Politikus PDIP Anggap Pembangunan Infastruktur dalam 10 Tahun Terakhir Tanpa Jiwa

Senin, 27 November 2023 - 02:10 WIB
loading...
Politikus PDIP Anggap...
Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Said Abdullah melihat pembangunan mental bangsa Indonesia kalah cepat dengan laju kemajuan fisik dalam 10 tahun terakhir. Foto: SINDOnews/Dok
A A A
JAKARTA - Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Said Abdullah melihat pembangunan mental bangsa Indonesia kalah cepat dengan laju kemajuan fisik dalam 10 tahun terakhir. Megah infrastruktur yang dibangun tapi jiwanya kosong.

"Dahulu kita mencanangkan revolusi mental agar menjadi ruh bagi seluruh gerak pembangunan lahiriah. Tanpa ruh, tanpa mental yang memberikan nyawa dari pembangunan fisik, sesungguhnya pembangunan kita tanpa narasi, tanpa kerangka filosofis, kita tidak memiliki raison d'etre yang kuat," kata Said Abdullah dalam keterangan tertulis, Minggu (26/11/2023).

Kekosongan jiwa itu makin absurd, pararel dengan makin turunnya kualitas demokrasi (demokratic governance), Indeks Negara Hukum, dan Indeks Persepsi Korupsi. Ketiganya menjadi pekerjaan domestik yang harus dipulihkan ke depan, agar politik kewargaan tidak berjalan timpang.

"Refleksi panjang atas perjalanan kita selama ini menjadi problem serius atas ketiadaan jiwa bangsa. Kita makin kering keteladanan, di tengah menjamurnya silat lidah yang dikemas oleh industri citra pesona. Problem inilah yang mendasari, menjadi raison d'etre Ganjar-Mahfud menyusun visi dan misinya sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden," kata Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR ini.

Said mengatakan, Ganjar-Mahfud ingin mengembalikan gagasan revolusi mental yang 10 tahun lalu digaungkan sebagai fondasi penting pembangunan. Revolusi mental akan dipakai sebagai modal menuju Indonesia Emas 2045. Hal itu bisa dilihat dalam visi misi Ganjar-Mahfud, yang sebagian besar urusannya membangun manusia Indonesia agar menjadi manusia unggul.

Menurut Said, menjadi manusia unggul sesungguhnya pesan utama pembangunan. Sebab diskursus pembangunan sedemikian rupa direduksi urusan ekonomi, bahkan belakangan dikerdilkan lagi sebatas urusan investasi usaha.

"Lima tahun terakhir, demi investasi usaha, semua diterjang, diminta minggir. Tentu saja investasi usaha hal yang penting. Tetapi apakah sudah tepat ini prioritas pembangunan kita," katanya.

Seluruh kontemplasi atas persoalan di Indonesia, kata Said, menjadi latar belakang Ganjar Mahfud menatap masa depan, meletakkan kembali agenda revolusi mental untuk menjadi manusia unggul. Jati diri kepribadian bangsa perlu dinyatakan secara lugas. Semua nilai luhur bangsa, gotong royong, antikorupsi, produktif, inovatif, mandiri, patuh pada etika dan hukum, menghargai perbedaan dan kebebasan, emansipasi perempuan, melindungi minoritas perlu mendapat tempat, dan dihadirkan nyata dalam kehidupan sehari hari.

Semua nilai-nilai itu, Said menegaskan, harus menjadi ruh bagi setiap gerak pembangunan di semua bidang. Paling mula harus menjadi praktik hidup dan contoh nyata bagi seluruh para penyelenggara negara.

"Kami yakin, jika seluruh penyelenggara negara bisa melaksanakan nilai-nilai tersebut pada gerak hidupnya sehari hari, hal itu akan memantul lebih luas menjadi jiwa bangsa," katanya.

Dengan penghayatan total atas nilai-nilai luhur itu, maka seluruh potensi pembangunan nasional akan lebih mudah diorganisasi untuk menopang cita-cita pembangunan. Keteladanan pemimpin nasional yang menyebar ke seluruh level penyelenggara negara akan menjadi energi penggerak penting bagi pembangunan.

Said berharap pembangunan yang dilakukan menaikkan pendapatan per kapita, menurunkan tingkat kemiskinan, membuka lapangan kerja, meningkatkan partisipasi pendidikan, meningkatkan harapan hidup rakyat, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi, talenta anak-anak bangsa yang hebat, menempuh jalan ekonomi hijau, menjadikan poros maritim dunia semuanya perlu, dan akan ditopang oleh kekuatan gotong royong semesta, asalkan penghayatan atas jiwa bangsa diatas telah menubuh. Jadi, gerakan pembangunan bukan semata mata agenda dan urusan pemerintahan.

Rakyat akan merasa memiliki cita cita itu. Jadi ini bukan semata milik atau agenda Ganjar dan Mahfud. Nalar inilah yang luput pada pembangunan kita selama ini, karena semua agenda pembanguan dipahami dan hanya diformulasikan secara teknokrasi. Teknokrasi sangat penting karena memandu kalkulasi dan mitigasi, namun sama pentingnya adalah rasa kepemilikan rakyat atas agenda pembangunan.

Diakui Said Abdullah, visi manusia unggul menjadi agenda berat dan tidak mudah. Namun tuntutan itu tidak bisa dihindai sebagai jawaban atas kemerosotan nilai-nilai pembangunan selama ini.

"Belajar dari semua bangsa yang jatuh paska perang dunia kedua, karena kalah perang, namun kenapa mereka bisa segera bangkit? kebangkitan mereka dimulai dari kebangkitan mental bangsanya," katanya.

Perjalanan sejarah bangsa Indonesia sesungguhnya cukup menjadi gemblengan untuk menuju bangsa yang kuat. "Kini, Ganjar-Mahfud memanggil kita semua, bukan demi kekuasaan beliau berdua, tapi karena kita perlu memperkuat cita-cita reformasi, dan panggilan ini adalah keniscayaan sejarah yang harus kita lalui, untuk sebenar-benarnya menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang unggul, setara, bahkan melampaui bangsa bangsa yang maju di dunia," katanya.
(thm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0969 seconds (0.1#10.140)