Guntur Soekarnoputra Ajak Menangkan Ganjar-Mahfud, Ini Penjelasannya

Kamis, 16 November 2023 - 17:28 WIB
loading...
Guntur Soekarnoputra Ajak Menangkan Ganjar-Mahfud, Ini Penjelasannya
Ketua Dewan Ideologi DPP PA GMNI, Guntur Soekarnoputra mengajak kaum patriotik untuk berjuang memenangkan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD di Pilpres 2024. Foto/MPI
A A A
JAKARTA - Ketua Dewan Ideologi DPP PA GMNI, Guntur Soekarnoputra mengajak kaum patriotik untuk berjuang memenangkan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD di Pilpres 2024. Guntur mengungkap ada hal-hal yang menjadi dasar persoalannya.

"Marilah kita kaum patriotik, terutama kaum patriotik Sukarnois, dengan geraham gemeretak laksana 'banteng ketaton' terus berjuang menjadikan Ganjar Pranowo sebagai Presiden dan Mahfud MD sebagai Wakil Presiden," tulis Guntur dalam opininya di salah satu media, Kamis (16/11/2023).

Dalam opini itu, Guntur menuliskan jika beberapa waktu lalu dirinya pernah mengutarakan pendapat mengenai kondisi peta sosial politik setelah Pemilu 2024 yang akan datang, yaitu garis besarnya PDIP sebaiknya melalui suatu Kongres Luar Biasa (KLB) mengubah struktur organisasinya dengan menempatkan Jokowi yang sudah selesai tugas kepresidenannya tidak menganggur di Kota Solo sebagai warga biasa.

Melainkan justru ditetapkan sebagai Ketua Umum PDIP, menggantikan Megawati Soekarnoputri yang saat itu memasuki usia ke-77 tahun. "Sangatlah bijak bila Megawati Soekarnoputri diberi posisi strategis sebagai Ketua Dewan Pembina PDI Perjuangan dengan tetap mempunyai hak prerogatif sebagaimana semula," tulisnya



Pendapat Guntur itu ternyata viral di dunia sosial politik kini 'rungkad' (berantakan) karena timbulnya masalah menyangkut putra-putra Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka bahkan Kaesang Pangarep.

"Yang satu urusan menjadi calon wakil presiden (cawapres) dari calon presiden (capres) Prabowo Subianto, yang lainnya 'ujug-ujug' diangkat menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI)," katanya.

Kejadian di atas membuat kalangan politikus, tokoh-tokoh partai dan lain-lain menjadi bingung, tidak tahu harus berbuat apa, termasuk senior-seniornya, kecuali PDIP yang tampaknya siap menghadapi situasi apa pun.

Bagi Guntur, kejadian itu membuat terkejut, karena tepatnya pada tanggal 17 Agustus 2023 yang lalu dia bertemu dengan Jokowi dan menanyakan perihal kebenaran berita-berita tersebut, terutama mengenai pendirian politik Jokowi apakah masih konsisten seperti semula ketika bertemu beberapa tahun lalu, yaitu tetap mendukung Ganjar Pranowo untuk menjadi presiden.

Agar meneruskan pekerjaan-pekerjaan yang sudah dikerjakan dan rencana-rencana yang sudah dibuat oleh Jokowi, antara lain pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), hilirisasi, dan pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Mengenai putra-putranya, Gibran dan Kaesang, tidak disebut-sebut (tidak diutarakan) oleh Jokowi," ungkapnya.

Guntur pun mencoba menghubungkan dengan kondisi saat ini dengan menarik sebuah kesimpulan. "Memang sedang terjadi “something wrong” (sesuatu yang salah) dan ini adalah fakta, bukan sekadar ilusi atau situasi yang digoreng oleh kalangan anti-Jokowi," kata Guntur.

Oleh sebab itu, kondisi ini harus dilawan karena keadaannya sudah membuat negara berada dalam kondisi berbahaya, di mana sebenarnya Presiden harus bertindak cepat untuk mengatasinya.

Nyatanya tidak demikian, karena justru sikap Presiden yang naga-naganya menjadi penyebab terjadinya keadaan berbahaya tadi.

Contoh di era Presiden Soekarno


Pada era Presiden Soekarno menjadi kepala negara, pernah terjadi suatu keadaan di mana negara berada dalam keadaan bahaya, bahkan sudah dinyatakan dalam keadaan SOB (Staat van Orlocht en Belach).

Keadaan tersebut timbul karena adanya pemberontakan-pemberontakan di daerah-daerah dan dilakukan oknum-oknum militer yang dibantu oleh negara adikuasa, khususnya Amerika Serikat.

Ketika itu Presiden Soekarno segera mengatasinya dengan mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 dan diberlakukannya sistem Demokrasi Terpimpin mengganti sistem Demokrasi Liberal Kapitalistik yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.

Pada tahun 1963, mereka lagi-lagi mencoba mendongkel Presiden Soekarno dengan jalan mempengaruhi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) untuk mengangkat Soekarno sebagai Presiden seumur hidup melalui TAP MPRS No III Tahun 1963; suatu langkah yang tampaknya mendukung Soekarno, akan tetapi sebenarnya menikam Presiden Soekarno dari belakang.

Dengan adanya tindakan tegas dari Presiden Soekarno waktu itu, berangsur-angsur kondisi bahaya dapat diatasi setahap demi setahap bahkan akhirnya negara dalam keadaan SOB dapat dicabut. Untuk kondisi saat ini, tidak mungkin "Jalan Soekarno" tersebut dapat dilaksanakan. Lalu harus bagaimana? What is to be done? Apa yang harus dikerjakan?

Jalan Keluar Satu-satunya


Guntur dalam perenungannya itu berpikir, untuk mengatasi situasi agar tidak berkembang menjadi "chaos" (kacau) maka saat ini seluruh potensi kaum patriotik tidak peduli dari kalangan politisi, pedagang, seniman, generasi muda bahkan kalangan keagamaan, apa pun agamanya harus menyampingkan segala macam kejadian-kejadian tetek-bengek yang membuat pikiran dan energi kita terkuras habis, dan mutlak harus fokus pada perjuangan memenangkan Ganjar Pranowo sebagai Presiden dan Mahfud MD sebagai Wakil Presiden.

"Masalah lain dan hal-hal yang tidak perlu sebaiknya dilupakan dahulu dan fokus pada perjuangan 'Tohpati' (mempertaruhkan nyawa) agar Ganjar Pranowo menjadi Presiden RI dan Mahfud MD menjadi Wakil Presiden RI," kata dia.

Menurut Guntur, hal ini adalah satu jembatan emas yang harus kaum patriotik lalui terlebih dahulu dan di seberang jembatan emas tadi hal-hal lain yang belum beres dibereskan secara tuntas.

"Ini adalah satu-satunya jalan yang saat ini dapat ditempuh untuk mengatasi kekisruhan yang sedang terjadi," pungkasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1137 seconds (0.1#10.140)