TPN Minta MA Keluarkan Fatwa Permudah Para Perantau Gunakan Hak Pilih

Selasa, 13 Februari 2024 - 09:56 WIB
loading...
TPN Minta MA Keluarkan...
Direktur Penegakan Hukum dan Advokasi TPN Ganjar Pranowo–Mahfud MD Ifdhal Kasim meminta MA mengeluarkan fatwa agar memberikan hak pilih kepada warga negara yang sedang tidak berada di domisilinya. FOTO/MPI/NUR KHABIBI
A A A
JAKARTA - Direktur Penegakan Hukum dan Advokasi Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD Ifdhal Kasim meminta kepada Mahkamah Agung (MA) agar memberikan hak pilih kepada warga negara yang sedang berada di tempat yang tidak sesuai domisili, sepanjang orang itu bisa menunjukkan dokumen yang membuktikan sebagai Warga Negara Indonesia.

"Banyak orang yang mobilitasnya tinggi. KTP-nya ada di Jawa Timur atau Jawa Tengah, tapi kemudian tidak memiliki kartu undangan dari RT/RW untuk pemilihan," kata Ifdhal.

"Kami meminta orang-orang yang tidak mendapatkan undangan dari Panitia Pemilihan tetap diberikan hak untuk menggunakan hak pilihnya sepanjang ia dapat membuktikan ia adalah WNI," katanya.



Ifdhal menjelaskan, hal tersebut sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) saat Mahfud MD menjadi Ketua MK. Namun, kemudian ada pembatasan dalam UU Pemilu.

"Maka kami memohon pada MA untuk memberikan fatwa supaya orang yang tidak berada di tempat pemilihannya, tapi ada di tempat lain pada 14 Februari 2024, tetap bisa memilih. Karena hak pilih itu sangat penting, karena itu kami memohon MA untuk mengeluarkan fatwa dan memberikan kesempatan untuk orang tersebut menggunakan hak pilihnya," katanya.

Secara umum, TPN juga mencatat berbagai pelanggaran Pemilu yang mempengaruhi preferensi orang dalam memilih. Yang paling eksesif atau besar misalnya penggunaan fasilitas atau kebijakan negara yang menguntungkan salah satu pasangan calon, terutama pembagian bansos yang jumlahnya sangat membengkak dan diberikan tak sesuai mekanisme.



"Ini adalah bentuk ketidaknetralan dari aparat pemerintah, yang akhir-akhir ini makin sering terungkap. Kami khawatir bahwa ada skenario yang memaksakan pilpres kali ini berlangsung satu putaran, termasuk dengan melakukan berbagai pelanggaran," katanya.

Ifdhal melanjutkan, pihaknya sudah melaporkan banyak pelanggaran itu ke Bawaslu, dari tingkat pusat, Bawaslu provinsi, hingga Bawaslu kabupaten dan kota. "Ada banyak data tentang berbagai pelanggaran pemilu yang kami laporkan, mulai dari penetapan pasangan calon, serta laporan terbanyak terkait netralitas aparat dan penggunaan politik uang (money politics)," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1263 seconds (0.1#10.140)