Idrus Marham Menteri Pertama di Era Jokowi Jadi Tersangka KPK
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan Idrus Marham selaku Menteri Sosial era Kabinet Kerja kurun 17 Januari-24 Agustus 2018 sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan kesepakatan kontrak kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan, setelah dilakukan pengembangan penyidikan terhadap dua tersangka kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerjasama proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau 1 atau PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2 x 300 megawatt di Provinsi Riau kemudian dibuka penyelidikan baru sejak beberapa pekan lalu.
Berikutnya dilakukan gelar perkara (ekspose) dengan sejumlah alat bukti. Seingat Basaria ekspose terakhir sekitar satu atau dua hari sebelum Selasa (21/8).
Dari ekspose tersebut, Basaria menegaskan, kemudian KPK memastikan ada sejumlah fakta baru dan bukti permulaan yang berupa keterangan saksi, surat, hingga petunjuk sehingga ditetapkan penyidikan baru. Bersamaan dengan itu KPK memutuskan Idrus sebagai tersangka ketiga.
"KPK menetapkan IM (Idrus), Menteri Sosial sebagai tersangka. IM diduga bersama-sama dengan tersangka penerima EMS selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR. Sprindik (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) ditandatangani pimpinan tanggal 21 Agustus lalu. Kita tidak permasalahkan posisi IM sebagai apakah ketua atau menteri atau sekjen saat itu. Karena tidak berdiri sendiri, IM bersama atau membantu EMS," tegas Basaria saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (24/8/2018) malam.
Untuk memenuhi hak Idrus sebagai tersangka, tutur Basaria, KPK sudah mengirimkan dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Idrus. SPDP sudah diterima Idrus pada Kamis (23/4) sore. Meski begitu KPK tidak memberikan tembusan SPDP ke atasan Idrus yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Basaria, KPK tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan tembusan SPDP ke Presiden.
"Kemudian SPDP apakah diterima Presiden, kebetulan yang bersangkutan (Idrus) sebagai kepala (Menteri) maka langsung ke yang bersangkutan," paparnya.
Basaria membeberkan, dua tersangka sebelumnya yakni tersangka penerima suap Rp4,8 miliar Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan tersangka pemberi suap, pemilik saham BlackGold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Basaria menggariskan, perbuatan Idrus diduga dilakukan dalam kapasitas lintas tiga jabatan yakni Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Plt Ketua Umum DPP Partai Golkar, hingga Menteri Sosial.
"Perbuatan IM secara bersama-sama, pembantuan, dan berlanjut. Atas perbuatannya, IM disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHPidana atau Pasal 56 Ayat (2) KUHPidana jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana," tegasnya.
Secara keseluruhan Idrus memiliki tiga peran utama. Pertama, Idrus mengetahui dan memiliki andil dalam penerimaan uang tersangka Eni dari Kotjo dalam tiga tahap yakni Rp4 miliar yang diterima Eni sekitar November-Desember 2017 serta sekitar Maret dan Juni 2018 diduga Eni menerima Rp2,25 miliar.
(Baca juga: Jokowi Puji Langkah Idrus Mundur demi Hadapi Kasus Hukum)
Kedua, Idrus juga diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan Purchase Power Agreement (PPM) atau jual beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau-1.
"Selain itu, IM juga diduga telah menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah EMS (Eni) yakni sebesar USD1,5 juta yang dijanjikan JBK apabila PPA Proyek PLTU Riau-1 berhasil dilaksanakan oleh JBK (Kotjo) dan kawan-kawan. Janji itu akan diterima setelah JBK dan kawan-kawan mengerjakan proyek," bebernya.
Mantan staf ahli Kapolri Bidang Sosial Politik ini mengungkapkan, ada beberapa hal yang akan dilakukan KPK selepas penetapan Idrus sebagai tersangka. Salah satu di antaranya adalah mengirimkan surat permintaan pencegahan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Hanya saja Basaria mengaku lupa kapan surat pencegahan atas nama Idrus diterbitkan. "Untuk pencegahan tersangka IM kayaknya sudah. Saya lupa kapan," imbuhnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, selepas pengumuman penetapan Idrus Marham sebagai tersangka maka ada beberapa hal yang dilakukan. Pertama, akan dilakukan pemanggilan saksi-saksi untuk tersangka Idrus. Kedua, KPK akan memanggil dan memeriksa Idrus sebagai tersangka.
