Anomali Suara Partai Tertentu Meroket, Roy Suryo Ungkap Hal Mencengangkan

Minggu, 03 Maret 2024 - 11:13 WIB
loading...
Anomali Suara Partai Tertentu Meroket, Roy Suryo Ungkap Hal Mencengangkan
Pakar telematika, Roy Suryo merespons anomali atau keanehan tidak logis terhadap suara partai tertentu yang mendadak meroket. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pakar telematika, Roy Suryo merespons anomali atau keanehan tidak logis terhadap suara partai politik tertentu yang mendadak meroket. Sebab kata dia, bukannya ekonomi yang meroket seiring dengan naiknya harga bahan-bahan pokok belakangan ini.

"Namun justru perolehan angka segelintir partai malahan yang justru meroket, sementara partai lainnya tampak landai-landai saja," kata Roy Suryo dalam keterangannya, Minggu (3/3/2024).

Kata meroket diungkapkan Roy Suryo, memang kata yang legendaris, mengingatkan pada janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat awal-awal berkuasa dahulu.

"Saat itu (2015) di depan banyak jurnalis, kalimatnya adalah "Sekarang Juni, Juli, nanti mulai agak meroket itu September, Oktober. Wuh, Nanti pas November Desember itu begini (sambil memperagakan tangan yang bergerak menunjuk ke atas," ungkap Roy.



"Walhasil saat itu ekonomi kita tidak pernah meroket bahkan hingga sekarang, tidak pernah ada pernyataan maaf atau minimal penyesalan atas kalimat yang lebay dan tidak pernah terbukti tersebut," sambungnya.

Pria kelahiran Yogyakarta, 18 Juli 1968 ini menegaskan, namun sekarang kata meroket itu memang benar-benar sedang terjadi pada perolehan partai tertentu, seperti PSI dan Partai Gelora.

Menurutnya, ini menunjukkan akselerasi yang luar biasa cepat dan tajam dibandingkan dengan perolehan partai-partai lainnya yang cenderung landai atau bahkan stagnan.

"Hal ini memang aneh, sebab kecenderungan/tren pergerakan perolehan partai biasanya masih akan berjalan serempak mengikuti pola perolehan yang sudah ada. Bahwa ada satu dua yang kemungkinan saling fluktuatif bisa dimaklumi, namun jarang atau bahkan tidak mungkin hanya partai tertentu saja yang naik, sedangkan lainnya tidak," tuturnya.

Kata Roy, pandangan ini senada dengan yang disampaikan Burhanuddin Muhtadi, yang selama ini dikenal sebagai Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, sampai-sampai yang bersangkutan mengatakan "Saya tidak paham" (anomali ini).

"Ini menarik dan perlu dicermati, sebab kalau saja sampai seorang profesor tokoh Lembaga Survei terkenal yang selama ini sudah banyak makan asam garam soal statistik saja tidak paham, terus siapa sebenarnya yang paham atas anomali tersebut?" jelasnya.

"Dengan kata lain, anomali ini di luar batas kewajaran alias merupakan sebuah "hil yang mustahal" kalau meminjam istilah dari Pelawak Almarhum Asmuni Srimulat untuk menunjukkan sebuah hal yang mustahil," tambahnya.

Berikut penjelasan mencengangkan Roy Suryo menanggapi fenomena meroketnya suara partai tertentu, yakni:

Penjelasannya adalah biasanya (dan memang sudah menjadi kelaziman sebuah hasil nyata dari perhitungan suara), kalau data yang masuk sudah di atas 60 persen bahkan 70 persen, maka volatilitas yang terjadi tidak akan bisa ekstrem, artinya pergerakan angka yang diperoleh akan cenderung "serempak" dan bergerak bersama (satu naik, lainnya pum ikut naik, meski masih dalam simpangan margin error).

Sangat jarang atau bahkan mustahil bilamana ada 1 atau 2 saja yang mendadak naik tajam, sedangkan yang lain melandai atau bahkan stagnan.

Volatilitas adalah ukuran perubahan statistik dalam periode tertentu. Sebutan lain untuk volatilitas adalahmood, karena volatilitas dapat digunakan sebagai acuan untuk memperkirakan peluang maupun risiko, namun tetap bukan patokan yang pasti.

