulusan terbaik Akademi Angkatan Udara (AAU) dan peraih Adhi Makayasa 1990. Pria kelahiran 23 Februari 1969, Karawang, Jawa Barat ini merupakan penerbang tempur F-5 Tiger dengan callsign “Hiraks”.
Saat ini, dia menjabat Komandan Sekolah Staf dan Komando (Dansesko) TNI. Berbagai jabatan strategis pernah dijabat olehnya, di antaranya Komandan Lanud Iswahyudi (2017-2018), Kaskoopsau I (2018-2019), Staf Khusus KSAU (2019-2020).
Kemudian, Dirlambangja Puslaiklambangjaau (2020), Danseskoau (2020-2021), Panglima Komando Operasi Angkatan Udara III (2021-2022), Kepala Pusat Kelaikan, Keselamatan Terbang dan Kerja Angkatan Udara (Puslaiklambangjaau) pada 2022, serta Asisten Personel Panglima TNI (2022-2023).
2. Tedi Rizalihadi
Dikutip dari laman resmi TNI AU, Marsdya TNI Tedi Rizalihadi lahir di Rangkas Bitung, 18 Juli 1971. Dia lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) pada 1988. Setelah lulus SMA, Tedi mengikuti pendidikan di Akademi Angkatan Udara (AAU) sampai lulus pada 1991.
Tedi Rizalihadi adalah pemilik call sign atau tanda panggilan "Wombat". Dikutip dari akun Twitter TNI AU, callsign penerbang diambil dari nama hewan, tokoh, maupun lainnya. Callsign ini berlaku internasional.
Selama perjalanan kariernya, berbagai sekolah militer pernah diikuti. Dia mengenyam pendidikan di Sekolah Penerbang TNI AU Angkatan ke-46 tahun 1994, Sekolah Kesatuan Komando Angkatan Udara (Sekkau) Angkatan ke-67 tahun 2000.
Kemudian, Sekolah Instruktur Penerbang TNI AU Angkatan ke-51 tahun 2004, Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara (Seskoau) Angkatan ke-42 tahun 2005, Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan ke-42 tahun 2015, dan PPRA Lemhannas Angkatan ke-59 tahun 2019.
Sementara itu, beberapa jabatan yang pernah diduduki Penerbang Tempur Hawk ini di antaranya adalah Komandan Skadron 16 pada 2006, Kadisops Lanud Pekanbaru pada 2008, Kadispers Lanud Iswahyudi pada 2011, Kadisops Lanud Iswahyudi (2011), dan Danwing 3 Lanud Iswahyudi (2012).
Selain itu, Asops Kas Koopsau I (2013), Komandan Lanud Supadio (2014), Komandan Denma Mabesau (2016), Panglima Kosek II Makassar (2017), Komandan Lanud Adi Sucipto (2019).
Lalu, Kaskoopsau I (2019), Waasops Panglima TNI (2020), Pangkoopsau I (2021), Kaskoopsudnas (2022), Dankodiklatau (2022), dan Pangkoopsudnas (2023). Lulusan Institut Teknologi Bandung (1999) ini menikah dengan R. Sabaria dan dikaruniai dua orang anak yaitu M. Irfan Anugratama dan M. Ryan Rafi'uddin.
3. Tonny Harjono
Adapun Marsdya TNI Mohammad Tonny Harjono menjabat Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) II sesuai dengan Surat Keputusan Panglima TNI nomor Kep/1324/XI/2023.
Pria kelahiran Jakarta, 4 Oktober 1971 ini punya empat orang anak, yaitu Muhammad Haikal Rafi, Muhammad Hafiz Raihan, Assifa Thahira Putri, dan Muhammad Tristan Ramadita. Tonny merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 1993.
Berbagai sekolah militer lainnya yang pernah diikuti adalah Sekolah Penerbangan Angkatan ke-50 tahun 1996, Konversi F-16 tahun 1997, Sekolah Kesatuan Komando Angkatan Udara Angkatan ke-71, 2002, Sekolah Instruktur Penerbang Angkatan ke-50 tahun 2004.
Kemudian, Konversi KT-1 tahun 2005, Konversi Sukhoi tahun 2006, Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara Angkatan 45 tahun 2008, PPRA Lemhannas Angkatan ke-61 tahun 2020.
Berbagai jabatan yang pernah diemban Tonny Harjono antara lain, Kepala Ruang Operasi Lanud Hasanuddin tahun 2008, Komandan Skadron Udara 11 Wing 5 tahun 2009, Pabandya Sops Kas Koopsau II tahun 2011, Komandan Lanud Johanis Kapiyau tahun 2013.
Selanjutnya, Kadisops Lanud Hasanuddin tahun 2014, Ajudan Presiden Jokowi tahun 2014, Komandan Lanud Adi Sumarmo tahun 2016, Komandan Lanud Halim Perdanakusuma tahun 2018, Sesmilpres Kemsetneg tahun 2020, Dankodiklatau tahun 2022, Panglima Koopsudnas tahun 2022, dan kini menjabat Panglima Kogabwilhan II.
(rca)