Penemuan Obat Bercampur Babi Bukti Kontrol Lemah

Kamis, 01 Februari 2018 - 10:38 WIB
Penemuan Obat Bercampur Babi Bukti Kontrol Lemah
Penemuan Obat Bercampur Babi Bukti Kontrol Lemah
A A A
JAKARTA - Pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap peredaran obat-obatan masih lemah. Hal itu terbukti dengan penemuan dua suplemen makanan yang mengandung deoxyribosenucleic acid (DNA) babi.

Dua produk tersebut bahkan sudah lama beredar di pasaran dan dikonsumsi masyarakat. Suplemen makanan dimaksud adalah Viostin DS dengan nomor izin edar NIE POM SD. 051523771 dan nomor bets BN C6K994H produksi PT Pharos Indonesia serta Enzyplex tablet yang bernomor izin NIE DBL7214704016A1 dan nomor bets 16185101 buatan PT Medifarma Laboratories.

Rabu (31/1/2018), BPOM sudah menginstruksikan produsen, PT Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories, menghentikan produksi dan distribusi produk dengan nomor bets tersebut. Dua perusahaan tersebut juga sudah mulai menarik barang tersebut dari pasaran.

"Saya menilai ada kelalaian dari pihak BPOM dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran obat yang ada. Semestinya ini tidak perlu terjadi jika pengawasan dilakukan secara intensif. Ini juga pernah terjadi dalam kasus peredaran mi Korea yang mengandung babi beberapa waktu lalu," ucap Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay di Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Saleh pun menuntut BPOM bersama Kemenkes dan aparat terkait perlu melakukan investigasi bagaimana dua obat tersebut bisa beredar di masyarakat. Hasil investigasi itu nanti dilaporkan ke masyarakat. Jangan dibiarkan berlalu begitu saja tanpa tindak lanjut dan tanpa kejelasan. Jika didiamkan, ke depan dipastikan akan muncul lagi kejadian serupa.

"Pemerintah harus memastikan bahwa semua obat, makanan, dan kosmetik yang beredar aman dikonsumsi dan tidak merugikan hak-hak konsumen," tegasnya.

Direktur Yayasan Lembaga Advokasi Obat Indonesia (YLAOI) Karyanto mengimbau BPOM untuk semakin intensif melakukan pengawasan terhadap produk yang beredar di pasaran (post-market vigilance) dan segera menyampaikan ke publik jika temuan tersebut tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, termasuk kategori kehalalan sebagaimana diatur pada Pasal 17 dan Pasal 18, UU Nomor 33 Tahun 2014.

"Kepada produsen makanan, minuman, dan obat-obatan agar mematuhi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal," ujar Karyanto.

Selain meminta produsen menghentikan produksi dua suplemen bermasalah tersebut dan meminta produsen menarik keduanya dari pasaran, BPOM juga telah menginstruksikan balai besar/balai POM di seluruh Indonesia untuk terus memantau dan melakukan penarikan produk yang tidak memenuhi ketentuan, termasuk yang terdeteksi positif mengandung DNA babi, tetapi tidak mencantumkan peringatan "Mengandung Babi".

BPOM secara tidak langsung berkilah lemah melakukan pengawasan. "Kami secara rutin melakukan pengawasan terhadap keamanan, khasiat, manfaat, dan mutu produk dengan pengambilan sampel produk beredar, pengujian di laboratorium, serta tindak lanjut hasil pengawasan," demikian rilis BPOM.

Ada unsur babi dalam Viostin DS dan Enzyplex diketahui berawal dari viral tentang ada surat Balai Besar POM di Mataram kepada Balai POM di Palangka Raya bahwa dua merek tersebut mengandung DNA babi. Dalam surat edaran itu disebut fakta tersebut berdasarkan hasil pengawasan terhadap produk yang beredar di pasaran (post-market vigilance) melalui pengambilan contoh dan peng ujian terhadap parameter DNA babi.

Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk meningkatkan ketelitian dan ketekunan meriset ragam produk produksi makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang canggih. Dengan kerja dan ketelitian, LPPOM MUI bisa dijamin dan dipastikan bahwa sebuah produk tak mengandung DNA babi, darah hewan yang di haramkan, dan penjualan tidak terhubung kepada ihwal yang diharamkan.

"LPPOM MUI ibaratnya adalah hulu, sedangkan komisi fatwa MUI adalah hilir. LPPOM MUI adalah jaksa yang melengkapi berkas perkara untuk dibawa ke pengadilan. Sedangkan komisi fatwa ibarat hakim yang memutuskan perkara di pengadilan. Jika LPPOM MUI salah mendeteksi, komisi fatwa MUI akan salah dalam mengeluarkan fatwa," ucap Lukman.

Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin dalam kesempatan Tasyakuran Milad Ke-29 LPPOM tersebut mengampanyekan Halal Is My Life. Menurutnya, LPPOM MUI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah mampu menunjukkan kinerja sebagai lembaga halal yang diakui dunia. "Sejak beberapa tahun terakhir SJH LPPOM MUI sudah diadopsi oleh hampir seluruh lembaga halal di dunia, mulai dari Asia, Australia, Eropa, hingga Amerika dan Afrika," sebut Kiai Ma'ruf.

Kejahatan Korporasi
Indonesia Halal Watch menilai tindakan PT Pharos lndonesia dan PT Medifarma Laboratories yang memproduksi obat dan terdeteksi positif megandung DNA babi, namun tidak mencantumkan peringatan mengandung babi sebagai perbuatan kejahatan korporasi sesuai dengan PP No 69/1999 tentang Label dan lklan Pangan jo Pasal 6 huruf i UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen jo Pasal 26 ayat 2 UU No 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal.

"Pada intinya pelaku wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada produk. Kalau tidak mencantumkan, berarti ini kejahatan," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah.

Karena itulah, dia meminta aparat terkait untuk memberikan hukuman kepada PT Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories berupa hukuman badan dan penalti sesuai dengan aturan tersebut untuk memberikan efek jera. Ikhsan lantas menyarankan BPOM sebagai lembaga yang mengawasi obatan-obatan, makanan, dan minuman yang beredar di masyarakat menggandeng Polri untuk melakukan penindakan atas pelanggaran tersebut.

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Farmasi Asing di Indonesia atau International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG) Parulian Simanjuntak juga menegaskan, apabila suatu produk mengandung zat haram, harus diberikan penandaan sehingga masyarakat bisa mengetahui. Aturan itu harus dipenuhi masing-masing pelaku industri, baik perusahaan lokal atau asing.

"Kami dari asosiasi tidak memberikan tindakan apa pun kepada pelaku industri. Aturannya adalah perusahaan harus memberikan penandaan yang jelas apabila produknya mengandung unsur yang di haramkan," ujar Parulian saat di hubungi di Jakarta, Rabu (31/1/2018).
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1390 seconds (0.1#10.140)