Junjung Integritas, Fadlul Imansyah Pastikan Internal BPKH Bersih dari Korupsi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Momentum Hari Anti Korupsi Sedunia yang diperingati setiap 9 Desember, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah menegaskan komitmennya untuk menjunjung tinggi integritas serta menjadikan BPKH sebagai lembaga yang transparan dan bebas korupsi.
Hal ini disampaikannya saat menjadi Keynote Speaker sekaligus membuka seminar bertajuk “Integritas dan keamanan keuangan: anti korupsi, benturan kepentingan dan pencegahan tindak pidana pencucian uang di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Alhamdulillah, sejak dibentuk tahun 2017 hingga saat ini, semua insan atau karyawan BPKH tidak ada yang terlibat kasus korupsi, gratifikasi maupun tindak pidana pencucian uang," ujar Kepala BPKH Fadlul Imansyah dalam keterangannya, Minggu (3/12/2023).
Fadlul menegaskan, seminar yang berisi sharing knowledge para narasumber baik dari KPK, PPATK dan Transparency International Indonesia ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman tentang korupsi, benturan kepentingan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang.
Tak hanya di lingkungan internal BPKH saja. Namun, juga melibatkan semua bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPS BPIH), mitra investasi dan kemaslahatan BPKH, serta penyedia barang dan jasa BPKH.
Hal ini sejalan dengan tanggung jawab BPKH dalam mengelola dana haji sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2014. Tugas utama BPKH mencakup penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban dana haji.
Sebagai bagian dari tugasnya, BPKH juga berwenang menempatkan dan menginvestasikan dana dengan mematuhi prinsip syariah dan kehati-hatian serta berdasarkan asas akuntabel, transparan, nirlaba, dan manfaat.
"BPKH memainkan peran sentral dalam memastikan keberhasilan pelaksanaan ibadah haji bagi jutaan umat Muslim Indonesia. Karena itu, BPKH menyadari bahwa keberhasilan pengelolaan dana haji tak hanya bergantung pada kebijakan dan prosedur yang baik. Tapi juga mengedepankan integritas dan transparansi serta tindakan pencegahan yang efektif terhadap korupsi, menjadi faktor kunci untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Hukum dan Kepatuhan BPKH Ahmad Zaky menegaskan, BPKH konsisten menerapkan Good Corporate Governance (GCG) untuk membangun lembaga yang sehat, tangguh, berintegritas, dan memenuhi prinsip syariah.
"Di BPKH sudah diterapkan secara konsisten mulai dari GCG, kode etik dan benturan kepentingan, pengendalian gratifikasi, pelaporan pelanggaran (Whistleblowing) serta Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP)," kata Zaki.
Komitmen itu diikat dengan Pakta Integritas sebagai norma yang harus dipatuhi setiap anggota Badan Pelaksana, anggota Dewan Pengawas serta pegawai BPKH.
"Pakta integritas ini sebagai pernyataan janji atau komitmen sebagai bentuk kesanggupan untuk patuh dalam ketentuan yang berlaku sebagaimana tugas dan fungsi yang dilakukan,” tandas Zaki.
Sementara itu Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengingatkan ragam bentuk korupsi yang harus diwaspadai.
"Praktik korupsi itu ada bermacam-macam bentuknya. Berdasarkan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ada 7 macam bentuk korupsi. Hal ini juga tertuang dalam Undang-Undang PTPK (Pemberantasan tindak Pidana korupsi No 31/1999 jo No 20/2001)," jelas Ghufron.
Secara ringkas perbuatan tersebut berkaitan dengan merugikan keuangan negara, suap-menyuap (istilah lain: sogokan atau pelicin), penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dan pengadaan, serta gratifikasi (istilah lain pemberian hadiah).
Hal terpenting yang harus dipahami dalam korupsi, bahwa subjek hukumnya adalah setiap orang dan bukan saja pegawai negeri. Kemudian korupsi tidak harus berkaitan langsung dengan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Di sisi lain, pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghentikan pertanggungjawaban hukum pidana.
Ghufron menjelaskan bahwa praktek korupsi bisa mengancam tak hanya secara personal tapi juga lembaga atau organisasi. Praktek korupsi menyebabkan target-target dari kelembagaan, negara maupun private tidak tercapai.
"Perlu ada kesadaran bahwa semua akan berjalan dengan baik jika tidak ada korupsi, pelanggaran gratifikasi hingga tindak pidana pencucian uang. Semua target akan terpenuhi, kinerja naik, integritas terjaga. Namun, begitu terjadi korupsi, maka semua akan berantakan. Semua target tidak akan terpenuhi. Akibatnya, kinerja dan citra lembaga atau organisasi menjadi buruk serta bisa tidak dipercaya masyarakat. Jangan sampai hal ini terjadi pada BPKH," tukasnya.
