Mahfud MD Harapkan TNI-Polri dan ASN Jaga Netralitas Jelang Pemilu 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyoroti pentingnya netralitas TNI-Polri dan aparatur sipil negara (ASN) dalam menghadapi persaingan jelang Pemilu 2024. Dalam suatu acara di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta pada Rabu (8/11/2023), calon wakil presiden (cawapres) yang didukung Partai Perindo itu mengakui bahwa persaingan politik memang umum terjadi, namun tetap berharap agar TNI-Polri dan ASN dapat menjaga netralitasnya.
"Menjelang pemilunya tentu aparat-aparat ASN, TNI-Polri harus netral dan itu sudah dinyatakan baik oleh Kapolri sudah mengirimkan surat telegram bahwa Polri harus profesional tidak boleh memihak, ke Panglima TNI juga sudah mengatakan prajurit TNI harus netral karena siapapun yang terpilih kita harus bersatu lagi. Itu sudah bagus," tegas Mahfud.
Namun, Mahfud juga mengutarakan kekhawatirannya terkait pengendalian kecurangan dalam proses pemilu. Dia meragukan kemungkinan untuk mengawasi lebih dari 840 ribu tempat pemungutan suara (TPS).
"Yang terpenting tadi dari arahan presiden ada yang membuat kita pesimis. Pertama, tidak mungkin ada satu kendali untuk kecurangan pemilu. Karena TPS saja ada 840 ribu TPS. Bagaimana bisa dikendalikan kecurangan, sementara pengawasan baik resmi maupun pengamat boleh langsung ke TPS kalau mau membuat laporan kalau ada kecurangan," ujar Mahfud.
Terkait partisipasi putra dari Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres, Mahfud menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengesahkan keikutsertaannya secara hukum. Lebih lanjut, isu netralitas menjadi perhatian ketika MK mengabulkan gugatan terkait persyaratan calon presiden dan wakil presiden.
Gugatan itu memungkinkan seseorang yang berusia di bawah 40 tahun dan memiliki pengalaman kepemimpinan daerah untuk maju sebagai calon presiden atau wakil presiden. Hal ini telah memperkuat posisi Gibran Rakabuming yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Dengan pernyataan Mahfud MD tersebut, menjadi jelas bahwa netralitas TNI-Polri dan ASN akan menjadi fokus penting dalam proses Pemilu 2024. Meskipun ada kekhawatiran terkait pengawasan terhadap kecurangan, Mahfud tetap optimis bahwa upaya menjaga integritas pemilu akan terus ditingkatkan. Dalam hal ini, peran TNI-Polri dan ASN diharapkan akan memastikan proses pemilu berjalan secara transparan dan demokratis.
Dalam menghadapi Pemilu 2024, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengidentifikasi adanya potensi kerawanan netralitas aparatus negara di 22 provinsi di Indonesia, dengan 10 di antaranya menghadapi tingkat kerawanan yang cukup tinggi. Dalam hal ini, Bawaslu menegaskan bahwa pelanggaran netralitas aparatus negara termasuk dalam salah satu dari empat isu utama kerawanan pemilu di tingkat provinsi.
Beberapa provinsi, seperti Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan Banten, mencatatkan skor kerawanan netralitas aparatus negara yang signifikan. Hal ini menyoroti urgensi pentingnya netralitas aparatus negara dalam Pemilu, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 5 Tahun 2014, yang menekankan bahwa setiap ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu.
Menjaga netralitas aparatus negara memainkan peran penting dalam memastikan kejujuran dan keadilan dalam proses pemilu. Dalam konteks ini, Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 mengatur sejumlah larangan yang harus dipatuhi oleh aparatus negara, antara lain melarang pemasangan spanduk atau baliho calon peserta pemilu, serta larangan terlibat dalam kampanye dan aktivitas sosialisasi bakal calon peserta pemilu di media sosial dan media lainnya yang dapat diakses oleh publik.
