Sebanyak 17 Juta Warga Belum Punya E-KTP

Jum'at, 24 November 2017 - 09:22 WIB
Sebanyak 17 Juta Warga Belum Punya E-KTP
Sebanyak 17 Juta Warga Belum Punya E-KTP
A A A
JAKARTA - Proses pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) hingga saat ini belum juga tuntas. Sebanyak 17.000.000 jiwa warga negara tercatat belum mempunyai e-KTP.

Ke-17 juta warga tersebut terdiri atas penduduk belum merekam 6.668.990, proses penunggalan data 4,5 juta dan yang berstatus PRR atau tinggal cetak 6 juta. Sementara jumlah wajib e-KTP sebanyak 185.249.711 dan yang telah merekam 177.839.723.

Penyebab terjadinya hal ini karena belum melakukan perekaman, proses penunggalan data, dan sudah berstatus print ready record (PRR) me nunggu dicetak.

”Kalau statistiknya 6 juta itu tinggal cetak artinya sudah di dalam database, 4 jutaan proses penunggalan ini sudah masuk sistem. Ini tinggal mesin yang bekerja. Pencetakan tinggal kerja operator. Untuk perekaman perlu upaya bersama ini,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Duk capil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrullah saat melakukan konferensi pers di Kantor Kemendagri, Jakarta.

Dia mengatakan pelayanan e-KTP bergantung pada tiga hal, yak ni berjalannya sistem, tersedianya jaringan, dan tersedianya blangko. Terkait blangko, Zudan menjamin ketersediaannya yang mencapai 20,4 juta; yang tersebar di daerah 13,6 juta, pusat 800.000, dan akan pengadaan sebanyak 6 juta keping.

Dia mengingatkan daerah untuk segera meminta blangko jika sudah akan kehabisan agar tidak terjadi kekosongan blangko.

”Kami memang tidak berikan sesuai keinginan daerah, tapi dilihat dari kemampuan agar tidak terjadi penumpukan blangko. Misalnya Kota Tarakan ingin 100.000, tapi printernya hanya ada dua yang maksimal mencetak hanya 300 keping, bisa tiga bulan menghabiskan,” jelasnya.

Namun begitu, dia mengakui bahwa kemampuan pencetakan daerah terbatas. Hal inilah yang membuat pencetakan e-KTP tidak sebanding dengan permintaan layanan.

Pasalnya, kemampuan pencetakan ini sangat tergantung dengan mesin cetak yang ada. ”Kalau ada tiga mesin cetak di daerah maka maksimal hanya mam pu mencetak 400 per hari. Padahal, antrean bisa mencapai 15.000-an maka akan ada antrean,” ungkapnya.

Dia mengatakan daerah perlu menambah mesin cetak baru untuk memaksimalkan pencetakan.

Dia mengatakan pemerintah pusat tidak bisa melakukan pengadaan mesin cetak baru karena sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) 26/ 2009 bahwa pengadaan alat dari APBN hanya sekali.
”Maka itu, daerah ingin cepat menuntaskan tunggakan pencetakan dapat melakukan pengadaan dengan APBD. Ini perintah perpres,” tuturnya.

Kemudian kendala lain yang masih muncul adalah adanya proses penunggalan, yang mana setiap perekaman yang masuk akan ditunggalkan terlebih dahulu menggunakan lisensi. Namun, penggunaan lisensi ini sempat terhambat karena password, username, dan source code masih dipegang PT Biomorf.

”Mulai satu November itu sudah diserahkan ke Dukcapil dan lelang untuk lisensi ini sudah bisa dilakukan sehingga lisensi tersedia dan penunggalan sudah bisa dilakukan. Akhir bulan ini semoga sudah bisa ditandatangani kontrak untuk ini,” jelasnya.

Sementara untuk perekaman, juga mengalami kendala karena kondisi alat rekam yang tidak semua dalam kondisi baik. Menurut Zudan, 19,30% atau 1.248 dari 6.465 alat yang ada di kecamatan-kecamatan tidak ber fungsi dengan baik.

”Kita tidak bisa melakukan pengadaan. Seperti alat cetak, alat rekam ini tidak bisa dengan APBN karena atur an perpres. Jadi, saya mohon kepala daerah memahami ini. Ada sharing pendanaan layanan,” paparnya.

Untuk memaksimalkan layanan ini, Zudan mengatakan pihaknya telah memerintahkan Dinas Dukcapil melakukan upaya jemput bola.

Selain itu, juga membangun ekosistem dengan mewajibkan semua la yan an pub lik menggunakan e-KTP. ”Perbankan, BPJS, Imigrasi, dan layanan lainnya menggunakan e-KTP. Jadi, semua dikepung dengan e- KTP. Termasuk juga mendorong lembaga layanan publik menggunakan card read er atau alat baca agar daerah terdorong melakukan pencetakan,” katanya.

Anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy mengatakan, banyaknya warga yang belum ber-KTP elektronik memiliki dampak yang besar. Apalagi, kartu identitas ini merupakan hak dasar seba -gai warga Indonesia. ”Dampaknya bisa luar biasa. Masyarakat tidak akan mendapatkan hak-hak dasarnya,” tuturnya.

Suaedy mencontohkan, untuk masyarakat menengah kebawah tidak akan memperoleh program-program bantuan sosial masyarakat. Sementara masyarakat menengah ke atas akan terbatas untuk memperoleh layanan publik perbankan, asuransi, dan lainnya.

”Belum lagi jika pilkada bisa menjadi masalah. Selain hak pilihnya bisa hilang, bisa juga di manfaatkan oleh kelompok tidak bertanggung jawab memobilisasi masa,” tuturnya.

Suaedy menilai pemerintah harus melakukan terobosan agar persoalan layanan e-KTP le bih baik. Salah satunya pemerintah harus proaktif mengabarkan masyarakat terkait status e-KTP-nya.

”Jadi, banyak ma syarakat yang sudah merekam belum juga dicetak jadi malas mengurus, sementara Disduk capil di daerah hanya melayani jika masyarakat mendatangi. Ini akan terus-menerus seperti itu kalau tidak ada terobosan,” pungkasnya. (Dita Angga)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7158 seconds (0.1#10.140)