Inovasi Butuh Sinergi Semua Lini

Senin, 10 Agustus 2020 - 06:11 WIB
loading...
A A A
Tambahan untuk yang keempat adalah pengembangan berbasis komunitas. ITS memiliki Science Techno Park (STP) yang berfungsi untuk memacu produk inovasi baru dan usaha para peneliti.

“Usaha pemerintah sudah cukup banyak untuk mendukung suatu produk inovasi. Apakah industri datang atau melihat, saya melihatnya masih belum banyak,” ujar Dekan Fakultas Teknologi Kelautan ITS Trika Pitana.

Fakultas Teknologi Kelautan ITS sudah memiliki beberapa produk yang digunakan oleh industri, seperti INSTOW-perangkat lunak untuk penataan kontainer kapal dan automatic identification system (AIS). Inovasi itu pun sudah mendapatkan sertifikat dan paten. Bahkan, riset AIS itu dilakukan sejak 2007 dan baru bisa digunakan 11 tahun kemudian.

Di masa pandemi ini, ITS berkolaborasi dengan Universita Airlangga (Unair) menciptakan Robot Medical Assistant ITS-Unair (Raisa). Robot berfungsi untuk mengurangi kontak langsung antara tenaga medis dan pasien Covid-19. Dengan demikian, potensi penularan kepada tenaga medis bisa diperkecil.

ITS juga membuat ventilator yang sekarang digunakan di rumah sakit Unair. “Persoalannya, ITS untuk skala industri enggak mungkin karena bukan pabrik. Artinya, harus ada industri yang mendukung produksi massal karena produknya sekarang masih 2,3, dan 4,” jelas akademisi lulusan Kobe University, Jepang itu.

Dana Harus Memadai

Beben Benyamin, dosen sekaligus peneliti asal Indonesia yang berkarir di Australian Centre for Precision Health, University of South Australia, mengatakan, kemajuan sains dan teknologi itu ditentukan dari beragam faktor. Dia pun membandingkan pengembangan sains dan teknologi antara Australia dan Indonesia dalam hal sumber daya manusia (SDM), sistem penunjang seperti pendanaan penelitian, dan kondisi akademik. (Baca juga: Anies Baswedan Bikin Keok Kang Emil, Ganjar, dan Khofifah)

SDM (peneliti) di Indonesia sebenarnya banyak, tapi dibandingkan dari populasi penduduk sebenarnya masih lebih sedikit. “Dana juga masih lebih rendah kalau dilihat dari GDP. Di Indonesia enggak sampai sekitar 1 persen. Di Australia, yang diberikan itu sekitar 2 persen,” kata Beben, saat dihubungi SINDO Media, kemarin.

Menurutnya, dana yang banyak juga akan menentukan seberapa besar orang yang bekerja di bidang penelitian sains, teknologi, dan lainnya. Di Australia, ada dua pendanaan besar yang dikelola pemerintah yaitu untuk bidang kesehatan-kedokteran dan bidang umum. Jumlah dana bidang kesehatan dan kedokteran setara dengan total gabungan dana riset umum di bidang lainnya.

“Di sini sangat kompetitif sekali. Biasanya penelitian itu dalam jangka waktu yang cukup lama, 3-5 tahun. Jumlah dananya juga cukup untuk penelitian, rata-rata sekitar 500 ribu-1 juta dolar Australia. Kalau bidang lain sekitar 500 ribu dolar Australia,” terangnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1273 seconds (0.1#10.140)