Pengamat: Mobilisasi Perangkat Desa Dukung Prabowo-Gibran Pelanggaran Berat

Kamis, 23 November 2023 - 18:01 WIB
loading...
Pengamat: Mobilisasi...
Peneliti Senior BRIN Lili Romli menilai deklarasi yang dilakukan oleh perangkat desa pada Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka beberapa saat lalu sebagai bentuk pelanggaran pemilu berat. Foto/MPI
A A A
JAKARTA - Peneliti Senior BRIN Lili Romli menilai deklarasi yang dilakukan oleh kepala desa dan perangkat desa pada Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka beberapa saat lalu sebagai bentuk pelanggaran pemilu berat.

“Saya kira merupakan suatu pelanggaran berat. Mereka yang harusnya netral, tidak berpihak, ternyata mereka berpihak dengan melakukan deklarasi mendukung pasangan Prabowo-Gibran,” ujar Lili pada wartawan di Jakarta, Kamis (23/11/2023).

Lili menegaskan pentingnya Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) untuk bertindak tegas karena kegiatan tersebut telah melanggar aturan yang disebut dalam UU Pemilu. Untuk itu Bawaslu harus bertindak tegas atas pelanggaran tsb dengan memberikan sanksi sesuai yang diatur dalam UU Pemilu.

"UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan sangat jelas ada larangan bagi kepala desa dan perangkat desa terlibat dukung mendukung terhadap pasangan capres dan cawapres," jelas Dia.

Menurut pengamat politik senior ini, jika Bawaslu tidak memberikan sanksi yang tegas, bisa menjadi preseden buruk bagi pelaksanaan pemilu yang jujur, adil, demokratis, dan berintegritas.

"Selain itu publik nanti menuduh yang bukan-bukan terhadap Bawaslu. Bisa nanti muncul anggapan bahwa Bawaslu "masuk angin", diskriminatif dan bahkan dianggap berpihak pada capres tersebut," tegas Lili.

Karena itu, Lili mendorong Bawaslu agar mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas pemilu. "Oleh karena itu sudah waktunya Bawaslu unjuk kekuatan sebagai wasit yang tegas dan berwibawa," ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan ada lubang dalam UU Pemilu yang dipergunakan ‘orang pintar’ untuk membenarkan perbuatannya. Termasuk saat mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengatakan tidak ada deklarasi dukungan kepada Prabowo-Gibran di acara APDESI.

“Apa yang dilakukan oleh sejumlah organisasi perangkat desa beberapa waktu lalu jelas adalah menunjukkan keberpihakan pada satu calon pasangan. Problemnya teks UU Pemilu kita ambigu. Bila tidak ada pernyataan dukungan langsung dianggap bukan pelanggaran,” kata pria yang akrab disapa Coki ini.

Pada pertemuan APDESI, Yusril mengklaim para pejabat desa hanya menyatakan aspirasinya. Tidak ada deklarasi pernyataan dukungan. “Inilah lubang-lubang dalam perundangan kita yang selalu dimanfaatkan oleh pihak yang "pinter". Termasuk seperti yang terjadi di MK,” jelas Coki.

Namun fakta di lapangan, ditemukan sejumlah atribut dengan nomor pasangan Prabowo-Gibran. Bahkan dalam laporan Puskapol UI, disebutkan bahwa dukungan ribuan aparat desa adalah hasil mobilisasi Presiden Jokowi.

Coki menambahkan UU yang ada sekarang dibuat oleh ‘orang pintar'. “Pembuat UU kita yang "pinter", baik di eksekutif maupun legislatif karena mereka tahu itu akan berlaku pada mereka ketika berkompetisi untuk memperoleh kekuasaan. Sementara partisipasi publik, entah akademisi maupun kelompok sipil diminimalisir,“ kata Coki.

Dengan tingginya tingkat kepentingan oligarki pada pemilu dan pilpres kali ini, Coki meyakini pekerjaan Bawaslu akan semakin berat.



“Pihak Bawaslu memang harus bekerja keras, karena masing-masing pihak yang berkompetisi akan memanfaatkan lubang-lubang itu. Sehingga ketegasan Bawaslu dengan memberikan penafsiran dan pemaparan apa yang menjadi rule of the game menjadi penting, karena kalau tidak potensi kecurangan apalagi yang melibatkan institusi pemerintahan menjadi terbuka,” pungkasnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1124 seconds (0.1#10.140)