RUU Perampasan Aset Akan Akselerasi Kinerja BPA Kejagung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peneliti Pusat Anti Korupsi Universitas Mulawarman Herdiansyah Mulawarman mengakui kinerja pemberantasan korupsi oleh kejaksaan dan aparat penegak hukum (APH) lainnya tidak maksimal karena Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Tindak Pidana belum disahkan. Utamanya dalam pelacakan aset (asset tracing) dan pengembalian kerugian negara (asset recovery).
"Ini benar. Bukan hanya kejaksaan, tapi semua APH terkendala tidak adanya regulasi yang memadai dalam perampasan aset. Termasuk perampasan aset penyelenggara negara yang kekayaannya meningkat secara tidak wajar," katanya, Kamis (14/12/2023).
"Karena itu, kita berkepentingan untuk mendesak agar RUU Perampasan Aset itu segera dibahas dan disahkan," sambung Castro sapaannya.
RUU Perampasan Aset kali pertama didorong Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2008. Namun, tidak ada progres berarti hingga kini.
Castro berpendapat bahwa berlarut-larutnya pengesahan RUU Perampasan Aset oleh para pembuat UU, pemerintah dan DPR, lantaran mengancam oknum-oknum di internal keduanya.
"Sederhana, karena kalau RUU ini disahkan oleh DPR dan pemerintah, itu seperti menggantung leher mereka sendiri karena yang potentially aset-asetnya dirampas adalah mereka," jelasnya.
Di sisi lain, Castro meyakini disahkannya RUU Perampasan Aset nantinya akan mengakselerasi kinerja Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan Agung (Kejagung). "Pasti. Meskipun konteks perampasan dan pemulihan berbeda, tapi akan saling menguatkan, akan mengakselerasi Kejagung nantinya," pungkasnya.
"Ini benar. Bukan hanya kejaksaan, tapi semua APH terkendala tidak adanya regulasi yang memadai dalam perampasan aset. Termasuk perampasan aset penyelenggara negara yang kekayaannya meningkat secara tidak wajar," katanya, Kamis (14/12/2023).
"Karena itu, kita berkepentingan untuk mendesak agar RUU Perampasan Aset itu segera dibahas dan disahkan," sambung Castro sapaannya.
RUU Perampasan Aset kali pertama didorong Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2008. Namun, tidak ada progres berarti hingga kini.
Castro berpendapat bahwa berlarut-larutnya pengesahan RUU Perampasan Aset oleh para pembuat UU, pemerintah dan DPR, lantaran mengancam oknum-oknum di internal keduanya.
"Sederhana, karena kalau RUU ini disahkan oleh DPR dan pemerintah, itu seperti menggantung leher mereka sendiri karena yang potentially aset-asetnya dirampas adalah mereka," jelasnya.
Di sisi lain, Castro meyakini disahkannya RUU Perampasan Aset nantinya akan mengakselerasi kinerja Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan Agung (Kejagung). "Pasti. Meskipun konteks perampasan dan pemulihan berbeda, tapi akan saling menguatkan, akan mengakselerasi Kejagung nantinya," pungkasnya.
(rca)