Dilaporkan ke Bareskrim, Sutradara Dirty Vote Bilang Begini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sutradara Dandhy Dwi Laksono dilaporkan ke Bareskrim Polri buntut tayangan Film Dokumenter Dirty Vote yang tayang di masa tenang Pemilu dan dinilai menyudutkan salah satu pasangan calon (paslon) presiden yang tengah berkompetisi di Pemilu 2024.
Merespons hal itu, Dandhy Laksono mulanya tak mau membahas terkait ada atau tidaknya ancaman setelah penayangan film yang melibatkan tiga ahli hukum tata negara seperti Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Muhtar.
"Kalau ancaman, saya cenderung untuk tidak ingin membahas. Sama-sama yang kita ketahui ada laporan masuk ke Bareskrim, dan saya pikir yasudah nanti kita lihat saja arahnya ke mana," kata Dandhy di Forum Webinar Bedah Film Dirty Votes untuk Kawal Pemilu Jurdil, Selasa (13/2/2024).
Dandhy berharap, pihak Kepolisian bisa memilah terkait laporan itu. Sebab, menurutnya dirinya memiliki data atau informasi yang solid terkait pembuatan film itu.
Ia pun juga menyinggung terkait laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Luhut Binsar Panjaitan terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
"Mudah-mudahan polisi juga cukup cerdas untuk melihat laporan itu dalam konteks sosial politik yang sedang terjadi dan tidak terulang kejadian seperti laporan Luhut kepada Haris dan Fatia dan kemudian menghabiskan uang negara dan resource negara untuk melayani laporan seorang pejabat yang dikalahkan di pengadilan," ujarnya.
Lebih jauh ia menegaskan, dirinya tidak terlalu memikirkan ada atau tidaknya laporan atas film itu. Menurutnya, ia memiliki data dan tidak ada kepentingan apa pun.
"Menurut saya enggak terlalu risau akan hal itu, karena memang saya punya material yang saya butuhkan untuk defence, yang pertama data atau informasi yang solid dan kredibel, kedua barisan orang-orang yang punya integritas, bahkan ketiga independensi dalam hal stand poin politik, enggak partisan," ungkapnya.
"Jadi tiga itu yang bikin saya confidence, dan memang di pertemuan pertama saya sampaikan bahwa saya enggak mau ada yang terafiliasi dengan paslon 1, 2, 3 yang terlibat dalam film ini. Saya ingin tutup semua pintu untuk kemungkinan orang melintir, melemahkan," pungkasnya.
Sebagai informasi, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Forum Komunikasi Santri Indonesia (FOKSI) melaporkan sutradara hingga tiga ahli hukum tata negara yang terlibat di film dokumenter 'Dirty Vote' ke Mabes Polri.
Ketua Umum Foksi, M Natsir Sahib menjelaskan, film dokumenter Dirty Vote itu dinilai membuat kegaduhan di masa tenang Pemilu dan menyudutkan salah satu pasangan calon (paslon) presiden yang tengah berkompetisi di Pemilu 2024.
"Dalam hal ini, kami berkonsultasi dengan pihak Bareskrim Mabes Polri untuk melaporkan dugaan pelangaran Pemilu yang di Lakukan oleh tiga akademisi yakni Feri Amsari, Zainal Arifin Muhtar, Bivitri Susantri serta Dandy Laksono selaku Sutradara Dirty Vote," kata Natsir kepada wartawan, Selasa (13/2/2024).
Dia menilai, waktu penayangan film yang hingga saat ini telah ditonton lebih dari 7 juta orang itu membuat kegaduhan di masa tenang di Pemilu 2024.
"Karena dengan waktu di masa tenang pemilu memunculkan sebuah film dokumenter tentang kecurangan pemilu yang bertujuan untuk membuat kegaduhan dan menyudutkan salah satu capres yang bertentangan dengan UU Pemilu yang mengatur tentang masa tenang," ujarnya.
Selain itu, ia menilai keterlibatan tiga akademisi ini dalam tim reformasi hukum di Kemenko Polhukam saat di jabat oleh Mahfud MD sebagai Menko Polhukam menyebabkan berbau politis karena Mahfud MD saat ini sebagai konstestan Pilpres 2024.