"Penyidikan kan baru dimulai, pemanggilan saksi-saksi dan tersangka tentu akan dilakukan. Kapan waktunya dan untuk nama-nama saksi tentu belum bisa disampaikan saat ini. Akan disesuaikan dengan kebutuhan penyidikan," ucap Febri.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan, setelah dilakukan pengembangan penyidikan terhadap dua tersangka kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerjasama proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau 1 atau PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2 x 300 megawatt di Provinsi Riau kemudian dibuka penyelidikan baru sejak beberapa pekan lalu.
Berikutnya dilakukan gelar perkara (ekspose) dengan sejumlah alat bukti. Seingat Basaria ekspose terakhir sekitar satu atau dua hari sebelum Selasa (21/8).
Dari ekspose tersebut, Basaria menegaskan, kemudian KPK memastikan ada sejumlah fakta baru dan bukti permulaan yang berupa keterangan saksi, surat, hingga petunjuk sehingga ditetapkan penyidikan baru. Bersamaan dengan itu KPK memutuskan Idrus sebagai tersangka ketiga.
"KPK menetapkan IM (Idrus), Menteri Sosial sebagai tersangka. IM diduga bersama-sama dengan tersangka penerima EMS selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR. Sprindik (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) ditandatangani pimpinan tanggal 21 Agustus lalu. Kita tidak permasalahkan posisi IM sebagai apakah ketua atau menteri atau sekjen saat itu. Karena tidak berdiri sendiri, IM bersama atau membantu EMS," tegas Basaria saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (24/8/2018) malam.
Untuk memenuhi hak Idrus sebagai tersangka, tutur Basaria, KPK sudah mengirimkan dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Idrus. SPDP sudah diterima Idrus pada Kamis (23/4) sore. Meski begitu KPK tidak memberikan tembusan SPDP ke atasan Idrus yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Basaria, KPK tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan tembusan SPDP ke Presiden.
"Kemudian SPDP apakah diterima Presiden, kebetulan yang bersangkutan (Idrus) sebagai kepala (Menteri) maka langsung ke yang bersangkutan," paparnya.
Basaria membeberkan, dua tersangka sebelumnya yakni tersangka penerima suap Rp4,8 miliar Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan tersangka pemberi suap, pemilik saham BlackGold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Basaria menggariskan, perbuatan Idrus diduga dilakukan dalam kapasitas lintas tiga jabatan yakni Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Plt Ketua Umum DPP Partai Golkar, hingga Menteri Sosial.
"Perbuatan IM secara bersama-sama, pembantuan, dan berlanjut. Atas perbuatannya, IM disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHPidana atau Pasal 56 Ayat (2) KUHPidana jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana," tegasnya.
Secara keseluruhan Idrus memiliki tiga peran utama. Pertama, Idrus mengetahui dan memiliki andil dalam penerimaan uang tersangka Eni dari Kotjo dalam tiga tahap yakni Rp4 miliar yang diterima Eni sekitar November-Desember 2017 serta sekitar Maret dan Juni 2018 diduga Eni menerima Rp2,25 miliar.
(Baca juga: Jokowi Puji Langkah Idrus Mundur demi Hadapi Kasus Hukum)
Kedua, Idrus juga diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan Purchase Power Agreement (PPM) atau jual beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau-1.
"Selain itu, IM juga diduga telah menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah EMS (Eni) yakni sebesar USD1,5 juta yang dijanjikan JBK apabila PPA Proyek PLTU Riau-1 berhasil dilaksanakan oleh JBK (Kotjo) dan kawan-kawan. Janji itu akan diterima setelah JBK dan kawan-kawan mengerjakan proyek," bebernya.
Mantan staf ahli Kapolri Bidang Sosial Politik ini mengungkapkan, ada beberapa hal yang akan dilakukan KPK selepas penetapan Idrus sebagai tersangka. Salah satu di antaranya adalah mengirimkan surat permintaan pencegahan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Hanya saja Basaria mengaku lupa kapan surat pencegahan atas nama Idrus diterbitkan. "Untuk pencegahan tersangka IM kayaknya sudah. Saya lupa kapan," imbuhnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, selepas pengumuman penetapan Idrus Marham sebagai tersangka maka ada beberapa hal yang dilakukan. Pertama, akan dilakukan pemanggilan saksi-saksi untuk tersangka Idrus. Kedua, KPK akan memanggil dan memeriksa Idrus sebagai tersangka.
"Penyidikan kan baru dimulai, pemanggilan saksi-saksi dan tersangka tentu akan dilakukan. Kapan waktunya dan untuk nama-nama saksi tentu belum bisa disampaikan saat ini. Akan disesuaikan dengan kebutuhan penyidikan," ucap Febri.
(maf)