Saksi Sebut BPPN Lembaga Spesial Selesaikan Masalah BLBI

Jum'at, 17 Agustus 2018 - 10:12 WIB
Saksi Sebut BPPN Lembaga Spesial Selesaikan Masalah BLBI
Saksi Sebut BPPN Lembaga Spesial Selesaikan Masalah BLBI
A A A
JAKARTA - Mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Bambang Kesowo mengatakan Badan Penyehatan Perbankan Nasional(BPPN) merupakan lembaga spesial yang dirancang khusus untuk menyelesaikan persoalan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Hal tersebut lantaran BPPN memiliki kewenangan khusus sebagaimana digariskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 1999 yang dirubah dengan Nomor 47 Tahun 2001.

"Menurut pandangan saya, saya ditanya waktu itu faktanya spesialis, saya jawab ya (Spesialis) karena dirancang khusus," katanya saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Bungur, Jakarta, Kamis 16 Agustus 2018.

"Kewenangan lebih rinci itu sebetulnya lebih bersifat khusus. Wong sebetulnya bisa mengambil alih RUPS, kewenangan direksi-direksi bagi bank-bank, sampai sedimikian rupa. Betapa keadaannya sangat serius pada satu titik dan betapa desain untuk membuat bab untuk menangani itu memang by desaign, diniati betul (pembentukan BPPN)," imbuhnya.

Saksi menjelaskan bahwa rancangan pembentukan BPPN oleh pemerintah dan DPR dilatar belakangi untuk mengambil langkah penyehatan perbankan yang ketika itu terkena imbas gejolak krisis yang sangat luar biasa.

"Ketika itu bersama-sama DPR disepakati harus ada satu cara yang lebih keras dan lebih pamungkas melalui penambahan pasal 37 A. Sudah lah kita bentuk badan khusus (BPPN) untuk segera menyelesaikan badan ini (BLBI), Ini yang sebetulnya dalam sejarah kita itu baru," ujarnya.

Ihwal penyelesaian hutang BLBI melalui out court settlement atau di luar pengadilan, kata dia, didasarkan pada perjanjian awal yang dilakukan Bank Indonesia kepada bank penerima Bantuan Likuiditas yakni perjanjian Perdata, maka kewajiban yang paling utama adalah mengembalikan piutang.

"Mekanismenya karena dasarnya BI dan bank itu perdata (perjanjian perdata), Maka penyelesaian itu (Perdata) lebih diutamakan dan pengembalian untuk memperoleh dana atau aset-aset yang dianggap bisa menjadi dana itu yang menjadi prioritas," jelasnya.

"Ini yang digariskan juga di dalam Peraturan pemerintahnya itu. Itu arahnya demikian. jadi memang desain untuk membuat badan khusus (BPPN) dan untuk menyelesaikan persoalan yang khusus itu, saya katakan Itu by desain, diniati betul," imbuhnya.

(Baca juga: KPK Didesak Buru Bankir Penikmat BLBI)

Selain itu, Saksi juga mengatakan bahwa penyelesaian di luar persidangan, kata dia merupakan suatu 'spesialisnya' lembaga BPPN. Bahkan pemerintah ketika itu telah memikirkan dan mempertimbangkan penyelesaian tersebut dengan berbagai akibat dan konsekuensinya.

"Pemerintah berpikirnya gimana menyelesaikan krisis secepat-cepatnya. (Agar) bisa mendapatkan kembali kekayaan yang dulu di pinjamkan. Pemerintah juga punya wajah privat. Ketika dia berwajah privat pemerintah juga punya rasa takut kalah. Jangan-jangan nanti upaya mendapatkan ini tidak sepenuhnya karena ada kemungkinan kalah. Karena wajah perdata ini tadi (penyelesaian perdata) Jadi gimana caranya supaya bisa (mengembalikan dengan) cepat," tegasnya.

Selain memikirkan kecepatan, kata dia, pemerintah juga memikirkan efektifitas penyelesaian hutang BLBI saat dibentuknya BPPN.

Hal tersebut didasarkan pada penambahan Pasal 37 Huruf A UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dan PP Nomor 17 Tahun 1999 yang dirubah dengan Nomor 47 Tahun 2001.

"Bukan hanya persoalan kecepatan saja tetapi juga efektiftas, ini dipikirkan dan dijadikan pertimbangan dan ini sebenarnya dimungkinkan ketika desain dalam Pasal 37 tambahan a kalau tidak keliru undang-undang perbankan dengan sadar mendesain kalau ada penyelesaian ke arah seperti itu. Ketika seperti meminta, memungkinkan dan ini diperkuat dalam PP 17 untuk mewujudkan badan khusus itu untuk mengambil langkah-langkah yang karakternya perdata sekali," katanya.

Dia kembali menegaskan bahwa dipilihnya penyelesaian diluar pengadilan merupakan hal yang paling tepat dan sudah dipikirkan jauh-jauh hari oleh pemerintah.

"Itu jalan paling tepat dan dipikirkan untuk bisa memperoleh kembali kekayaan negara yang dulu dipinjamkan. Itu sebabnya disamping masalah dana-dana yang sifatnya kontan, aset yang likuid pun kalau bisa cepat diambil dan bisa segera di uangkan. Tetapi walaupun diberi batas pada waktu itu untuk bisa menjualnya. Kalau tidak salah 1 Triliun," ungkapnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5813 seconds (0.1#10.140)