Pentingnya Manajemen Lembaga Riset di Indonesia
loading...
A
A
A
Dyah Rachmawati Sugiyanto
Plt Kepala Bagian Humas dan Informasi Publik LIPI/Pranata Humas Madya
DALAM berbagai kesempatan pada era Demokrasi Terpimpin (1959-1967), presiden pertama negeri ini, Soekarno, selalu menekankan pentingnya eksistensi ilmu pengetahuan. Soekarno menempatkan ilmu pengetahuan sebagai pembakar semangat pembangunan negara yang maju dan revolusioner.
Riset dan inovasi menjadi penentu kemajuan suatu negara. Sudah banyak contoh negara maju yang didasari oleh riset yang canggih. Sebut saja Jepang, Korea Selatan, Swedia, dan negara yang tak jauh dari Indonesia, yaitu Singapura.
Performa riset dalam tulisan ini dibatasi pada beberapa aspek, seperti keunggulan, produktivitas, kolaboratif, kualitas riset, dan perilaku ilmiah yang bertanggung jawab, serta upah untuk produktivitas ilmiah. Jika aspek tersebut dikelola dengan baik, maka mimpi Indonesia untuk memiliki lembaga riset bereputasi global sangat mungkin terwujud. Untuk itu, seluruh sumber daya riset sebaiknya diarahkan, dipusatkan, dan difokuskan pada upaya untuk membangun dan meningkatkan kinerja riset.
Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) menjadi peta perjalanan lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) di Indonesia hingga 2045. Selama ini, aktivitas riset dalam lembaga litbang cenderung dianggap tumpang-tindih dan menjadi faktor yang memengaruhi perkembangan riset di Indonesia. Dari situlah munculnya ide penyatuan lembaga riset. Dalam undang-undang tersebut juga secara eksplisit tertulis pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Beragam riset yang dilakukan oleh suatu negara tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri-sendiri. Terlebih, saat ini riset menuntut sifat multidisipliner sehingga membutuhkan beragam kepakaran dan kolaborasi dengan banyak pihak. Pada puncak peringatan hari kebangkitan teknologi nasional (Hakteknas) pada Senin (10/8), hasil-hasil riset dan inovasi Indonesia dipamerkan melalui tayangan video. Hakteknas tampak fokus menampilkan kontribusi keunggulan kemandirian riset Indonesia.
Sebelumnya, pada peringatan hari kebangkitan nasional, 55 hasil riset diluncurkan melalui koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi. BRIN dalam UU Sisnas Iptek diharapkan menjadi lembaga yang menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, (litbangjirap), serta invensi dan inovasi yang terintegrasi. Semangat UU Sisnas Iptek seyogianya tidak menggema sampai orkestrasi litbangjirap saja, tetapi juga menyentuh hingga manajemen riset yang lebih rinci.
Manajemen Riset dan Reputasi Lembaga Riset
Manajemen berarti mengelola. Seorang pengelola alias manajer atau pemimpin sebuah lembaga riset perlu memikirkan strategi membangun, mempertahankan, dan meningkatkan reputasi lembaga riset yang dipimpinnya. Manajemen riset memiliki dua unsur terpenting, yaitu sumber daya manusia (SDM) unggul yang berkualitas dan infrastruktur.
SDM unggul dalam lembaga riset bukan saja ditekankan pada SDM Iptek (peneliti atau perekayasa), melainkan juga perlu memperhatikan kepiawaian SDM pendukung Iptek. Lembaga riset yang baik tidak akan mengabaikan peran SDM pendukung Ipteknya. Mengapa demikian?
Seorang peneliti misalnya, dapat melakukan penelitian dan menghasilkan suatu produk atau invensi yang berkualitas apabila dapat melakukannya dengan lebih fokus. Artinya, peneliti seyogianya meneliti dan tidak dibebani pekerjaan administratif, seperti mengurus berkas pertanggungjawaban keuangan, persuratan, hingga strategi komunikasi mendiseminasikan dan memasyarakatkan hasil penelitiannya. Di sinilah pentingnya peran SDM pendukung Iptek dalam mendukung dunia penelitian.
