Polemik Pemberian Pangkat Jenderal Kehormatan Prabowo, Dahnil Anzar: Suka Tidak Suka Hal Biasa

Rabu, 28 Februari 2024 - 10:49 WIB
loading...
Polemik Pemberian Pangkat Jenderal Kehormatan Prabowo, Dahnil Anzar: Suka Tidak Suka Hal Biasa
Presiden Jokowi resmi memberikan Kenaikan Pangkat Secara Istimewa Jenderal TNI Kehormatan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri yang digelar di Markas Besar (Mabes) TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu (28/2/2024). FOT
A A A
JAKARTA - Juru Bicara Menteri Pertahanan (Menhan) Dahnil Anzar Simanjuntak menanggapi santai pro-kontrak rencana pemberian kenaikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Dahniel, dalam sebuah tindakan pemerintah, maka akan ada yang suka dan tidak suka.

"Ya tidak apa-apa. Ada yang suka dan ada yang tidak, itu hal biasa," kata Dahnil saat dikonfirmasi, Rabu (28/2/2024).

Menurut Dahniel, pemberian pangkat Jenderal Kehormatan sesuai dengan UU No 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Hal yang sama juga pernah diperoleh oleh Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Luhut Binsar Pandjaitan, AM Hendropriyono, dan lainnya. Alasan pemberian tanda kehormatan berupa jenderal penuh tersebut lantaran Prabowo dinilai telah berdedikasi dan berkontribusi selama ini di dunia militer dan pertahanan.



"Oleh sebab itu, Pak Prabowo diputuskan Mabes TNI diusulkan kepada Presiden untuk diberikan jenderal penuh dan insya Allah besok Pak Prabowo menerima tanda kehormatan kenaikan pangkat tersebut di Mabes TNI," ujarnya.

Sebelumnya, Amnesty Internasional mengkritisi pemberian kenaikan pangkat Jenderal TNI Kehormatan kepada Prabowo Subianto. Amnesty Internasional berpendapat pangkat kehormatan militer kepada Prabowo menunjukkan bahwa presiden sepertinya memiliki pertimbangan di luar perspektif hak asasi manusia (HAM). Padahal, kata dia, seperti yang diketahui secara umum, Prabowo punya sederet masalah HAM di Tanah Air.

"Prabowo memiliki karir politik yang kontroversial terkait pelanggaran HAM di masa lalu, seperti dalam operasi militer di Timor Timur dan Papua hingga penculikan aktivis pro demokrasi pada tahun 97/98," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid, Selasa (27/2/2024).



Menurut aktivis HAM ini, sampai sekarang tidak ada upaya dari negara melakukan penyelidikan independen untuk mengusut tuntas pelanggaran HAM masa lalu itu dan membawa pelakunya, dalam hal ini Prabowo, ke proses hukum yang adil. "Pelaku pelanggaran HAM berat seharusnya diinvestigasi dan diadili dengan seadil-adilnya di pengadilan umum secara terbuka dan independen," kata Usman.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1337 seconds (0.1#10.140)