Membawa Mahar Politik ke Tempat Terang
loading...
A
A
A
Meskipun di dalam UU Pilkada sudah ada larangan baik kepada partai maupun kepada bakal calon kepala daerah untuk tidak saling menerima dan memberi di dalam proses pencalonan, nyatanya sulit sekali mengungkap praktik ini dan menjadikannya sebuah pelanggaran pemilu. Selalu saja dugaan pelanggaran pemilu terkait dengan mahar politik ini menguap tanpa kejelasan. Oleh sebab itu, pendekatan baru untuk menangani praktik mahar politik ini penting untuk dilakukan.
Ke depan setiap uang yang diserahkan oleh bakal calon kepada partai mesti dicatat dan dilaporkan secara terbuka. Partai politik wajib mencantumkan sumbangan dari bakal calon kepala daerah di dalam laporan keuangan partai. Jika ada indikasi bakal calon menyerahkan uang kepada partai, namun tidak dilaporkan di dalam laporan keuangan partai, sanksi administrasi yang berdaya cegah sekaligus memberikan efek jera penting untuk dijeratkan. Salah satunya adalah larangan untuk mencalonkan kepala daerah di pilkada berikutnya.
Pendekatan yang sama juga mesti diberikan kepada bakal calon kepala daerah. Ketika bakal pasangan calon kepala daerah menyerahkan uang kepada partai politik dengan alasan apa pun, uang yang diberikan tersebut mesti dicatatkan di dalam laporan dana kampanyenya. Artinya, bakal calon kepala daerah wajib untuk mengungkap uang tersebut berasal dari mana, dan dipergunakan untuk apa. Jika ini tidak dilakukan, sanksi yang tegas juga penting untuk diarahkan kepada calon kepala daerah. Misalnya, ketika yang bersangkutan sudah berstatus sebagai calon kepala daerah, tetapi ada indikasi ketidakjujuran di dalam pelaporan dana kampanye, sanksi diskualifikasi sebagai calon kepala daerah menjadi yang paling relevan untuk dijatuhkan. Selain bentuk sanksi tersebut berdaya cegah, sanksi ini diyakini akan mampu memberikan efek jera kepada aktor politik lainnya.
Pendekatan baru ini penting untuk dilakukan agar isu mahar politik tidak hanya ribut di permukaan, lalu tidak bisa diselesaikan dengan mekanisme hukum pemilu yang akuntabel. Pilihan ini tidak hendak menghambat calon maupun menghambat partai untuk saling memberi dan menerima sesuatu sepanjang itu dilakukan dengan batasan dan nominal yang sesuai dengan batasan sumbangan individu di dalam UU Partai Politik, maupun di dalam UU Pilkada. Jika angka yang diserahkan melebihi batasan maksimal sumbangan, tindakan hukum mesti diambil. Oleh sebab itulah, membenahi kerangka hukum pemilu guna memaksimalkan kewenangan lembaga-lembaga macam PPATK, KPK, dan Bawaslu untuk mengungkap aliran-aliran dana gelap di pilkada agar bisa dibawa ke tempat terang untuk dipertanggungjawabkan menjadi sebuah keniscayaan.
Ke depan setiap uang yang diserahkan oleh bakal calon kepada partai mesti dicatat dan dilaporkan secara terbuka. Partai politik wajib mencantumkan sumbangan dari bakal calon kepala daerah di dalam laporan keuangan partai. Jika ada indikasi bakal calon menyerahkan uang kepada partai, namun tidak dilaporkan di dalam laporan keuangan partai, sanksi administrasi yang berdaya cegah sekaligus memberikan efek jera penting untuk dijeratkan. Salah satunya adalah larangan untuk mencalonkan kepala daerah di pilkada berikutnya.
Pendekatan yang sama juga mesti diberikan kepada bakal calon kepala daerah. Ketika bakal pasangan calon kepala daerah menyerahkan uang kepada partai politik dengan alasan apa pun, uang yang diberikan tersebut mesti dicatatkan di dalam laporan dana kampanyenya. Artinya, bakal calon kepala daerah wajib untuk mengungkap uang tersebut berasal dari mana, dan dipergunakan untuk apa. Jika ini tidak dilakukan, sanksi yang tegas juga penting untuk diarahkan kepada calon kepala daerah. Misalnya, ketika yang bersangkutan sudah berstatus sebagai calon kepala daerah, tetapi ada indikasi ketidakjujuran di dalam pelaporan dana kampanye, sanksi diskualifikasi sebagai calon kepala daerah menjadi yang paling relevan untuk dijatuhkan. Selain bentuk sanksi tersebut berdaya cegah, sanksi ini diyakini akan mampu memberikan efek jera kepada aktor politik lainnya.
Pendekatan baru ini penting untuk dilakukan agar isu mahar politik tidak hanya ribut di permukaan, lalu tidak bisa diselesaikan dengan mekanisme hukum pemilu yang akuntabel. Pilihan ini tidak hendak menghambat calon maupun menghambat partai untuk saling memberi dan menerima sesuatu sepanjang itu dilakukan dengan batasan dan nominal yang sesuai dengan batasan sumbangan individu di dalam UU Partai Politik, maupun di dalam UU Pilkada. Jika angka yang diserahkan melebihi batasan maksimal sumbangan, tindakan hukum mesti diambil. Oleh sebab itulah, membenahi kerangka hukum pemilu guna memaksimalkan kewenangan lembaga-lembaga macam PPATK, KPK, dan Bawaslu untuk mengungkap aliran-aliran dana gelap di pilkada agar bisa dibawa ke tempat terang untuk dipertanggungjawabkan menjadi sebuah keniscayaan.
(ras)