Debat Cawapres Perdana: Gibran Kombinasikan Gaya Jokowi dan Prabowo

Kamis, 28 Desember 2023 - 05:50 WIB
loading...
Debat Cawapres Perdana:...
Yasmin Muntaz. Foto/Isimewa
A A A
Yasmin Muntaz
Praktisi Media

DALAM Debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) Jumat 22 Desember 2023, Gibran Rakabuming Raka tampil di luar dugaan dan menjungkirbalikkan prediksi yang memperkirakan ia bakal kewalahan menghadapi Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD . Harus diakui saat opening statement, delivery Gibran mengesankan, terlepas dari adanya anggapan miring bahwa apa yang disampaikannya sekadar hafalan yang belum tentu dipahami.

Secara presentasi (informasi, substansi, speed dan akurasi bicara, serta pemanfaatan dan disiplin waktu), Gibran unggul di sesi pertama. Ucapan Selamat Hari Ibu menjadi penutup yang pas. Dalam visi misi, Gibran juga menyebut percepatan, selain keberlanjutan dan penyempurnaan sebagai narasi besarnya. Padahal ‘percepatan’ saat ini adalah ‘positioning’ pasangan cakin nomor urut 3 (sesuai tagline: Sat Set).

Dari sisi ketepatan waktu, Muhaimin dan Mahfud sama-sama over durasi. Sesuatu yang sebenarnya bisa dicegah dalam opening statement. Mahfud mengawali penyampaian visi misi dengan ajakan untuk bersujud kepada ibu (dalam rangka Hari Ibu). Karena tempo bicaranya agak lambat di awal, prolog itu memakan waktu hampir 30 detik. Akibatnya, di akhir visi misinya, sekitar 5 kata melewati durasi. Sesuai kapasitasnya sebagai ahli hukum, Mahfud mengaitkan masalah ekonomi dengan permasalahan hukum, yakni korupsi yang disebutnya sebagai salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi (padahal bisa mencapai 7%, seperti yang ditargetkan Ganjar – Mahfud). Ketika menyebut pemerataan dan pasal dalam Undang-Undang Dasar (UUD), Mahfud salah ucap dengan menyebut pasal 3. Saya yakin yang dimaksud adalah pasal 33 UUD. Yang menarik, ketika mengajak untuk melawan korupsi, Mahfud meminjam bahasa gaul anak muda yang viral di TikTok : “Mundur (kau) Wiirr..! Hendak korupsi Saya tabrak!”

Muhaimin menggunakan waktu hingga 1 menit lebih di awal, untuk prolog. Ketika waktu tersisa sekitar 2 menit 43 detik, ia baru masuk ke inti. Jika prolog tersebut dimaksudkan untuk mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai pimpinan tertinggi Pemerintah, maka pesannya tidak sampai. Muhaimin menyebutkan: ‘slepet’ itu disrupsi (inovasi atau cara baru untuk menggantikan cara lama) dan disrupsi adalah awal dari perubahan. Muhaimin menyebut kata slepet sebanyak 6 kali dalam 2 menit, termasuk ketika ia menyoroti kesenjangan antara si kaya dan si miskin, harga-harga yang mahal dan juga masih tingginya angka pengangguran dan pekerja di sektor informal. Sayangnya, Muhaimin tidak dapat menuntaskan visi misinya karena amat kehabisan waktu. Akibat over durasi dan beberapa kali slip of tongue, presentasi Muhaimin terasa kedodoran. Padahal ‘menunya bergizi’ dan cukup bervariasi.



Sesi dua dan tiga adalah pertanyaan panelis. Ketika menjawab pertanyaan panelis soal investasi maupun merespons tanggapan kandidat lain, Muhaimin lagi-lagi kehabisan waktu. Perlu menjadi perhatian ke depannya, agar selalu bicara dengan lugas dan to the point untuk menghincari over durasi serta tidak terburu-buru dalam pengucapan untuk menghindari slip of tongue. Sedangkan Mahfud MD beberapa kali juga (nyaris) kehabisan waktu, namun tertutup oleh kata: "selesai" di akhir ia bicara. Sebuah taktik yang jitu.

Soal Ibu Kota Negara (IKN) muncul ketika Gibran menjawab pertanyaan tentang Keuangan, Pajak, dan Tata Kelola APBN. Muhaimin kena sentil ketika inkonsistensinya soal IKN dipertanyakan Gibran. Saat Gibran ditanya soal investor IKN, mulai tampak kesan meremehkan lawan bicara. Ia meminta Mahfud MD yang seorang Profesor untuk googling mengenai investor di IKN. Mungkin yang dimaksud Mahfud adalah investor asing, tapi tidak ada peluang baginya untuk mengoreksi pertanyaan. Mestinya Gibran bisa mengatakan: jika yang dimaksud adalah investor asing, maka tanggapan saya begini. Kalau investor lokal sudah ada, dan seterusnya. Lebih elegan dan terlihat menghargai kandidat lain yang usianya terpaut jauh.

Gibran kembali menyentil soal IKN ketika Muhaimin menjawab pertanyaan tentang Perkotaan. Muhaimin mengatakan akan membangun 40 kota baru yang selevel Jakarta. Lagi-lagi ia diserang Gibran, yang menurut saya tidak patut karena Gibran menjuluki Muhaimin 'aneh'. Memberi julukan negatif adalah bullying. Tidak patut dilontarkan, apalagi disampaikan dalam forum resmi dan di level Debat Pilpres pula. Gibran memang banyak dibully dan dijuluki dengan beragam panggilan negatif di medsos. Tapi bukan berarti, ia bisa menyebut Cawapres lain 'aneh'. Komisi Pemilihan Umum (KPU) rasanya perlu memberi teguran atas ucapan GIibran tersebut.

Muhaimin mungkin saja kurang lugas, tapi dari jawabannya bisa ditafsirkan bahwa: dari kota yang sudah ada, akan dibuat setara Jakarta. Bukan membangun kota dari nol seperti IKN. Alangkah baiknya jika Gibran mempertegas dengan bertanya yang santun namun kritis, ketimbang menyebut Muhaimin aneh. Kalau membangun baru kenapa tidak setuju IKN? Atau: apakah yang dimaksud adalah kota yang sudah ada, lalu ingin disetarakan dengan Jakarta? Apakah itu mungkin? Pertanyaan semacam itu justru keluar dari Mahfud MD. Saat merespons, Muhaimin sebenarnya bisa sambil mempertegas maksudnya soal membangun 40 kota setara Jakarta tersebut (bahwa bukan kota baru, melainkan meng-upgrade kota existing). Tapi hal itu tidak dilakukan atau tidak tertangkap jelas.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2510 seconds (0.1#10.140)