Pengamat Sebut Postur Biaya Haji 2024 Upaya Keluar dari Jebakan Skema Ponzi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dan Komisi VIII DPR menyepakati besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji ( BPIH ) 1445 H/2024 M. Nilainya rata-rata Rp93.410.286 per jemaah haji reguler atau ada kenaikan sebesar Rp3 juta dari tahun sebelumnya sebesar Rp90.050.637,26.
Angka ini terdiri atas dua komponen, yakni Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dengan rata-rata Rp56.046.172 (60%) dan penggunaan nilai manfaat per jamaah sebesar Rp37.364.114 (40%). Dengan skema ini, penggunaan dana nilai manfaat keuangan haji secara keseluruhan sebesar Rp8.200.040.638.567.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj menyebut postur biaya haji 2024 menjadi upaya pemerintah untuk keluar dari skema ponzi, sehingga keberlangsungan keuangan dana haji dapat berkeadilan.
"Jika mencermati postur BPIH 2024 Masehi/1445 Hijriah porsi penggunaan dana dari nilai manfaat terus dikurangi secara gradual sebagai upaya rasionalisasi dan penyehatan atas keberlangsungan dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Hal ini berkonsekwensi beban biaya yang harus ditanggung jemaah akan terus naik," kata Mustolih dalam keterangannya, Selasa (28/11/2023).
Menurutnya, selama ini ada ketimpangan yang sangat tajam dalam tata kelola keuangan haji antara dana distribusi nilai manfaat kepada jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan dengan nilai manfaat yang diterima jemaah haji yang masih antre.
"Padahal setiap jemaah regular, sama-sama membayar setoran awal Rp25 juta. Saat ini terdapat 5,2 juta jemaah yang sudah mendaftar dengan akumulasi dana yang dihimpun Rp165 triliun yang dikelola BPKH yang diinvestasikan ke berbagai skema investasi," kata dia.
Kemudian, jika melihat data pada rentang sejak Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) didirikan 2017 sampai 2023, nilai manfaat yang diberikan kepada per jemaah haji yang berangkat rinciannya Rp26,90 juta (2017), Rp33,72 (2018), Rp33,92 (2019), Rp57,91 juta (2022), dan Rp40,23 juta (2023).
Dia membandingkan dengan distribusi nilai manfaat yang diterima jemaah haji tunggu yang jumlahnya 5,2 juta orang rata-rata hanya menerima di kisaran Rp118 ribu – Rp490 ribu /per orang dalam setiap tahunnya. Sehingga, jika ditotal dalam rentang tahun 2017 -2023 jemaah haji tunggu per orang rata-rata hanya memperoleh penambahan nilai manfaat Rp1,8 juta yang didistribusikan oleh BPKH melalui akun virtual atau rata-rata berkisar 20% dari total nilai manfaat. Sementara, sebanyak 80% diberikan kepada jemaah haji yang berangkat pada setiap tahun.
"Oleh sebab itu, mengingat dana yang diterima jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan dari nilai manfaat begitu besar, maka wajar bila kemudian ada yang menyebut sebagai subsidi dengan sistem sangat mirip skema pozi (ponzi sceam). 5,2 juta jemaah haji tunggu dana hasil kelolaannya dari BPKH yang berasal dari uang pendaftaran ‘dipaksa’ menanggung subsidi kepada 221 (tahun depan 2041) ribu jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan," katanya.
Angka ini terdiri atas dua komponen, yakni Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dengan rata-rata Rp56.046.172 (60%) dan penggunaan nilai manfaat per jamaah sebesar Rp37.364.114 (40%). Dengan skema ini, penggunaan dana nilai manfaat keuangan haji secara keseluruhan sebesar Rp8.200.040.638.567.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj menyebut postur biaya haji 2024 menjadi upaya pemerintah untuk keluar dari skema ponzi, sehingga keberlangsungan keuangan dana haji dapat berkeadilan.
"Jika mencermati postur BPIH 2024 Masehi/1445 Hijriah porsi penggunaan dana dari nilai manfaat terus dikurangi secara gradual sebagai upaya rasionalisasi dan penyehatan atas keberlangsungan dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Hal ini berkonsekwensi beban biaya yang harus ditanggung jemaah akan terus naik," kata Mustolih dalam keterangannya, Selasa (28/11/2023).
Menurutnya, selama ini ada ketimpangan yang sangat tajam dalam tata kelola keuangan haji antara dana distribusi nilai manfaat kepada jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan dengan nilai manfaat yang diterima jemaah haji yang masih antre.
"Padahal setiap jemaah regular, sama-sama membayar setoran awal Rp25 juta. Saat ini terdapat 5,2 juta jemaah yang sudah mendaftar dengan akumulasi dana yang dihimpun Rp165 triliun yang dikelola BPKH yang diinvestasikan ke berbagai skema investasi," kata dia.
Kemudian, jika melihat data pada rentang sejak Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) didirikan 2017 sampai 2023, nilai manfaat yang diberikan kepada per jemaah haji yang berangkat rinciannya Rp26,90 juta (2017), Rp33,72 (2018), Rp33,92 (2019), Rp57,91 juta (2022), dan Rp40,23 juta (2023).
Dia membandingkan dengan distribusi nilai manfaat yang diterima jemaah haji tunggu yang jumlahnya 5,2 juta orang rata-rata hanya menerima di kisaran Rp118 ribu – Rp490 ribu /per orang dalam setiap tahunnya. Sehingga, jika ditotal dalam rentang tahun 2017 -2023 jemaah haji tunggu per orang rata-rata hanya memperoleh penambahan nilai manfaat Rp1,8 juta yang didistribusikan oleh BPKH melalui akun virtual atau rata-rata berkisar 20% dari total nilai manfaat. Sementara, sebanyak 80% diberikan kepada jemaah haji yang berangkat pada setiap tahun.
"Oleh sebab itu, mengingat dana yang diterima jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan dari nilai manfaat begitu besar, maka wajar bila kemudian ada yang menyebut sebagai subsidi dengan sistem sangat mirip skema pozi (ponzi sceam). 5,2 juta jemaah haji tunggu dana hasil kelolaannya dari BPKH yang berasal dari uang pendaftaran ‘dipaksa’ menanggung subsidi kepada 221 (tahun depan 2041) ribu jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan," katanya.