Dengan mengedepankan netralitas aparatus negara, diharapkan bahwa proses pemilu dapat berlangsung dengan transparan dan adil, menghindari pengaruh yang merugikan integritas dan demokrasi. Dengan demikian, pemenuhan aturan netralitas aparatus negara menjadi prasyarat penting untuk memastikan keabsahan dan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu yang demokratis seperti yang diharapkan oleh Mahfud MD.
"Menjelang pemilunya tentu aparat-aparat ASN, TNI-Polri harus netral dan itu sudah dinyatakan baik oleh Kapolri sudah mengirimkan surat telegram bahwa Polri harus profesional tidak boleh memihak, ke Panglima TNI juga sudah mengatakan prajurit TNI harus netral karena siapapun yang terpilih kita harus bersatu lagi. Itu sudah bagus," tegas Mahfud.
Namun, Mahfud juga mengutarakan kekhawatirannya terkait pengendalian kecurangan dalam proses pemilu. Dia meragukan kemungkinan untuk mengawasi lebih dari 840 ribu tempat pemungutan suara (TPS).
"Yang terpenting tadi dari arahan presiden ada yang membuat kita pesimis. Pertama, tidak mungkin ada satu kendali untuk kecurangan pemilu. Karena TPS saja ada 840 ribu TPS. Bagaimana bisa dikendalikan kecurangan, sementara pengawasan baik resmi maupun pengamat boleh langsung ke TPS kalau mau membuat laporan kalau ada kecurangan," ujar Mahfud.
Terkait partisipasi putra dari Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres, Mahfud menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengesahkan keikutsertaannya secara hukum. Lebih lanjut, isu netralitas menjadi perhatian ketika MK mengabulkan gugatan terkait persyaratan calon presiden dan wakil presiden.
Gugatan itu memungkinkan seseorang yang berusia di bawah 40 tahun dan memiliki pengalaman kepemimpinan daerah untuk maju sebagai calon presiden atau wakil presiden. Hal ini telah memperkuat posisi Gibran Rakabuming yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Dengan pernyataan Mahfud MD tersebut, menjadi jelas bahwa netralitas TNI-Polri dan ASN akan menjadi fokus penting dalam proses Pemilu 2024. Meskipun ada kekhawatiran terkait pengawasan terhadap kecurangan, Mahfud tetap optimis bahwa upaya menjaga integritas pemilu akan terus ditingkatkan. Dalam hal ini, peran TNI-Polri dan ASN diharapkan akan memastikan proses pemilu berjalan secara transparan dan demokratis.
Mengapa Aparatur Negara Harus Menjaga Netralitas Jelang Pemilu 2024?
Dalam menghadapi Pemilu 2024, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengidentifikasi adanya potensi kerawanan netralitas aparatus negara di 22 provinsi di Indonesia, dengan 10 di antaranya menghadapi tingkat kerawanan yang cukup tinggi. Dalam hal ini, Bawaslu menegaskan bahwa pelanggaran netralitas aparatus negara termasuk dalam salah satu dari empat isu utama kerawanan pemilu di tingkat provinsi.
Beberapa provinsi, seperti Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan Banten, mencatatkan skor kerawanan netralitas aparatus negara yang signifikan. Hal ini menyoroti urgensi pentingnya netralitas aparatus negara dalam Pemilu, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 5 Tahun 2014, yang menekankan bahwa setiap ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu.
Menjaga netralitas aparatus negara memainkan peran penting dalam memastikan kejujuran dan keadilan dalam proses pemilu. Dalam konteks ini, Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 mengatur sejumlah larangan yang harus dipatuhi oleh aparatus negara, antara lain melarang pemasangan spanduk atau baliho calon peserta pemilu, serta larangan terlibat dalam kampanye dan aktivitas sosialisasi bakal calon peserta pemilu di media sosial dan media lainnya yang dapat diakses oleh publik.
Dengan mengedepankan netralitas aparatus negara, diharapkan bahwa proses pemilu dapat berlangsung dengan transparan dan adil, menghindari pengaruh yang merugikan integritas dan demokrasi. Dengan demikian, pemenuhan aturan netralitas aparatus negara menjadi prasyarat penting untuk memastikan keabsahan dan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu yang demokratis seperti yang diharapkan oleh Mahfud MD.
(rca)