Begini Cara Konvensi Nasional Humas Indonesia Atasi Hoaks

Senin, 27 November 2017 - 15:59 WIB
Begini Cara Konvensi Nasional Humas Indonesia Atasi Hoaks
Begini Cara Konvensi Nasional Humas Indonesia Atasi Hoaks
A A A
BOGOR - Guna menangkal peredaran informasi hoaks, Perhimpunan Humas (Perhumas) Indonesia melalui kegiatan Konvensi Nasional Humas (KNH) yang digelar di Bogor mengusulkan untuk membuat akun kompilasi hoaks.

"Sehingga peredaran hoaks tidak berulang setiap tahunnya. Nantinya, semua orang bisa akses akun tersebut untuk mengecek informasi yang didapatkannya hoaks atau bukan," kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kemenkominfo Rosarita Niken Widyastuti, Senin (27/11/2017).

Lebih lanjut dia memaparkan, saat ini penduduk Indonesia mencapai 262 juta orang dan 51 persennya adalah pengguna internet, serta sekitar 40 persen aktif di media sosial.

"Yang mengagetkan adalah jumlah Hand Phone (HP) yang beredar ternyata melebihi jumlah penduduk Indonesia," katanya dalam dialog #IndonesiaBicaraBaik-Peta Jalan Kehumasan Indonesia, Kolaborasi Forum Kehumasan itu.

Dia menjelaskan, makna dari fantastisnya jumlah HP yang beredar di Indonesia ini adalah setiap detik masyarakat kebanjiran informasi (baik dan buruk). Namun akhir-akhir ini banyak info negatifnya daripada info positifnya. Dalam satu menit ada 98 ribu cuitan, ada 168 juta email.

"Betapa sibuknya trafic di dunia maya kita, seolah-olah kita duduk tenang tetapi realitasnya kita sangat sibuk sekali," ujarnya.

Menurutnya, saat ini banyak info negatif yang tujuannya menimbulkan emosi pada publik. Ada upaya-upaya agar penduduk tidak percaya pada pemimpin. Untuk bisa bicara baik, perlu upaya untuk mengeliminasi informasi yang buruk (ujaran kebencian, hoaks) yang setiap saat membanjiri media sosial.

"Ciri-ciri hoaks adalah informasinya menimbulkan kecemasan, usernamenya tidak jelas, mencatut nama tokoh, judul provokatif. Kita harus hati-hati biasanya itu adalah hoaks. Siapapun yang membuat atau yang menyebarkan hoaks, putar balik fakta, bisa kena Undang-Undang Informasi dan transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman penjara 4 tahun dan denda 750 juta," katanya.

Bahkan, perlu diingat bagi masyarakat yang, ikut menyebarkan pun bisa kena UU ITE jika kontennya bertentangan dengan hukum atau tidak pantas. Karena itu ada tata cara untuk bisa bicara baik di media sosial dan media online lainnya.

"Jika ragu-ragu terhadap suatu info, masyarakat bisa meng-capture dan mengirimkannya ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Kominfo akan lakukan verifikasi kebenaran dari informasi tersebut," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Perusahaan Public Relations (APPRI) Suharjo Nugroho mengatakan hoaks bisa membunuh orang, seperti yang terjadi pada seorang kakek di Pontianak beberapa waktu lalu.

"Seorang kakek meninggal karena hoaks di Pontianak yang ingin merayakan ulang tahun cucunya. Saat itu beredar hoaks bahwa sedang ramai penculikan anak yang organ tubuhnya akan di jual ke luar negeri," katanya.

Bahkan, lanjut dia, meski kakek tersebut berhasil bertemu dengan cucunya di jalan tetapi cucunya merasa tidak kenal kakek tersebut. Anak tersebut berontak dan menangis.

"Kemudian disitu ada 100-an warga yang menghukum kakek tersebut. Anaknya datang dan shock melihat kondisi ayahnya dan meninggal di perjalanan. Masyarakat kita sedang sakit dalam berkomunikasi. Kita sebagai Public Relation (PR) punya tanggung jawab moral terhadap hal ini," ujarnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3575 seconds (0.1#10.140)