MK Tolak Uji Formil Syarat Usia Capres-Cawapres, Ini Respons Denny Indrayana Cs
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji formil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu tentang Syarat Batas Minimal Usia Capres-Cawapres. Uji materi dengan perkara nomor 145/PUU-XXI/2023 diajukan oleh dua Ahli Hukum Tata Negara, Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar.
Menanggapi hal tersebut, Denny Indrayana menyayangkan MK menolak uji formil Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang telah ditafsirkan dengan tidak adil dan melanggar etik oleh putusan MK. Seharusnya, kata dia, kita masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan demokrasi dan Pemilu 2024 yang lebih konstitusional.
Baca juga: MK Tolak Uji Formil Syarat Usia Capres-Cawapres
"Semestinya MK memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan menyelamatkan demokrasi melalui dikabulkannya permohonan uji formil yang kami ajukan. Sangat disayangkan kemudian MK tidak mau bahkan tidak berani mengoreksi skandal Mahkamah Keluarga Gate yang mencoreng demokrasi dan konstitusi,” ujar Denny dalam keterangannya, Selasa (16/1/2024).
Sementara, Zainal Arifin Mochtar menilai putusan ini akan menjadi sumber persoalan dalam beberapa hal. Pertama, kata dia, MK jangankan menegakkan hukum, menegakkan UU saja tidak.
"Padahal ada kesempatan untuk melakukan terobosan untuk penegakan hukum dan UU, tetapi keduanya tidak dilakukan. MK membiarkan ruang kosong yang belum diisi dengan alasan yang terlalu sederhana," tegasnya.
Kedua, lanjut Zainal, MK melanjutkan kondisi ketidakjelasan konstitusional salah satu kandidat dan itu bom waktu yang kembali akan menjadi ujian di permohonan lanjutannya termasuk sengketa Pilpres 2024.
Senada M Raziv Barokah selaku Kuasa Hukum Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar sebagai Pemohon mengungkapkan kekecewaannya atas putusan MK.
“Tidak ada yang bisa kami sampaikan selain kekecewaan atas putusan ini, atas kondisi yang terjadi di Pilpres 2024 ini. Keadilan konstitusi dipaksa mati, kalau begitu, kematian keadilan-keadilan lain pun tinggal menunggu waktu,” tandasnya.
“Secara hukum putusan ini harus diterima, karena tidak ada pilihan lain. Namun secara moral konstitusi, putusan ini sulit untuk diterima, kondisi pelanggaran konstitusi yang vulgar ini tidak dapat diterima dari sudut pandang moralitas-etik konstitusi,” sambung Raziv.
Dia menyayangkan MK tetap membiarkan keberlakuan norma hukum yang menjadikan Gibran Rakabuming selaku Calon Wakil Presiden lolos melalui putusan yang melanggar etika.
"Perubahan ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu walaupun jelas cacat secara etika mau tidak mau tetap dibiarkan berlaku di kalangan masyarakat karena MK tetap tidak mau membatalkannya melalui Putusan 145/PUU-XXI/2023," pungkas dia.
Lihat Juga: Menteri Rosan Harap Investasi ke Indonesia Meningkat usai Donald Trump Menangi Pilpres AS 2024
Menanggapi hal tersebut, Denny Indrayana menyayangkan MK menolak uji formil Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang telah ditafsirkan dengan tidak adil dan melanggar etik oleh putusan MK. Seharusnya, kata dia, kita masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan demokrasi dan Pemilu 2024 yang lebih konstitusional.
Baca juga: MK Tolak Uji Formil Syarat Usia Capres-Cawapres
"Semestinya MK memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan menyelamatkan demokrasi melalui dikabulkannya permohonan uji formil yang kami ajukan. Sangat disayangkan kemudian MK tidak mau bahkan tidak berani mengoreksi skandal Mahkamah Keluarga Gate yang mencoreng demokrasi dan konstitusi,” ujar Denny dalam keterangannya, Selasa (16/1/2024).
Sementara, Zainal Arifin Mochtar menilai putusan ini akan menjadi sumber persoalan dalam beberapa hal. Pertama, kata dia, MK jangankan menegakkan hukum, menegakkan UU saja tidak.
"Padahal ada kesempatan untuk melakukan terobosan untuk penegakan hukum dan UU, tetapi keduanya tidak dilakukan. MK membiarkan ruang kosong yang belum diisi dengan alasan yang terlalu sederhana," tegasnya.
Kedua, lanjut Zainal, MK melanjutkan kondisi ketidakjelasan konstitusional salah satu kandidat dan itu bom waktu yang kembali akan menjadi ujian di permohonan lanjutannya termasuk sengketa Pilpres 2024.
Senada M Raziv Barokah selaku Kuasa Hukum Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar sebagai Pemohon mengungkapkan kekecewaannya atas putusan MK.
“Tidak ada yang bisa kami sampaikan selain kekecewaan atas putusan ini, atas kondisi yang terjadi di Pilpres 2024 ini. Keadilan konstitusi dipaksa mati, kalau begitu, kematian keadilan-keadilan lain pun tinggal menunggu waktu,” tandasnya.
“Secara hukum putusan ini harus diterima, karena tidak ada pilihan lain. Namun secara moral konstitusi, putusan ini sulit untuk diterima, kondisi pelanggaran konstitusi yang vulgar ini tidak dapat diterima dari sudut pandang moralitas-etik konstitusi,” sambung Raziv.
Dia menyayangkan MK tetap membiarkan keberlakuan norma hukum yang menjadikan Gibran Rakabuming selaku Calon Wakil Presiden lolos melalui putusan yang melanggar etika.
Baca Juga
"Perubahan ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu walaupun jelas cacat secara etika mau tidak mau tetap dibiarkan berlaku di kalangan masyarakat karena MK tetap tidak mau membatalkannya melalui Putusan 145/PUU-XXI/2023," pungkas dia.
Lihat Juga: Menteri Rosan Harap Investasi ke Indonesia Meningkat usai Donald Trump Menangi Pilpres AS 2024
(kri)