Karena itu, Ghufron mendorong BPKH untuk memperkuat sistem pengawasan internal yang sudah berjalan dengan baik, meningkatkan kemampuan tim investigasi, serta memperkuat sistem whistleblowing dan SMAP.
Hal ini disampaikannya saat menjadi Keynote Speaker sekaligus membuka seminar bertajuk “Integritas dan keamanan keuangan: anti korupsi, benturan kepentingan dan pencegahan tindak pidana pencucian uang di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Alhamdulillah, sejak dibentuk tahun 2017 hingga saat ini, semua insan atau karyawan BPKH tidak ada yang terlibat kasus korupsi, gratifikasi maupun tindak pidana pencucian uang," ujar Kepala BPKH Fadlul Imansyah dalam keterangannya, Minggu (3/12/2023).
Fadlul menegaskan, seminar yang berisi sharing knowledge para narasumber baik dari KPK, PPATK dan Transparency International Indonesia ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman tentang korupsi, benturan kepentingan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang.
Tak hanya di lingkungan internal BPKH saja. Namun, juga melibatkan semua bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPS BPIH), mitra investasi dan kemaslahatan BPKH, serta penyedia barang dan jasa BPKH.
Hal ini sejalan dengan tanggung jawab BPKH dalam mengelola dana haji sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2014. Tugas utama BPKH mencakup penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban dana haji.
Sebagai bagian dari tugasnya, BPKH juga berwenang menempatkan dan menginvestasikan dana dengan mematuhi prinsip syariah dan kehati-hatian serta berdasarkan asas akuntabel, transparan, nirlaba, dan manfaat.
"BPKH memainkan peran sentral dalam memastikan keberhasilan pelaksanaan ibadah haji bagi jutaan umat Muslim Indonesia. Karena itu, BPKH menyadari bahwa keberhasilan pengelolaan dana haji tak hanya bergantung pada kebijakan dan prosedur yang baik. Tapi juga mengedepankan integritas dan transparansi serta tindakan pencegahan yang efektif terhadap korupsi, menjadi faktor kunci untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Hukum dan Kepatuhan BPKH Ahmad Zaky menegaskan, BPKH konsisten menerapkan Good Corporate Governance (GCG) untuk membangun lembaga yang sehat, tangguh, berintegritas, dan memenuhi prinsip syariah.
"Di BPKH sudah diterapkan secara konsisten mulai dari GCG, kode etik dan benturan kepentingan, pengendalian gratifikasi, pelaporan pelanggaran (Whistleblowing) serta Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP)," kata Zaki.
Komitmen itu diikat dengan Pakta Integritas sebagai norma yang harus dipatuhi setiap anggota Badan Pelaksana, anggota Dewan Pengawas serta pegawai BPKH.
"Pakta integritas ini sebagai pernyataan janji atau komitmen sebagai bentuk kesanggupan untuk patuh dalam ketentuan yang berlaku sebagaimana tugas dan fungsi yang dilakukan,” tandas Zaki.
Sementara itu Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengingatkan ragam bentuk korupsi yang harus diwaspadai.
"Praktik korupsi itu ada bermacam-macam bentuknya. Berdasarkan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ada 7 macam bentuk korupsi. Hal ini juga tertuang dalam Undang-Undang PTPK (Pemberantasan tindak Pidana korupsi No 31/1999 jo No 20/2001)," jelas Ghufron.
Secara ringkas perbuatan tersebut berkaitan dengan merugikan keuangan negara, suap-menyuap (istilah lain: sogokan atau pelicin), penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dan pengadaan, serta gratifikasi (istilah lain pemberian hadiah).
Hal terpenting yang harus dipahami dalam korupsi, bahwa subjek hukumnya adalah setiap orang dan bukan saja pegawai negeri. Kemudian korupsi tidak harus berkaitan langsung dengan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Di sisi lain, pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghentikan pertanggungjawaban hukum pidana.
Ghufron menjelaskan bahwa praktek korupsi bisa mengancam tak hanya secara personal tapi juga lembaga atau organisasi. Praktek korupsi menyebabkan target-target dari kelembagaan, negara maupun private tidak tercapai.
"Perlu ada kesadaran bahwa semua akan berjalan dengan baik jika tidak ada korupsi, pelanggaran gratifikasi hingga tindak pidana pencucian uang. Semua target akan terpenuhi, kinerja naik, integritas terjaga. Namun, begitu terjadi korupsi, maka semua akan berantakan. Semua target tidak akan terpenuhi. Akibatnya, kinerja dan citra lembaga atau organisasi menjadi buruk serta bisa tidak dipercaya masyarakat. Jangan sampai hal ini terjadi pada BPKH," tukasnya.
Karena itu, Ghufron mendorong BPKH untuk memperkuat sistem pengawasan internal yang sudah berjalan dengan baik, meningkatkan kemampuan tim investigasi, serta memperkuat sistem whistleblowing dan SMAP.
(maf)