Fahira Minta Penetapan Zona Covid sebagai Dasar Buka Sekolah Dievaluasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penetapan zona atau peta risiko penularan Covid-19 di Indonesia yang dijadikan dasar atau rujukan utama berbagai kebijakan termasuk pembukaan sekolah diminta dievaluasi.
Meski penetapan zona ini sudah didasarkan atas banyak indikator kesehatan masyarakat (indikator epidemiologi; surveilans kesehatan masyarakat; dan pelayanan kesehatan), tetapi di hingga saat ini jumlah pelacakan dan pemeriksaan kasus atau jumlah tes terutama dengan metode polymerase chain reaction (PCR) di sebagian besar wilayah di Indonesia masih minim atau belum memenuhi target yang ditetapkan WHO.
Selain itu tingkat kedisiplinan masyarakat menjalankan protokol kesehatan di berbagai daerah juga bervariasi.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris mengungkapkan, penetapan zona hijau (tidak ada kasus/tidak terdampak) dan zona kuning (berisiko rendah) sebagai dasar pembukaan sekolah diharapkan menjadikan jumlah tes PCR di sebuah wilayah yang dilakukan secara berkala sebagai salah satu indikator utama.
Di masa pandemi ini, lanjut dia, terlebih mobilitas masyarakat juga sudah dilonggarkan. Untuk memastikan sebuah daerah atau wilayah adalah zona hijau, kuning, dan seterusnya, idealnya setelah dilakukan tes massal secara berkala sesuai yang dianjurkan WHO, yakni minimal 1 per 1.000 penduduk per minggu.
“Saya berharap penetapan zona hijau-kuning sebagai dasar pembukaan sekolah dievaluasi dengan menjadikan jumlah tes PCR di sebuah wilayah yang dilakukan secara berkala sebagai salah satu indikator utama. Tanpa tes kita akan sulit memetakan penyebaran dan mengambil kebijakan termasuk kebijakan pembukaan sekolah ini. Tentunya kita semua sangat tidak ingin ada penambahan kasus akibat pembukaan sekolah ini,” tutur Fahira Idris, di Jakarta, Kamis (13/8/2020).
Menurut Fahira, kepala daerah yang wilayahnya diidentifikasikan sebagai zona hijau dan kuning serta dibolehkan membuka pembelajaran tatap muka harus benar-benar memastikan jumlah tes PCR di daerahnya minimal sudah sesuai target yang ditetapkan WHO.
(Baca juga: Amien Rais Nilai Separuh Menteri Jokowi Layak Direshuffle)
Jika hasil pemeriksaan secara berkala ini tidak ditemukan kasus positif maka zona hijau yang disematkan pada daerah tersebut bisa dijadikan rujukan jika ingin membuka sekolah walaupun harus sangat hati-hati dan dengan protokol kesehatan ketat serta harus mendapat persetujuan dari kepala sekolah, komite sekolah, dan orang tua siswa.
Namun, jika jumlah tes PCR-nya masih minim, lebih baik pembelajaran tatap muka jangan dilakukan dulu. “Jika jumlah tes PCR-nya masih minim, walaupun daerah tersebut zona hijau, sekolah sebaiknya jangan dibuka dulu. Karena jika tes masih minim, daerah belum bisa sepenuhnya bisa memetakan sebaran. Padahal pemetaan ini penting untuk mengidentifikasi kondisi daerah dan sebagai dasar pengambilan kebijakan salah satunya pembukaan sekolah,” kata Senator Jakarta ini
Meski penetapan zona ini sudah didasarkan atas banyak indikator kesehatan masyarakat (indikator epidemiologi; surveilans kesehatan masyarakat; dan pelayanan kesehatan), tetapi di hingga saat ini jumlah pelacakan dan pemeriksaan kasus atau jumlah tes terutama dengan metode polymerase chain reaction (PCR) di sebagian besar wilayah di Indonesia masih minim atau belum memenuhi target yang ditetapkan WHO.
Selain itu tingkat kedisiplinan masyarakat menjalankan protokol kesehatan di berbagai daerah juga bervariasi.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris mengungkapkan, penetapan zona hijau (tidak ada kasus/tidak terdampak) dan zona kuning (berisiko rendah) sebagai dasar pembukaan sekolah diharapkan menjadikan jumlah tes PCR di sebuah wilayah yang dilakukan secara berkala sebagai salah satu indikator utama.
Di masa pandemi ini, lanjut dia, terlebih mobilitas masyarakat juga sudah dilonggarkan. Untuk memastikan sebuah daerah atau wilayah adalah zona hijau, kuning, dan seterusnya, idealnya setelah dilakukan tes massal secara berkala sesuai yang dianjurkan WHO, yakni minimal 1 per 1.000 penduduk per minggu.
“Saya berharap penetapan zona hijau-kuning sebagai dasar pembukaan sekolah dievaluasi dengan menjadikan jumlah tes PCR di sebuah wilayah yang dilakukan secara berkala sebagai salah satu indikator utama. Tanpa tes kita akan sulit memetakan penyebaran dan mengambil kebijakan termasuk kebijakan pembukaan sekolah ini. Tentunya kita semua sangat tidak ingin ada penambahan kasus akibat pembukaan sekolah ini,” tutur Fahira Idris, di Jakarta, Kamis (13/8/2020).
Menurut Fahira, kepala daerah yang wilayahnya diidentifikasikan sebagai zona hijau dan kuning serta dibolehkan membuka pembelajaran tatap muka harus benar-benar memastikan jumlah tes PCR di daerahnya minimal sudah sesuai target yang ditetapkan WHO.
(Baca juga: Amien Rais Nilai Separuh Menteri Jokowi Layak Direshuffle)
Jika hasil pemeriksaan secara berkala ini tidak ditemukan kasus positif maka zona hijau yang disematkan pada daerah tersebut bisa dijadikan rujukan jika ingin membuka sekolah walaupun harus sangat hati-hati dan dengan protokol kesehatan ketat serta harus mendapat persetujuan dari kepala sekolah, komite sekolah, dan orang tua siswa.
Namun, jika jumlah tes PCR-nya masih minim, lebih baik pembelajaran tatap muka jangan dilakukan dulu. “Jika jumlah tes PCR-nya masih minim, walaupun daerah tersebut zona hijau, sekolah sebaiknya jangan dibuka dulu. Karena jika tes masih minim, daerah belum bisa sepenuhnya bisa memetakan sebaran. Padahal pemetaan ini penting untuk mengidentifikasi kondisi daerah dan sebagai dasar pengambilan kebijakan salah satunya pembukaan sekolah,” kata Senator Jakarta ini
(dam)