Yusuf Lakaseng Perindo: Kejanggalan Sirekap Buat Kecurigaan, Bisa Timbulkan Kekacauan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polemik timbul setelah ada kejanggalan di Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU) seperti hilangnya atau tertutupnya formulir model C1 Plano atau catatan hasil penghitungan suara Pemilu 2024.
Ketua DPP Bidang Politik Partai Perindo Yusuf Lakaseng mengaku sama sekali tidak mengerti mengapa Sirekap ini begitu membingungkan karena berbeda hasilnya dengan di lapangan.
"Menimbulkan mispersepsi dan kekacauan seperti ini, padahal di lapangan sih nggak ada masalah," ujar Yusuf dalam program iNews Room, Senin (26/2/2024).
Sampai sekarang proses penghitungan suara berjenjang terus berjalan. Untuk tahapan jika di tingkat kecamatan sudah, setelah selesai kecamatan akan naik lagi ke tingkat kabupaten/kota seterusnya dan provinsi sampai di pusat.
"Tapi yang menimbulkan kecurigaan ini adalah angka yang berubah di Sirekap. Saya pribadi nih misalnya Caleg DPRD di Sulawesi Tengah, pada tanggal 18 perolehan saya tercatat 11.700 sekian, tapi sehari setelahnya langsung berubah jadi 7.000 kemudian 6.000," ungkapnya.
Sehingga, ada kecurigaan bahwa jangan-jangan memang Sirekap ini merupakan satu alat kecurangan karena terbukti ketika sedang bermasalah dihentikan proses rekapitulasi di tingkat kecamatan.
"Kita tahu sendiri kalau dihentikan seperti itu banyak 'setan' yang akan menggerogoti kotak suara itu yang nantinya akan terjadi kecurangan secara sistematis," kata Yusuf.
Padahal, yang diharapkan sebelumnya adalah Sirekap menjadi alat bantu untuk akuntabilitas dan transparansi hasil pemilu agar kemudian publik bisa memantau, melihat, dan mengetahui sehingga ini betul-betul pemilu yang berintegritas. "Tapi, yang kita dapatkan malah sebaliknya," ucapnya.
Dari tim internal, Yusuf mengaku hasil suara masih beragam karena di dalam tubuh partai sedang masa rekapitulasi juga karena berdasarkan C hasil tersebut. Tetapi, saksi Perindo juga ada di setiap penghitungan berjenjang mulai dari TPS sampai di pusat.
"Makanya menurut kita sih kalau Sirekap bermasalah, menimbulkan kekacauan begini mendingan dia di take down saja nggak usah dipake karena toh setiap partai punya saksi di setiap penghitungan berjenjang manual yang dibikin KPU," ujarnya.
Ketua DPP Bidang Politik Partai Perindo Yusuf Lakaseng mengaku sama sekali tidak mengerti mengapa Sirekap ini begitu membingungkan karena berbeda hasilnya dengan di lapangan.
"Menimbulkan mispersepsi dan kekacauan seperti ini, padahal di lapangan sih nggak ada masalah," ujar Yusuf dalam program iNews Room, Senin (26/2/2024).
Sampai sekarang proses penghitungan suara berjenjang terus berjalan. Untuk tahapan jika di tingkat kecamatan sudah, setelah selesai kecamatan akan naik lagi ke tingkat kabupaten/kota seterusnya dan provinsi sampai di pusat.
"Tapi yang menimbulkan kecurigaan ini adalah angka yang berubah di Sirekap. Saya pribadi nih misalnya Caleg DPRD di Sulawesi Tengah, pada tanggal 18 perolehan saya tercatat 11.700 sekian, tapi sehari setelahnya langsung berubah jadi 7.000 kemudian 6.000," ungkapnya.
Sehingga, ada kecurigaan bahwa jangan-jangan memang Sirekap ini merupakan satu alat kecurangan karena terbukti ketika sedang bermasalah dihentikan proses rekapitulasi di tingkat kecamatan.
"Kita tahu sendiri kalau dihentikan seperti itu banyak 'setan' yang akan menggerogoti kotak suara itu yang nantinya akan terjadi kecurangan secara sistematis," kata Yusuf.
Padahal, yang diharapkan sebelumnya adalah Sirekap menjadi alat bantu untuk akuntabilitas dan transparansi hasil pemilu agar kemudian publik bisa memantau, melihat, dan mengetahui sehingga ini betul-betul pemilu yang berintegritas. "Tapi, yang kita dapatkan malah sebaliknya," ucapnya.
Dari tim internal, Yusuf mengaku hasil suara masih beragam karena di dalam tubuh partai sedang masa rekapitulasi juga karena berdasarkan C hasil tersebut. Tetapi, saksi Perindo juga ada di setiap penghitungan berjenjang mulai dari TPS sampai di pusat.
"Makanya menurut kita sih kalau Sirekap bermasalah, menimbulkan kekacauan begini mendingan dia di take down saja nggak usah dipake karena toh setiap partai punya saksi di setiap penghitungan berjenjang manual yang dibikin KPU," ujarnya.
(jon)