Pakar Hukum Tata Negara Minta Jokowi Cabut Keppres Nomor 116/P karena Cacat Hukum
loading...
A
A
A
Dalam aturan itu disebutkan, “Dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”.
"Maka pengangkatan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara KPK melalui Keppres menjadi tak sah dan batal demi hukum, karena tak berdasarkan pada Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019," ujarnya.
Mengapa hanya Presiden Jokowi yang berwenang untuk mencabut Keppres Nomor 116/P, kata dia, merujuk pada asas Contrarius Actus salah satu konsep dalam hukum administrasi menyebutkan siapa pejabat tata usaha negara yang membuat keputusan tata usaha negara dengan sendirinya berwenang mengubah, mengganti, mencabut atau membatalkan dokumen yang dibuatnya. "Dia membuat, dia sendiri yang mencabut," kata dia.
Selain meminta Presiden Jokowi mencabut Keppres Nomor 116/P Tahun 2023 terdapat dua upaya lainnya yang dapat dilakukan yaitu melalui jalur hukum dengan mengajukan Judisial Review ke Mahkamah Agung (MA) dan mendorong DPR RI mengajukan hak interpletasi terhadap Presiden Jokowi.
"Anggota dewan menggunakan hak interpletasi. Ini persoalan sederhana. Hak untuk meminta keterangan tertulis kepada Presiden," kata dia.
Untuk judisial review ke MA, kata dia, menentukan siapa yang berwenang mengajukan atau legal standing. "Tentu saja menggunakan upaya hukum Judicial Review ke Mahkamah Agung. Berkenaan dengan legal standing siapa yang mengajukan. Apakah hak konstitusional saya dirugikan tidak," ujarnya.
Jika persoalan ini dibiarkan, maka akan membuat setiap kebijakan atau upaya hukum yang dibuat KPK menjadi cacat. "Jangan sampai dibiarkan Ketua KPK tak sah berlarut-larut. Jangan sampai pimpinan KPK menersangkakan orang menjadi tidak sah. Timbul kegaduhan," tambahnya.
"Maka pengangkatan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara KPK melalui Keppres menjadi tak sah dan batal demi hukum, karena tak berdasarkan pada Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019," ujarnya.
Mengapa hanya Presiden Jokowi yang berwenang untuk mencabut Keppres Nomor 116/P, kata dia, merujuk pada asas Contrarius Actus salah satu konsep dalam hukum administrasi menyebutkan siapa pejabat tata usaha negara yang membuat keputusan tata usaha negara dengan sendirinya berwenang mengubah, mengganti, mencabut atau membatalkan dokumen yang dibuatnya. "Dia membuat, dia sendiri yang mencabut," kata dia.
Selain meminta Presiden Jokowi mencabut Keppres Nomor 116/P Tahun 2023 terdapat dua upaya lainnya yang dapat dilakukan yaitu melalui jalur hukum dengan mengajukan Judisial Review ke Mahkamah Agung (MA) dan mendorong DPR RI mengajukan hak interpletasi terhadap Presiden Jokowi.
"Anggota dewan menggunakan hak interpletasi. Ini persoalan sederhana. Hak untuk meminta keterangan tertulis kepada Presiden," kata dia.
Untuk judisial review ke MA, kata dia, menentukan siapa yang berwenang mengajukan atau legal standing. "Tentu saja menggunakan upaya hukum Judicial Review ke Mahkamah Agung. Berkenaan dengan legal standing siapa yang mengajukan. Apakah hak konstitusional saya dirugikan tidak," ujarnya.
Jika persoalan ini dibiarkan, maka akan membuat setiap kebijakan atau upaya hukum yang dibuat KPK menjadi cacat. "Jangan sampai dibiarkan Ketua KPK tak sah berlarut-larut. Jangan sampai pimpinan KPK menersangkakan orang menjadi tidak sah. Timbul kegaduhan," tambahnya.
(cip)