Bursa Transfer Caleg Rusak Etika Politik

Minggu, 22 Juli 2018 - 09:07 WIB
Bursa Transfer Caleg Rusak Etika Politik
Bursa Transfer Caleg Rusak Etika Politik
A A A
JAKARTA - Langkah sejumlah politisi DPR berpindah pantai jelang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 merusak etika politik. Mereka dinilai melakukan pragmatisme politik demi mengamankan kursi legislatif. Disisi lain, prilaku ini juga rentan memicu terjadinya korupsi.

Ungkapan ini disampaikan sejumlah pembicara dalam Polemik MNC Trijaya FM bertajuk "Colak Colek Caleg" di Warung Daun Cikini, Jakarta, kemarin.

Seperti diketahui, sebanyak 16 anggota DPR periode 2014-2019 mencalonkan kembali sebagai caleg di Pemilu 2019 dari partai berbeda. Yang disesalkan, kebanyakan dari mereka pergi tanpa pamit kepada partai asal, bahkan langsung mendaftarkan diri sebagai caleg di parpol baru.

Sekretaris Jenderal DPP Partai Perindo, Ahmaf Rofiq mengaku, pragmatisme partai politik (parpol) kian merajalela sehingga banyak yang berpikir bagaimana memperbanyak kursi di DPR dengan segala cara termasuk memberi iming-iming uang.

Bursa transfer caleg kata dia, yang diperebutkan kuantitas bukan kualitas, dan lebih menekankan pada siapa mendapatkan apa. Sehingga, banyak partai menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan kursi di DPR dan DPRD.

Hal ini justru akan menghadirkan wajah-wajah parlemen yang tidak punya komitmen kebangsaan, dan akan memperbanyak jumlah wakil rakyat yang terseret kasus korupsi.

"Semestinya partai dan elite melakukan introspeksi, buat apa ada parpol kalau tidak menggunakan kadernya. Orang menjadi politisi untuk pengabdian, bukan untuk mata pencaharian," ujar Rofiq dalam Polemik MNC Trijaya FM yang bertajuk "Colak Colek Caleg" di Warung Daun Cikini, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, Partai Perindo lebih memprioritaskan kader dalam pendaftaran caleg DPR RI, DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Perindo tidak silau dengan tokoh nasional atau artis karena kenyataannya, pada Pemilu 2014 lalu banyak tokoh dan nama besar termasuk artis tidak terpilih di DPR. Karena masyarakat saat ini lebih terbuka dan independen sehingga tidak mudah terpengaruh dalam memilih pemimpin dan wakil rakyat. "Siapa yang punya basis dan akar rumput dan kerja keras dia yang akan dipilih," ungkapnya.

Wakil Sekjen (Wasekjen) DPP PAN Erwin Izharuddin mengungkapkan fenomena pindah partai menjadi mengerikan karena caleg dibeli oleh partai. Jika wakil rakyat dibeli terang dia, maka saat terpilih nanti di parlemen bukan menjadi wakil rakyat, tapi menjadi wakil pemilik partai. Dan dia juga khawatir wakil rakyat yang dibeli akan meloloskan produk legislasi atau undang-undang yang pro terhadap kepentingan kelompok tertentu, bukan pro rakyat.

"Sampai ada 40an artis itu mengerikan, kebanyakan ditransfer. Kalau merekrut baru dan dikasih bendera wajar, kalau diambil dari yang sudah jadi, ini mengerikan," kata Erwin di kesempatan sama.

Senada, Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Demokrat Roy Suryo mengatakan, jika anggota DPR masuk ke parlemen dari hasil transfer partai atau dibeli, tentu saja anggota tersebut akan dikendalikan oleh partai yang membelinya.

Terkait dua kader Demokrat yang dicatut Partai NasDem, Roy menegaskan bahwa NasDem telah berbohong ketika mengatakan bahwa caleg hasil catutannya itu telah dididik minimal 6 bulan, padahal Chris John dan Vena Melinda masih aktif di kegiatan Partai Demokrat sekitar 3-4 bulan lalu.

"Ada satu partai yang dengan bohong mengatakan calegnya sudah dididik minimal 6 bulan, bohong itu. Chris John Februari masih diinagurasi, lalu artis inisal VM (Vena Melinda) masih mendampingi pak SBY dan mas AHY keliling daerah," bebernya.

Direktur Media Tim Pemenangan Pemilu Pusat DPP PKS Dedi Supriadi mengatakan, persoalan "colak colek caleg" tidak berpengaruh karena kaderisasi di PKS berjalan. Namun menurutnya, ada aturan yang terlewat di UU Pemilu Nomor 7/2017 ini di mana belum mengatur tentang kaderisasi caleg. “Tapi memang harus dirumuskan bahwa partai itu harus melakukan kaderisasi dan itu tertuangkan di undang-undang," katanya.

Politisi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu juga prihatin bursa transfer caleg meskipun hal itu tidak terjadi di PDIP. Menurut dia, kekuatan uang bisa mengubah kekuatan parlemen. Lantas apa fungsi parpol untuk rekrurmen jika akhirnya anggota dewan hanya menjadi kacung karena dimodali. “Kalau tahapan yang dilakukan PDIP, kami ingin menghadirkan kepemimpinan. Kami menghadirkan pimpinan di legislatif dan eksekutif lewat tahapan. Dia harus punya ideoligi yang senafas dan sebangun dengan negara kita," ujarnya.

Terkait anggota DPR dari kalangan artis, Masinton enggan mendikotomikan. Namun berdasarkan pengalamannya, kebanyakan anggota DPR dari kalangan artis baik dari tingkat kehadiran rapat, sumbang pemikiran dan ikut dalam proses pembahasan dengan mitra kerja dan di Baleg sangat sedikit. Karena itu, saat menjadi anggota DPR, siapapun baik dari artis maupun pengusaha harus bisa menyesuaikan dan menjadi politisi yang tangguh.

“Latar belakang pekerjaan apapun harus ditinggalkan saat menjadi anggota DPR. Jangan jadikan DPR sebagai profesi sampingan tapi ruang perjuangan, ruang pengabdian dalam mewakili suaraa rakyat dan pekerjaan utama,” imbaunya.

Pakar Komunikasi Politik Lely Arrianie menilai, fenomena transfer caleg terjadi karena parpol belum mampu melakukan push marketing dengan membenamkan ideologi partai kepada kadernya. Sehingga, apapun yang terjadi kader itu tetap bertahan sehingga kalau ada tawaran partai lain tidak terpengaruh.

Lely menegaskan, ketika seseorang menjadi politisi, apapun latar belakangnya mereka akan lahir dengan identitas baru dan dituntut untuk bisa berbicara tentang banyak hal baik isu politik, ekonomi termasuk agama. ”Dan seharusnya, partai menaikkan kader potensialnya kemudian dipoles menjadi media darling,” ucapnya. (Kiswondari)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3173 seconds (0.1#10.140)