Transaksi Capai Rp200 Triliun, Mayoritas Korban Judi Online Anak di Bawah Umur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aktivitas judi online terus meningkat di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Maraknya judi online dapat mengakibatkan gangguan psikologis dan emosional pemain judi serta dapat memicu pada tindak kejahatan.
Hal itu terungkap dalam acara Ngobras atau Ngobrol Bareng Legislator dengan tema Waspada Judi Online di Medsos yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).
Anggota Komisi I DPR Subarna mengatakan judi online dapat merusak moral dan sikap masyarakat terutama generasi muda. Tak heran jika perjudian merupakan penyakit masyarakat.
Karena itu, pemerintah telah mengatur larangan aktivitas judi online dalam UU ITE Pasal 27 Ayat 2, konsekuensi keras terhadap tindakan judi online diatur dalam Pasal 45 Ayat 2 UU 19-2016 yang berbunyi
"Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan mentransmisikan dan membuat akses informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian, dipidana paling lama 6 tahun dan denda Rp6 miliar," ucapnya, Minggu (28/1/2024).
Tantangan dalam penanganan judi online di antaranya, situs diproduksi berulang menggunakan domain mirip atau menggunakan IP address yang sama.
Tak hanya itu, penawaran judi online dilakukan secara pribadi atau langsung, kemudian pengaturan judi online berbeda-beda di setiap negara, sehingga pengendalian sulit dilakukan secara komprehensif.
Akademisi, Penulis, dan Praktisi Digital Dian Ikha Pramayanti menambahkan, judi online memang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat yang digerakkan oleh sebuah sistem dan digerakkan pihak ketiga di luar negeri, seperti Kamboja.
"Di Indonesia nilai transaksi judi online mencapai Rp200 triliun dengan korban mayoritas anak-anak di bawah umur yang juga berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah," katanya.
Saat ini, judi online bersembunyi di balik game online, grup WA, SMS random, dan iklan online. Sasaran empuk kejahatan di balik judi online adalah Gen Z. Kemudahan akses, dan iming-iming melipatgandakan uang secara mudah menggiurkan pengguna.
“Bahwa sebenarnya kemenangan kita saat judi itu diatur sama bandar. Karena bandar tidak mau kalah. Dan sistem di aplikasi atau server perjudian online juga dapat diatur. Jadi masyarakat tidak boleh tergiur, dapat mengeluarkan modal sedikit, dapatnya banyak,” tegas Dian.
Akibatnya, korban judi online dapat mengalami kecanduan yang mendorong kerugian pada semua aspek, seperti kerugian finansial, merusak kesehatan mental, mengalami permasalahan kesehatan fisik.
"Termasuk terganggunya hubungan sosial masyarakat, hingga memicu tindakan kriminal. Karena itu, orang tua dan masyarakat harus waspada dan mawas terhadap konten-konten di media sosial," katanya.
Direktur Nawala Nusantara M. Yamin menambahkan, judi online berkembang pesat karena perputaran uang pada judi online sangat pesat. Belum lagi, pilihan permainan pada judi online memiliki banyak pilihan.
"Saat ini, judi online terbuka dan dapat diakses siapa saja dengan promosi yang dilakukan secara besar-besaran. Karena itu, orang tua saat ini harus paham dan peka terhadap permainann online yang dimainkan anak-anak," ungkap Yamin.
Untuk menghambat munculnya judi online, salah satunya dengan melakukan penapisan atau penyaringan internet yang dilakukan oleh Kominfo. Meski demikian, pemberantasan judi masih mengalami kendala karena pengelola judi online memiliki seribu satu cara untuk mengendalikan bisnisnya.
Hal itu terungkap dalam acara Ngobras atau Ngobrol Bareng Legislator dengan tema Waspada Judi Online di Medsos yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).
Anggota Komisi I DPR Subarna mengatakan judi online dapat merusak moral dan sikap masyarakat terutama generasi muda. Tak heran jika perjudian merupakan penyakit masyarakat.
Karena itu, pemerintah telah mengatur larangan aktivitas judi online dalam UU ITE Pasal 27 Ayat 2, konsekuensi keras terhadap tindakan judi online diatur dalam Pasal 45 Ayat 2 UU 19-2016 yang berbunyi
"Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan mentransmisikan dan membuat akses informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian, dipidana paling lama 6 tahun dan denda Rp6 miliar," ucapnya, Minggu (28/1/2024).
Tantangan dalam penanganan judi online di antaranya, situs diproduksi berulang menggunakan domain mirip atau menggunakan IP address yang sama.
Tak hanya itu, penawaran judi online dilakukan secara pribadi atau langsung, kemudian pengaturan judi online berbeda-beda di setiap negara, sehingga pengendalian sulit dilakukan secara komprehensif.
Akademisi, Penulis, dan Praktisi Digital Dian Ikha Pramayanti menambahkan, judi online memang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat yang digerakkan oleh sebuah sistem dan digerakkan pihak ketiga di luar negeri, seperti Kamboja.
"Di Indonesia nilai transaksi judi online mencapai Rp200 triliun dengan korban mayoritas anak-anak di bawah umur yang juga berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah," katanya.
Saat ini, judi online bersembunyi di balik game online, grup WA, SMS random, dan iklan online. Sasaran empuk kejahatan di balik judi online adalah Gen Z. Kemudahan akses, dan iming-iming melipatgandakan uang secara mudah menggiurkan pengguna.
“Bahwa sebenarnya kemenangan kita saat judi itu diatur sama bandar. Karena bandar tidak mau kalah. Dan sistem di aplikasi atau server perjudian online juga dapat diatur. Jadi masyarakat tidak boleh tergiur, dapat mengeluarkan modal sedikit, dapatnya banyak,” tegas Dian.
Akibatnya, korban judi online dapat mengalami kecanduan yang mendorong kerugian pada semua aspek, seperti kerugian finansial, merusak kesehatan mental, mengalami permasalahan kesehatan fisik.
"Termasuk terganggunya hubungan sosial masyarakat, hingga memicu tindakan kriminal. Karena itu, orang tua dan masyarakat harus waspada dan mawas terhadap konten-konten di media sosial," katanya.
Direktur Nawala Nusantara M. Yamin menambahkan, judi online berkembang pesat karena perputaran uang pada judi online sangat pesat. Belum lagi, pilihan permainan pada judi online memiliki banyak pilihan.
"Saat ini, judi online terbuka dan dapat diakses siapa saja dengan promosi yang dilakukan secara besar-besaran. Karena itu, orang tua saat ini harus paham dan peka terhadap permainann online yang dimainkan anak-anak," ungkap Yamin.
Untuk menghambat munculnya judi online, salah satunya dengan melakukan penapisan atau penyaringan internet yang dilakukan oleh Kominfo. Meski demikian, pemberantasan judi masih mengalami kendala karena pengelola judi online memiliki seribu satu cara untuk mengendalikan bisnisnya.
(maf)