FormasNU Nilai Penampilan Gibran di Debat Cawapres Tak Miliki Tata Krama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penampilan cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, dalam debat keempat Pilpres 2024 menuai kecaman. Putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu berkali-kali menyerang dua rivalnya, yakni Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dan Mahfud MD dengan sindiran dan gesture yang melecehkan.
Ketua Forum Masyarakat Santri Nusantara (FormasNU) Ahmad Rauf menilai, sebagai orang Jawa, apa yang diperlihatkan Gibran sudah melampaui batas. “Penampilan Gibran itu offside, dalam bahasa pesantrennya suul adab. Kalau istilah orang Jawa itu kurang punya unggah-ungguh atau tata krama bagaimana menghormati orang yang lebih tua,” kata Ahmad Rauf, Senin (22/1/2024).
Meski demikian, Gus Rauf meyakini tindakan Gibran tak mencerminkan sikap anak-anak muda kebanyakan. “Milenial kita secara umum masih menjunjung tinggi etika dan nilai-nilai kesopanan,” ucapnya.
Menurut Gus Rauf, sapaan akrabnya, selain tak elok secara etika, Gibran juga kembali melanggar aturan debat yang telah disepakati bersama.
“Sudah menjadi kesepakatan tidak boleh menggunakan singkatan. Kalau pakai singkatan atau terminologi asing harus dijelaskan dulu. Di debat cawapres pertama itu sudah dia gunakan untuk mensliding Cak Imin, tapi kenapa diulangi lagi? Ini berarti di alam bawah sadarnya hal seperti itu dianggap biasa,” ujar Gus Rauf yang juga menjabat Deputi Santri Milenial di Timnas Anies-Muhaimin.
Forum debat, seharusnya fokus pada visi misi dan kebijakan dari masing-masing calon yang akan dipilih rakyat. “Bukan saling merendahkan dan mencibir, enggak panteslah. Dia lupa bahwa lawan dalam debat itu adalah teman dalam kompetisi berdemokrasi. Jadi kalau niatnya menjatuhkan lawan, itu sudah di luar akal sehat kita,” sesal Rauf.
Rauf menduga, perilaku minor Gibran tak lepas dari hasil didikan orang tua dan pengaruh pergaulan. “Bisa jadi ini cerminan didikan keluarga atau orang tuanya. Jokowi gagal mendidik anaknya. Di Jawa itu ada istilah anak polah bapa kepradah, kesalahan anak pasti dikaitkan kepada orang tuanya. Jadi orangtuanya ikut menanggung malu,” katanya.
Dengan nada menyindir, Gus Rauf mengaku dapat memahami tingkah Gibran yang jauh dari standar etika. Karena pencalonannya pun, tak lepas dari proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) yang melanggar etik. “Sehingga ya hasilnya seperti ini,” katanya.
Ketua Forum Masyarakat Santri Nusantara (FormasNU) Ahmad Rauf menilai, sebagai orang Jawa, apa yang diperlihatkan Gibran sudah melampaui batas. “Penampilan Gibran itu offside, dalam bahasa pesantrennya suul adab. Kalau istilah orang Jawa itu kurang punya unggah-ungguh atau tata krama bagaimana menghormati orang yang lebih tua,” kata Ahmad Rauf, Senin (22/1/2024).
Meski demikian, Gus Rauf meyakini tindakan Gibran tak mencerminkan sikap anak-anak muda kebanyakan. “Milenial kita secara umum masih menjunjung tinggi etika dan nilai-nilai kesopanan,” ucapnya.
Menurut Gus Rauf, sapaan akrabnya, selain tak elok secara etika, Gibran juga kembali melanggar aturan debat yang telah disepakati bersama.
“Sudah menjadi kesepakatan tidak boleh menggunakan singkatan. Kalau pakai singkatan atau terminologi asing harus dijelaskan dulu. Di debat cawapres pertama itu sudah dia gunakan untuk mensliding Cak Imin, tapi kenapa diulangi lagi? Ini berarti di alam bawah sadarnya hal seperti itu dianggap biasa,” ujar Gus Rauf yang juga menjabat Deputi Santri Milenial di Timnas Anies-Muhaimin.
Forum debat, seharusnya fokus pada visi misi dan kebijakan dari masing-masing calon yang akan dipilih rakyat. “Bukan saling merendahkan dan mencibir, enggak panteslah. Dia lupa bahwa lawan dalam debat itu adalah teman dalam kompetisi berdemokrasi. Jadi kalau niatnya menjatuhkan lawan, itu sudah di luar akal sehat kita,” sesal Rauf.
Rauf menduga, perilaku minor Gibran tak lepas dari hasil didikan orang tua dan pengaruh pergaulan. “Bisa jadi ini cerminan didikan keluarga atau orang tuanya. Jokowi gagal mendidik anaknya. Di Jawa itu ada istilah anak polah bapa kepradah, kesalahan anak pasti dikaitkan kepada orang tuanya. Jadi orangtuanya ikut menanggung malu,” katanya.
Dengan nada menyindir, Gus Rauf mengaku dapat memahami tingkah Gibran yang jauh dari standar etika. Karena pencalonannya pun, tak lepas dari proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) yang melanggar etik. “Sehingga ya hasilnya seperti ini,” katanya.
(cip)