Sidang MKMK, PBHI Lampirkan Buku Oligarki dan Totalitarianisme Baru Jimly Asshiddiqie

Kamis, 02 November 2023 - 13:14 WIB
loading...
Sidang MKMK, PBHI Lampirkan...
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia menyampaikan bukti tambahan dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim Anwar Usman Cs yang digelar Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi hari ini. Foto/Irfan Maulana
A A A
JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menyampaikan bukti tambahan dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim Anwar Usman Cs yang digelar Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) hari ini. PBHI merujuk pada buku yang ditulis oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie yang berjudul oligarki dan totalitarianisme baru.

Buku tersebut dilampirkan sebagai rujukan untuk dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman Cs dalam putusan MK soal seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah bisa maju sebagai capres dan cawapres.

"Dalam buku ini disampaikan terkait bagaimana konflik kepentingan, bagaimana kenegarawanan dan juga bagaimana mempengaruhi tugas dan tanggung jawab pejabat negara," kata Ketua Badan Pengurus Nasional PHBI Julius Ibrani dalam sidang pemeriksaan di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, (2/11/2023).





Sebab, dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu Anwar Usman dituding terlibat konflik kepentingan. Sebab, diduga perkara itu bertujuan agar Gibran Raka Buming Raka yang merupakan keponakan Anwar Usman maju sebagai cawapres.

"Termasuk dalam konteks kekuasaan politik pemerinthan baik itu eksekutif, legislatif, dan juga yudikatif," ucapnya dalam sidang MKMK hari ketiga yang dipimpin oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, serta anggota MKMK Wahiduddin Adams dan Bintan R Saragih.

Untuk diketahui, laporan pelanggaran kode etik Anwar Usman ini bermula ketika para hakim MK menangani perkara soal uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Tepatnya, soal batas usia capres cawapres, dari 11 gugatan hanya 1 yang dikabulkan oleh MK, yakni gugatan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.

Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Gugatan tersebut ditengarai untuk memuluskan Gibran Raka Buming Raka menjadi cawapres.

Sebab, dia baru berusia 36 tahun namun memiliki pengalaman menjadi Wali Kota Solo. Benar atau tidak anggapan tersebut, sepekan pascauji materiil itu dikabulkan MK, Gibran resmi diumumkan menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto pada Minggu (22/10/2023). Mereka juga sudah mendaftar di KPU sebagai pasangan capres cawapres.

Hubungan kekeluargaan antara Gibran dan Anwar Usman pun disorot. Anwar merupakan paman dari Gibran. Lantaran hubungan kekeluargaan itu, Anwar Usman dikhawatirkan ada konflik kepentingan dalam perkara tersebut. Saat ini, ada 20 laporan soal pelanggaran kode etik tersebut yang ditangani MKMK.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1706 seconds (0.1#10.140)