FAO Puji Gagasan soal Penguatan Regenerasi Petani di Asia Pasifik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengapresiasi gagasan Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, terkait penguatan regenerasi petani di kawasan Asia Pasifik.
Hal ini disampaikan Ketua Dewan FAO, Hans Hoogeven, dalam Konferensi ke-37 FAO Asia Pasifik di Kolombo, Sri Lanka. Hoogeven menilai, Indonesia telah menunjukkan langkah nyata dalam menjawab ancaman krisis pangan global, terutama melalui transformasi sektor pertanian termasuk upaya regenerasi petani.
"Jika anak muda tidak tertarik ke bidang pertanian, ini akan menjadi bencana, FAO akan menindaklanjuti dan menegosiasikan pemikiran pemerintah Indonesia, khususnya terkait regenerasi petani," kata Hoogeven dalam keterangannya, Kamis (22/2/2024).
Pada konferensi yang dihadiri 34 delegasi negara anggota FAO Asia Pasifik tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memaparkan tiga prioritas transformasi pertanian dan pangan untuk menghadapi krisis pangan di Asia Pasifik.
Pertama, transformasi cara bertani. Moeldoko menekankan pentingnya mendorong pertanian yang lebih efisien dengan teknologi dan berkelanjutan. Kerjasama kawasan dalam pengembangan teknologi pertanian perlu diperkuat.
Kedua, transformasi produk pangan. Kawasan Asia Pasifik, yang kaya sumber daya hayati, harus membangun ketahanan pangan dengan diversifikasi pangan. Moeldoko mencontohkan Indonesia yang mengembangkan pangan nonberas seperti sagu dan sorgum.
"Kerja sama kawasan dalam pengembangan pangan nonberas perlu diperkuat," imbuhnya.
Ketiga, transformasi aktor atau petani. Moeldoko menyoroti masalah regenerasi petani di kawasan dan dunia. Petani semakin tua dan sulit menarik minat anak muda. Untuk menjawab tantangan ini, Indonesia bekerja sama dengan FAO membangun program regenerasi petani.
Program ini meliputi pelatihan berjenjang dari hulu ke hilir, termasuk penggunaan teknologi smart farming dan cara berbisnis yang menguntungkan. "Cara ini terbukti menarik minat anak muda ke sektor pertanian," jelas Moeldoko.
Indonesia, dengan bonus demografi dan 170 juta penduduk cakap digital, memiliki keunggulan untuk mencetak petani muda. Selain itu, Indonesia juga memiliki lahan luas dengan 333 buah Sungai dan iklim tropis yang mendukung.
Dengan keunggulan ini, Moeldoko yakin Indonesia dapat menjadi pusat pelatihan regenerasi petani di Asia Pasifik. "Kami ingin program regenerasi petani yang diinisiasi bersama FAO menjadi salah satu pusat pelatihan bagi petani muda di Asia Pasifik," tuturnya.
"Melalui pelatihan ini, kami juga membuka diri untuk pertukaran pengalaman dan pengetahuan antar petani, sehingga mempercepat menarik minat anak muda ke sektor pertanian," pungkas Moeldoko.
Lihat Juga: Wamentan Sudaryono Ajak Milenial Berperan dalam Ketahanan Pangan Nasional di Era Digital
Hal ini disampaikan Ketua Dewan FAO, Hans Hoogeven, dalam Konferensi ke-37 FAO Asia Pasifik di Kolombo, Sri Lanka. Hoogeven menilai, Indonesia telah menunjukkan langkah nyata dalam menjawab ancaman krisis pangan global, terutama melalui transformasi sektor pertanian termasuk upaya regenerasi petani.
"Jika anak muda tidak tertarik ke bidang pertanian, ini akan menjadi bencana, FAO akan menindaklanjuti dan menegosiasikan pemikiran pemerintah Indonesia, khususnya terkait regenerasi petani," kata Hoogeven dalam keterangannya, Kamis (22/2/2024).
Pada konferensi yang dihadiri 34 delegasi negara anggota FAO Asia Pasifik tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memaparkan tiga prioritas transformasi pertanian dan pangan untuk menghadapi krisis pangan di Asia Pasifik.
Pertama, transformasi cara bertani. Moeldoko menekankan pentingnya mendorong pertanian yang lebih efisien dengan teknologi dan berkelanjutan. Kerjasama kawasan dalam pengembangan teknologi pertanian perlu diperkuat.
Kedua, transformasi produk pangan. Kawasan Asia Pasifik, yang kaya sumber daya hayati, harus membangun ketahanan pangan dengan diversifikasi pangan. Moeldoko mencontohkan Indonesia yang mengembangkan pangan nonberas seperti sagu dan sorgum.
"Kerja sama kawasan dalam pengembangan pangan nonberas perlu diperkuat," imbuhnya.
Ketiga, transformasi aktor atau petani. Moeldoko menyoroti masalah regenerasi petani di kawasan dan dunia. Petani semakin tua dan sulit menarik minat anak muda. Untuk menjawab tantangan ini, Indonesia bekerja sama dengan FAO membangun program regenerasi petani.
Program ini meliputi pelatihan berjenjang dari hulu ke hilir, termasuk penggunaan teknologi smart farming dan cara berbisnis yang menguntungkan. "Cara ini terbukti menarik minat anak muda ke sektor pertanian," jelas Moeldoko.
Indonesia, dengan bonus demografi dan 170 juta penduduk cakap digital, memiliki keunggulan untuk mencetak petani muda. Selain itu, Indonesia juga memiliki lahan luas dengan 333 buah Sungai dan iklim tropis yang mendukung.
Dengan keunggulan ini, Moeldoko yakin Indonesia dapat menjadi pusat pelatihan regenerasi petani di Asia Pasifik. "Kami ingin program regenerasi petani yang diinisiasi bersama FAO menjadi salah satu pusat pelatihan bagi petani muda di Asia Pasifik," tuturnya.
"Melalui pelatihan ini, kami juga membuka diri untuk pertukaran pengalaman dan pengetahuan antar petani, sehingga mempercepat menarik minat anak muda ke sektor pertanian," pungkas Moeldoko.
Lihat Juga: Wamentan Sudaryono Ajak Milenial Berperan dalam Ketahanan Pangan Nasional di Era Digital
(maf)