Partai Perindo Minta Pemilu Diulang, Dosen UI: Dimungkinkan jika Ada Putusan Pengadilan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini angkat bicara terkait Partai Perindo yang menuntut pemilu ulang karena menilai Pemilu 2024 banyak kecurangan. Titi menilai pemilu ulang memungkinkan untuk dilaksanakan tetapi harus dengan putusan pengadilan.
Titi Anggraini mengatakan, konsep pemilu ulang itu hanya dimungkinkan jika ada putusan pengadilan yang menyatakan proses tahapan pemilu diulang dari awal kembali. Sedangkan konsep yang dikenal dalam UU Nomor 7 Tahun 2023 Tentang Pemilu adalah pemungutan suara ulang, penghitungan suara ulang, pemilu lanjutan atau pemilu susulan.
Pemilu lanjutan atau susulan dalam kondisi terjadi bencana alam dan gangguan keamanan atau faktor force major yang membuat seluruh tahapan pemilu di suatu tempat tidak bisa berjalan. Sementara, pemilu ulang, biasanya dalam praktik itu pun di pilkada, harus dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berwenang menyelesaikan perselisihan hasil pemilu.
Tetapi kalau kemudian tuntutan itu berangkat dari misalnya keberatan dari partai politik, lalu disampaikan kepada Bawaslu, itu tidak pernah terjadi dan tidak ada nomenklaturnya dalam UU Pemilu.
"Jadi betul sekali yang disampaikan Pak Ray Rangkuti, kalau pemilu ulang dalam konteks kepemiluan kita, artinya tahapannya mulai dari awal. Tapi kalau pemungutan suara ulang, berarti yang diulang itu hanya pemungutan suaranya. Ini yang harus jelas, yang mana dulu. Kalau pemilu ulang, berarti tahapannya betul-betul diulang dari awal," kata Titi.
Artinya, kata dia, dalam pemilu ulang dari penyusunan peraturan teknis, pemutakhiran data pemilih, dan seterusnya dimulai dari awal. Kalau pemungutan suara ulang, harus dilakukan di 823.236 tempat pemungutan suara (TPS) karena faktor-faktor yang memenuhi syarat untuk dilakukannya PSU.
"Tapi PSU hanya bisa dalam situasi hari ini apabila ada rekomendasi dari Bawaslu atau ada putusan pengadilan dalam hal ini Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan untuk itu," ujar Titi.
Titi kembali menegaskan, dalam kondisi saat ini, pemilu ulang tidak dimungkinkan untuk dilaksanakan jika tidak ada putusan pengadilan yang secara eksplisit memerintahkan untuk itu.
Titi Anggraini mengatakan, konsep pemilu ulang itu hanya dimungkinkan jika ada putusan pengadilan yang menyatakan proses tahapan pemilu diulang dari awal kembali. Sedangkan konsep yang dikenal dalam UU Nomor 7 Tahun 2023 Tentang Pemilu adalah pemungutan suara ulang, penghitungan suara ulang, pemilu lanjutan atau pemilu susulan.
Pemilu lanjutan atau susulan dalam kondisi terjadi bencana alam dan gangguan keamanan atau faktor force major yang membuat seluruh tahapan pemilu di suatu tempat tidak bisa berjalan. Sementara, pemilu ulang, biasanya dalam praktik itu pun di pilkada, harus dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berwenang menyelesaikan perselisihan hasil pemilu.
Tetapi kalau kemudian tuntutan itu berangkat dari misalnya keberatan dari partai politik, lalu disampaikan kepada Bawaslu, itu tidak pernah terjadi dan tidak ada nomenklaturnya dalam UU Pemilu.
"Jadi betul sekali yang disampaikan Pak Ray Rangkuti, kalau pemilu ulang dalam konteks kepemiluan kita, artinya tahapannya mulai dari awal. Tapi kalau pemungutan suara ulang, berarti yang diulang itu hanya pemungutan suaranya. Ini yang harus jelas, yang mana dulu. Kalau pemilu ulang, berarti tahapannya betul-betul diulang dari awal," kata Titi.
Artinya, kata dia, dalam pemilu ulang dari penyusunan peraturan teknis, pemutakhiran data pemilih, dan seterusnya dimulai dari awal. Kalau pemungutan suara ulang, harus dilakukan di 823.236 tempat pemungutan suara (TPS) karena faktor-faktor yang memenuhi syarat untuk dilakukannya PSU.
"Tapi PSU hanya bisa dalam situasi hari ini apabila ada rekomendasi dari Bawaslu atau ada putusan pengadilan dalam hal ini Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan untuk itu," ujar Titi.
Titi kembali menegaskan, dalam kondisi saat ini, pemilu ulang tidak dimungkinkan untuk dilaksanakan jika tidak ada putusan pengadilan yang secara eksplisit memerintahkan untuk itu.
(rca)