Dalam hal ini, volatilitas erat kaitannya dengan beta dan deviasi standar. Seringkali Volatilitas dipakai dalam dunia Saham, karena bisa menjadi acuan. Volatilitas saham adalah hasil perhitungan deviasi standar tahunan yang ditujukan untuk mengukur risiko saham pada periode berikutnya.

Bila dicermati, partai yang paling banyak mengalami peningkatan perolehan yg tidak wajar ini adalah PSI. Partai yang dalam berbagai iklan baik cetak maupun elektronik mengklaim "Partainya Bapaknya Ketumnya" ini memang sangat fenomenal.

Dimulai dari penunjukkan Ketuanya dari Anggota yang baru bergabung dua hari saja, Pelaporan Pengeluaran Keuangan Partai yang sempat dipertanyakan (karena samasekali tdak wajar, hanya ratusan ribu rupiah dari masifnya iklan di berbagai media), dan sebagainya.

Secara detail, Pada tanggal 15/2/24 Suara PSI masih 2.68 persen. Namun tanggal 1/3/2024 Suara PSI sudah 3.02 persen. Bahkan ketika Pukul 10.00 WIB mencapai 2.319.968 atau sekitar 3.03 persen, kemudian Pukul 16.00 WIB sudah 2.393.774 (bertambah 83.343) alias sudah 3.12 persen.

Pertambahan jumlah 83 ribu ini hanya dari 110 TPS ini saja sudah tidak masuk akal sehat, sebab jika dihitung (83.343 dibagi 110, maka perolehan PSI ditiap TPS mencapai 757 lebih, padahal 1 TPS rata2 hanya berisi 250 sd 300 suara saja).

Hal ini juga diakibatkan karena sistem "Automatic cutter" di tiap TPS yg seharusnya hanya 250 sd 300 tsb (sengaja?) dihilangkan di Sirekap, sehingga perolehannya bisa tidak wajar, Ratusan hingga bahkan ada yang Ribuan untuk 1 TPS saja.

Sulit dimengerti memang bila hal ini hanya semata-mata dianggap sebagai sebuah kesalahan teknis belaka, karena pola yang berjalan bisa disebut terjadi secara TSM (Terstruktur Sistematis Masif) karena saling terkait dan mendukung.

Belum lagi kalau melihat modus lain yang terjadi, misalnya ada Partai lain yg justru dikurangi suaranya, ini benar-benar tidak bisa disebut sebagai sebuah kebetulan semata.

Apakah hal di atas terjadi katena ingin memaksakan "janji" yang diucapkan di iklan-iklan elektroniknya? Bisa saja terjadi. Karena sebagaimana diketahui bersama dan sudah menjadi Rahasia Umum, salahsatu Narasi di Iklan elektroniknya tersebut (selain "menang, pasti menang") adalah "Di 2024 masuk Senayan".

Artinya batas Parliamentary Threshold sebesar 4 persen mau tidak mau harus dilewati agar tidak malu karena telanjur diucapkannya secara Terstuktrur kemarin. Pembuatan iklan elektronik yang Masif ditayangkan di banyak media elektronik tsb tentu juga bukan merupakan hal yang kebetulan, pasti sudah dirancang secara Sistematis karena menyangkut Pejabat Negara yang digunakan dalam sosok Iklannya.

Kesimpulannya, Anomali ini terjadi secara Tidak Wajar dan Sulit dimengerti oleh Akal Orang Waras (apalagi sekelas Profesor yang sampai "tidak paham" di atas). Terlebih "didukung" oleh karut marutnya Sirekap yang menambah peluang hal tersebut terjadi, oleh karenanya statement saya tetap tegas dan tidak berubah.

Segera audit forensik IT KPU dan sekaligus Audit Investigatif Sirekap, karena jika Auditornya Independen dan Terpercaya, pasti akan menemukan "backdoor" yang sudah selama ini disebut-sebut sebagai hal teknis yang menjadi dapat dimanfaatkan secara politik.

Sebab jika KPU menolak Audit tsb, jelas-jelas telah terjadi Pelanggaran serius terhadap Undang-Undang (UU) KIP (Keterbukaan Infornasi Publik) Nomor 14/2008, selain UU PDP (Pelindungan Data Pribadi) Nomor 27/2022 saat diketahui bahwa Data2 yang disimpan sempat ditaruh dalam Cloud milik Aliyun Computing Alibaba.com Singapore (sebelum dipindah diam-diam) ke Indonesia.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1833 seconds (0.1#10.140)