'Kami menilai para akademisi tersebut telah menghancurkan tatanan demokrasi dengan memenuhi unsur niat permufakatan jahat membuat isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga munculnya gejolak di masyarakat dengan fitnah dan data palsu yang disebar ke masyarakat. Ini daya rusaknya luar biasa di tengah masyarakat," tutupnya.
Merespons hal itu, Dandhy Laksono mulanya tak mau membahas terkait ada atau tidaknya ancaman setelah penayangan film yang melibatkan tiga ahli hukum tata negara seperti Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Muhtar.
"Kalau ancaman, saya cenderung untuk tidak ingin membahas. Sama-sama yang kita ketahui ada laporan masuk ke Bareskrim, dan saya pikir yasudah nanti kita lihat saja arahnya ke mana," kata Dandhy di Forum Webinar Bedah Film Dirty Votes untuk Kawal Pemilu Jurdil, Selasa (13/2/2024).
Dandhy berharap, pihak Kepolisian bisa memilah terkait laporan itu. Sebab, menurutnya dirinya memiliki data atau informasi yang solid terkait pembuatan film itu.
Ia pun juga menyinggung terkait laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Luhut Binsar Panjaitan terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
"Mudah-mudahan polisi juga cukup cerdas untuk melihat laporan itu dalam konteks sosial politik yang sedang terjadi dan tidak terulang kejadian seperti laporan Luhut kepada Haris dan Fatia dan kemudian menghabiskan uang negara dan resource negara untuk melayani laporan seorang pejabat yang dikalahkan di pengadilan," ujarnya.
Lebih jauh ia menegaskan, dirinya tidak terlalu memikirkan ada atau tidaknya laporan atas film itu. Menurutnya, ia memiliki data dan tidak ada kepentingan apa pun.
"Menurut saya enggak terlalu risau akan hal itu, karena memang saya punya material yang saya butuhkan untuk defence, yang pertama data atau informasi yang solid dan kredibel, kedua barisan orang-orang yang punya integritas, bahkan ketiga independensi dalam hal stand poin politik, enggak partisan," ungkapnya.
"Jadi tiga itu yang bikin saya confidence, dan memang di pertemuan pertama saya sampaikan bahwa saya enggak mau ada yang terafiliasi dengan paslon 1, 2, 3 yang terlibat dalam film ini. Saya ingin tutup semua pintu untuk kemungkinan orang melintir, melemahkan," pungkasnya.
Sebagai informasi, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Forum Komunikasi Santri Indonesia (FOKSI) melaporkan sutradara hingga tiga ahli hukum tata negara yang terlibat di film dokumenter 'Dirty Vote' ke Mabes Polri.
Ketua Umum Foksi, M Natsir Sahib menjelaskan, film dokumenter Dirty Vote itu dinilai membuat kegaduhan di masa tenang Pemilu dan menyudutkan salah satu pasangan calon (paslon) presiden yang tengah berkompetisi di Pemilu 2024.
"Dalam hal ini, kami berkonsultasi dengan pihak Bareskrim Mabes Polri untuk melaporkan dugaan pelangaran Pemilu yang di Lakukan oleh tiga akademisi yakni Feri Amsari, Zainal Arifin Muhtar, Bivitri Susantri serta Dandy Laksono selaku Sutradara Dirty Vote," kata Natsir kepada wartawan, Selasa (13/2/2024).
Dia menilai, waktu penayangan film yang hingga saat ini telah ditonton lebih dari 7 juta orang itu membuat kegaduhan di masa tenang di Pemilu 2024.
"Karena dengan waktu di masa tenang pemilu memunculkan sebuah film dokumenter tentang kecurangan pemilu yang bertujuan untuk membuat kegaduhan dan menyudutkan salah satu capres yang bertentangan dengan UU Pemilu yang mengatur tentang masa tenang," ujarnya.
Selain itu, ia menilai keterlibatan tiga akademisi ini dalam tim reformasi hukum di Kemenko Polhukam saat di jabat oleh Mahfud MD sebagai Menko Polhukam menyebabkan berbau politis karena Mahfud MD saat ini sebagai konstestan Pilpres 2024.
'Kami menilai para akademisi tersebut telah menghancurkan tatanan demokrasi dengan memenuhi unsur niat permufakatan jahat membuat isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga munculnya gejolak di masyarakat dengan fitnah dan data palsu yang disebar ke masyarakat. Ini daya rusaknya luar biasa di tengah masyarakat," tutupnya.
(maf)