Di Tugu Proklamasi, Masyarakat Penegak Konstitusi Sampaikan Mosi Tidak Percaya kepada Jokowi

Rabu, 06 Maret 2024 - 19:47 WIB
loading...
Di Tugu Proklamasi, Masyarakat Penegak Konstitusi Sampaikan Mosi Tidak Percaya kepada Jokowi
Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Penegak Konstitusi menyampaikan mosi tidak percaya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Foto/Giffar Rivana
A A A
JAKARTA - Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Penegak Konstitusi menyampaikan mosi tidak percaya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Aksi mereka digelar di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat Rabu (6/3/2024).

Koordinator aksi Danang Girindrawardana menjelaskan, latar belakang Masyarakat Penegak Konstitusi melakukan menyuarakan mosi tidak percaya itu karena Jokowi dianggap melakukan skenario sistematis pada Pemilu 2024.

"Satu per satu cita-cita reformasi dihancurkan oleh perilaku nepotisme. Korupsi, kolusi demi pelanggengan kekuasaan," kata Danang kepada wartawan.

Salah satu hal yang paling mendorong Masyarakat Penegak Konstitusi melakukan aksi mosi tidak percaya adalah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara 90/PUU-XXI/2023 yang menunjukkan adanya konflik kepentingan demi majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

"Terlebih lagi, diduga KPU belum menyesuaikan peraturan KPU terhadap putusan MK. Namun, sudah menerima pendaftaran paslon tertentu dengan peraturan KPU yang lama, masih mengatur batas usia capres dan cawapres 40 tahun," ucap Danang.

Berangkat dari permasalahan tersebut, Masyarakat Penegak Konstitusi mengeluarkan mosi tidak percaya kepada presiden. Mereka juga menembuskan mosi ini kepada Jokowi agar bisa mengingatkan presiden untuk memperbaiki sikap-sikapnya agar bisa kembali sebagal negarawan.

Berikut poin-poin yang mendorong Masyarakat Penegak Konstitusi mengeluarkan mosi tidak percaya.

1. Presiden sebagai Kepala Negara patut diduga melibatkan diri dalam konflik kepentingan demi meloloskan anak sulung Presiden Joko Widodo sebagai Cawapres 2024 melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi No 90 Tahun 2023 yang mengubah salah satu pasal dalam UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu); terkait dengan persyaratan Capres & Cawapres. Dari hal tersebut, Presiden patut diduga telah turut serta melakukan Tindakan Kolutif dan Nepotis, yang melanggar pasal 5 Ayat 4 UU No.28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme.

2. Presiden sebagai Kepala Negara patut diduga melakukan pembiaran atau tidak melakukan teguran atau tindakan apapun terhadap Pimpinan KPU yang dengan jelas melanggar Peraturan KPU tentang usia Capres Cawapres, seharusnya KPU terlebih dahulu menyesuaikan Peraturan KPU terhadap Putusan MK, namun sudah menerima pendaftaran Paslon tertentu dengan Peraturan KPU yang lama yang masih mengatur batas usia Capres dan Cawapres 40 tahun.

3. Presiden sebagai Kepala Negara patut diduga telah melalaikan tugas dan perannya dalam menjamin terselenggaranya Pemilu yang jujur dan adil, yaitu

a. Pembiaran terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Ketua dan Anggota KPU yang telah divonis beberapa kali oleh DKPP, meskipun dalam hal ini terdapat kewenangan Presiden sebagaimana tercantum pada pasal 37 Ayat 2 butir b, UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.

b. Pembiaran terhadap manipulasi data dan pembohongan publik vang diduga dilakukan oleh KPU dalam tayangan rekapitulasi SIREKAP secara tidak akurat den berubah-ubah sehingga menimbulkan kegaduhan dan ketidakpercayaan publik. (Referensi: Ribuan laporan publik terkait perbedaan data suara yang ditampilkan oleh SIREKAP secara berbeda dengan foto C1 Hasil).

c. Pembiaran terhadap adanya instruksi KPU kepada seluruh KPUD Provinsi secara berjenjang kepada KPUD Kabupaten Kota untuk menghentikan rekapitulasi suara secara manual pada tanggal 18 sampai dengan 20 Februari 2024, dimana hal ini melanggar UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. (Referensi salah satu contoh adalah Surat Edaran KPUD Kota Tangerang, Banten, Nomor 316/PL.01-SD/3671/2024).

4. Presiden bersama sama oknum Pembantu Presiden patut diduga telah melakukan rangkaian tindakan penyimpangan APBN dalam bentuk realokasi atau mengubah anggaran yang diduga dipergunakan untuk belanja barang dan jasa Bansos (bantuan sosial) sebesar kurang lebih 500 trilyun, tanpa melalui persetujuan DPR RI, yang mana hal ini adalah melanggar ketentuan UU Nomor 19 Tahun 2023 Tentang APBN Tahun Anggaran 2024 dan UU Nomor 28 Tahun 2022 Tentang APBN Tahun Anggaran 2023.

5. Presiden dan atau oknum Pembantu Presiden, oknum Aparatur Pemerintah Pusat dan Daerah patut diduga telah melakukan penyimpangan dalam pembagian Bansos (bantuan sosial) untuk kepentingan politik yang dilakukan pada waktu bersamaan dengan kampanye Pilpres dan Pileg 2024 yang nampak diarahkan pada wilayah wilayah yang sarat dengan kepentingan politik dengan mengabaikan data sosial ekonomi Kementerian Sosial, dan nampak melakukan manipulasi bantuan sosial yang seharusnya adalah bagian dari kewajiban negara untuk masyarakat kurang mampu.

6. Presiden patut diduga melanggar asas netralitas, dan melakukan pembiaran pelanggaran yang dilakukan oleh oknum Pembantu Presiden atau Aparat Pemerintah Pusat dan Daerah, dengan menggunakan pengaruh dan kewenangannya untuk pemenangan anak anak Bapak Joko Widodo dalam Pilpres dan Pileg 2024.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1622 seconds (0.1#10.140)