Plt Kepala Bagian Humas dan Informasi Publik LIPI/Pranata Humas Madya
DALAM berbagai kesempatan pada era Demokrasi Terpimpin (1959-1967), presiden pertama negeri ini, Soekarno, selalu menekankan pentingnya eksistensi ilmu pengetahuan. Soekarno menempatkan ilmu pengetahuan sebagai pembakar semangat pembangunan negara yang maju dan revolusioner.
Riset dan inovasi menjadi penentu kemajuan suatu negara. Sudah banyak contoh negara maju yang didasari oleh riset yang canggih. Sebut saja Jepang, Korea Selatan, Swedia, dan negara yang tak jauh dari Indonesia, yaitu Singapura.
Performa riset dalam tulisan ini dibatasi pada beberapa aspek, seperti keunggulan, produktivitas, kolaboratif, kualitas riset, dan perilaku ilmiah yang bertanggung jawab, serta upah untuk produktivitas ilmiah. Jika aspek tersebut dikelola dengan baik, maka mimpi Indonesia untuk memiliki lembaga riset bereputasi global sangat mungkin terwujud. Untuk itu, seluruh sumber daya riset sebaiknya diarahkan, dipusatkan, dan difokuskan pada upaya untuk membangun dan meningkatkan kinerja riset.
Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) menjadi peta perjalanan lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) di Indonesia hingga 2045. Selama ini, aktivitas riset dalam lembaga litbang cenderung dianggap tumpang-tindih dan menjadi faktor yang memengaruhi perkembangan riset di Indonesia. Dari situlah munculnya ide penyatuan lembaga riset. Dalam undang-undang tersebut juga secara eksplisit tertulis pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Beragam riset yang dilakukan oleh suatu negara tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri-sendiri. Terlebih, saat ini riset menuntut sifat multidisipliner sehingga membutuhkan beragam kepakaran dan kolaborasi dengan banyak pihak. Pada puncak peringatan hari kebangkitan teknologi nasional (Hakteknas) pada Senin (10/8), hasil-hasil riset dan inovasi Indonesia dipamerkan melalui tayangan video. Hakteknas tampak fokus menampilkan kontribusi keunggulan kemandirian riset Indonesia.
Sebelumnya, pada peringatan hari kebangkitan nasional, 55 hasil riset diluncurkan melalui koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi. BRIN dalam UU Sisnas Iptek diharapkan menjadi lembaga yang menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, (litbangjirap), serta invensi dan inovasi yang terintegrasi. Semangat UU Sisnas Iptek seyogianya tidak menggema sampai orkestrasi litbangjirap saja, tetapi juga menyentuh hingga manajemen riset yang lebih rinci.
Manajemen Riset dan Reputasi Lembaga Riset
Manajemen berarti mengelola. Seorang pengelola alias manajer atau pemimpin sebuah lembaga riset perlu memikirkan strategi membangun, mempertahankan, dan meningkatkan reputasi lembaga riset yang dipimpinnya. Manajemen riset memiliki dua unsur terpenting, yaitu sumber daya manusia (SDM) unggul yang berkualitas dan infrastruktur.
SDM unggul dalam lembaga riset bukan saja ditekankan pada SDM Iptek (peneliti atau perekayasa), melainkan juga perlu memperhatikan kepiawaian SDM pendukung Iptek. Lembaga riset yang baik tidak akan mengabaikan peran SDM pendukung Ipteknya. Mengapa demikian?
Seorang peneliti misalnya, dapat melakukan penelitian dan menghasilkan suatu produk atau invensi yang berkualitas apabila dapat melakukannya dengan lebih fokus. Artinya, peneliti seyogianya meneliti dan tidak dibebani pekerjaan administratif, seperti mengurus berkas pertanggungjawaban keuangan, persuratan, hingga strategi komunikasi mendiseminasikan dan memasyarakatkan hasil penelitiannya. Di sinilah pentingnya peran SDM pendukung Iptek dalam mendukung dunia penelitian.