Mendes Sebut Dana Desa Harus Swakelola

Kamis, 30 November 2017 - 10:24 WIB
Mendes Sebut Dana Desa Harus Swakelola
Mendes Sebut Dana Desa Harus Swakelola
A A A
JAKARTA - Program Padat Karya yang memakai dana desa akan bisa menyerap jutaan lapangan kerja. Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama empat menteri mewajibkan dana desa dikelola secara swakelola.

Selain itu 30% dari dana desa tersebut atau sekitar Rp18 triliun itu harus dipakai untuk upah. Diperkirakan dengan skema ini maka daya beli di desa bisa muncul sekitar Rp80 Triliun.

"Dana desa harus swakelola. Tidak boleh memakai kontraktor. Jika pakai kontraktor akan ditangkap," kata Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes) Eko Putro Sandjojo saat ditemui jajaran redaksi KORAN SINDO di Kemendes, Jakarta, kemarin.

Eko mengatakan, ada beberapa proyek padat karya dana desa yang bisa dikerjakan misalnya saja pembangunan jalan, di mana tahun depan akan ada regulasi bahwa jalan desa harus memakai paving block.

Katanya, penggunaan paving block ini dipilih karena lebih ramah lingkungan dan juga menyerap banyak tenaga kerja. Proyek dana desa rata-rata memakan waktu selama 60 hari. Dalam sehari proyek padat karya di 74.910 desa ini akan menciptakan 5 juta lapangan kerja baru.

Mendes melanjutkan, potensi pembukaan 20 juta pekerjaan juga akan muncul dari produksi jagung, gula dan garam. Dari potensi jagung per 500.000 hektare lahan yang dibuka bisa membuka lapangan pekerjaan untuk 5 juta orang.

Sementara gula 10 juta lapangan kerja dan garam per 300.000 hektare bisa membuka 3 juta lapangan kerja. "Total tenaga kerja di ketiga sektor ini saja sudah 18 juta. Ini hanya untuk padat karya unskill saja," jelasnya.

Data Kemendes mencatat, dalam tiga tahun terakhir ini dana desa berkontribusi dalam pembangunan lebih dari 120.000 km jalan, 1.960 km jembatan, 5.220 unit pasar desa, 5.116 unit tambatan perahu, 2.047 unit embung, dan 97.176 unit irigasi.

Tak hanya itu, dana desa juga digunakan untuk 291.393 unit penahan tanah, 32.711 unit sarana air bersih, 82.356 unit MCK, 6.041 unit poliklinik desa dan 45.865 unit sumur.

Eko pun mengaku puas atas pencapaian pemakaian dana desa ini. Sebab dana desa tidak hanya dipakai untuk pengembangan ekonomi di desa melainkan juga untuk peningkatan kualitas hidup dan sumber daya manusia di pedesaan.

Empat bisnis model yang telah diterapkan mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi desa. Bisnis model tersebut yakni Prukades (Produk Kawasan Perdesaan), Embung Desa, BUMDes (Badan Usaha Milik Desa), dan Sarana Olahraga Desa.

"Selama 72 Tahun Indonesia Merdeka belum pernah ada pembangunan di desa semasif ini dalam sejarah Indonesia," tuturnya.

Sementara dari Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Probolinggo, Jawa Timur dana desa sangat bermanfaat untuk memberi air bersih bagi dua desa yang kesulitan air yakni desa Ngadas dan Jetak. Kepala Desa Ngatas Kastaman mengatakan, daerahnya dulu sangat kesulitan mendapatkan air bersih.

"Kalaupun ingin mencari air bersih maka warga desa harus turun ke jurang," katanya.

Kastaman pun mengaku, setelah dia ditunjuk sebagai kepala desa dia bertekad akan menyediakan air bersih bagi warganya. Selama enam bulan, dia berusaha memutari Gunung Bromo untuk mencari sumber mata air. Hingga akhirnya dia menemukan sumber mata air di kawasan timur savanna Bromo.

Sumber mata air itupun tidak hanya menjadi berkah bagi warga desa Ngadas. Bersama dengan Camat Sukapura Yulius Kristian mereka berinisiasi membuat jalur pipa untuk menyalurkan air dari mata air tersebut sejauh 15 kilometer.

"Mulai dari mengebor hingga memasang pipa dikerjakan 250 orang. Kita memakai dana desa Rp306 juta untuk proyek ini," ujar Yulius.

Yulius menjelaskan, air bersih memang menjadi masalah utama di kawasan Gunung Bromo. Untuk mendapat air bersih harus ke jurang dulu sementara untuk bertani harus mengandalkan musim hujan. Kini dengan adanya pipa air bersih masalah air bersih sudah teratasi, namun masih membutuhkan inovasi untuk irigasi.

Dia menjelaskan, mulai bulan depan setiap warga yang menikmati air bersih ini akan dibebani biaya Rp3.000 per meter. Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) akan didirikan untuk mengelola sarana air bersih ini.

"Air bersih ini bisa untuk konsumsi 500 Kepala Keluarga (KK). Kita akan dirikan Bumdes agar sumber air bersih ini bisa dikelola dengan baik," katanya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4053 seconds (0.1#10.140)