Komnas HAM: Penegakan Hukum PSBB Sebaiknya Persuasif dan Humanis

Selasa, 14 April 2020 - 18:36 WIB
loading...
Komnas HAM: Penegakan...
Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam (kiri) mengatakan apabila tidak dipatuhi bisa diambil langkah yang lebih tegas. Foto/SINDOphoto
A A A
JAKARTA - Komnas HAM mendorong adanya penegakan hukum yang terpadu dalam penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pelaksanaannya sebaiknya persuasif dan humanis.

Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam mengatakan apabila tidak dipatuhi bisa diambil langkah yang lebih tegas. Namun, Komnas HAM tidak menginginkan langkah pidana seperti diambil kepolisian. Sanksinya bisa berupa denda dan kerja sosial.

“Dari imbauan atau mau pencatatan. Ada konsekuensi bagi yang melakukan pelanggaran, misal dalam (akses) pelayanan publik. Penegakan hukum ini penting agar PSSB lancar. Semakin ketaatan rendah, semakin lama pemberlakuan PSBB,” ujarnya dalam video conference di Jakarta, Selasa (14/04/2020).

Menurutnya, denda bisa diberikan kepada perusahaan dan kafe yang tetap beroperasi. Dia merujuk Belanda yang menerapkan denda 4.000 euro bagi perusahaan dan kafe yang bandel. Ini dilakukan agar tidak terjadi kerumunan orang di satu tempat.

Dalam kasus penumpukan penumpang di kereta, katanya, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dan masyarakat tidak bisa disalahkan. “Harusnya institusi dan badan hukum yang masih bekerja secara normal ditertibkan. Mencabut izin usahanya, kami mendukung itu. Ini statusnya darurat, berpikirnya juga darurat,” jelasnya.

Penanganan perusahaan dan pekerja ini harusnya komprehensif. Para pekerja dan buruh ketika dirumahkan, maka harus ada jaminan sosial. Komnas HAM berharap tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, tidak menutup mata terhadap banyak perusahaan yang berpotensial kolaps karena ini sudah masalah global.

Anam menyarankan pemerintah memberikan insentif kepada buruh dan perusahaan agar keduanya tetap hidup. Ini belum ada formulasi yang jelas di level Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Koordinator Perekonomian.

“Kalau perusahaan yang diperbolehkan beroperasi, harus ada tambahan moda transportasi antar jemput agar tidak membahayakan buruh dan semuanya. Moda transportasinya harus difasilitasi oleh pemerintah,” pungkasnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1014 seconds (0.1#10.140)