Politikus PDIP Ungkap Ada Toxic Relationship di Sekitar Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) Aria Bima mengungkapkan ada toxic relationship atau hubungan yang tidak sehat di sekitar Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pelaku toxic relationship dimaksudnya adalah orang-orang orde baru yang masuk kabinet Joko Widodo (Jokowi) - Ma'ruf Amin.
Pelaku toxic relationship itu disebutkannya yang menginginkan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres). "Toxic relationship keterpengaruhan orang di sekitar Pak Jokowi yang mana ada kecenderungan toxic relationship ini juga mulai masuk orang-orang orde baru,” kata Aria dalam diskusi media bertajuk Nasib Demokrasi Indonesia ke Depan yang digelar Media Center Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud di Rumah Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).
Menurutnya, toxic relationship baru terjadi saat ini. Hal ini terlihat adanya wacana publik yang dibangun secara negatif terhadap Presiden Jokowi. Terlebih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batasan usia minimal capres cawapres.
“Sandaran kita kan MK ya saya sampai enggak sampai hati sebagai teman baik itu, Mas Wali Gibran, Pak Jokowi menjadi seolah-olah menggunakan instrumen keinginan untuk sekadar mengabulkan Mas Gibran selaku putranya untuk menjadi seorang calon wakil presiden dengan mengintervensi tanda kutip kewenangan MK yang kebetulan Omnya Mas Gibran,” kata dia.
Menurutnya, Jokowi tidak seperti itu. Sebab, dia telah mengenal Jokowi sejak Pilpres 2014 dan 2019. Namun, persepsi masyarakat dan media sosial terhadap Jokowi yang mencap adanya kecenderungan aparat negara ikut bermain di proses elektoral atau proses berdemokrasi semakin kuat.
"Bagaimana Pak Jokowi, Mas Gibran Wong Solo dinilai demikian sangat tidak patut dan tidak santun dan tidak bermoral karena meninggalkan partai dan Ibu Mega misalnya, ini yang saya sebut toxic relationship tadi, ini ajarannya siapa? Dulu kan tidak begitu," ujarnya.
Dia mengaku sangat membanggakan Gibran. Menurutnya, Gibran akan mendapatkan jabatan kehormatan sesuai dengan kematangan dan kedewasaan pengalaman yang diperoleh.
Namun, karena adanya toxic relationship, perspepsi itu dinilai membuat Gibran tak patut menjadi sumber inspirasi anak muda karena menggunakan cara yang sangat orde baru. "Tiba-tiba blus mau jadi wapres, terus diolok-olok, saya enggak rela sebenarnya,” ungkapnya.
“Kenapa sampai hal demikian hanya gara-gara ada seseorang kandidat calon presiden yang menginginkan dia seorang wakil ini yang saya sebut toxic relationship. (Gibran) tidak bisa direpresentasikan anak muda, karena anak muda tidak dengan cara-cara nabrak sana sini atau menggunakan fasilitas jabatan," pungkasnya.
Pelaku toxic relationship itu disebutkannya yang menginginkan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres). "Toxic relationship keterpengaruhan orang di sekitar Pak Jokowi yang mana ada kecenderungan toxic relationship ini juga mulai masuk orang-orang orde baru,” kata Aria dalam diskusi media bertajuk Nasib Demokrasi Indonesia ke Depan yang digelar Media Center Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud di Rumah Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).
Menurutnya, toxic relationship baru terjadi saat ini. Hal ini terlihat adanya wacana publik yang dibangun secara negatif terhadap Presiden Jokowi. Terlebih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batasan usia minimal capres cawapres.
“Sandaran kita kan MK ya saya sampai enggak sampai hati sebagai teman baik itu, Mas Wali Gibran, Pak Jokowi menjadi seolah-olah menggunakan instrumen keinginan untuk sekadar mengabulkan Mas Gibran selaku putranya untuk menjadi seorang calon wakil presiden dengan mengintervensi tanda kutip kewenangan MK yang kebetulan Omnya Mas Gibran,” kata dia.
Menurutnya, Jokowi tidak seperti itu. Sebab, dia telah mengenal Jokowi sejak Pilpres 2014 dan 2019. Namun, persepsi masyarakat dan media sosial terhadap Jokowi yang mencap adanya kecenderungan aparat negara ikut bermain di proses elektoral atau proses berdemokrasi semakin kuat.
"Bagaimana Pak Jokowi, Mas Gibran Wong Solo dinilai demikian sangat tidak patut dan tidak santun dan tidak bermoral karena meninggalkan partai dan Ibu Mega misalnya, ini yang saya sebut toxic relationship tadi, ini ajarannya siapa? Dulu kan tidak begitu," ujarnya.
Dia mengaku sangat membanggakan Gibran. Menurutnya, Gibran akan mendapatkan jabatan kehormatan sesuai dengan kematangan dan kedewasaan pengalaman yang diperoleh.
Namun, karena adanya toxic relationship, perspepsi itu dinilai membuat Gibran tak patut menjadi sumber inspirasi anak muda karena menggunakan cara yang sangat orde baru. "Tiba-tiba blus mau jadi wapres, terus diolok-olok, saya enggak rela sebenarnya,” ungkapnya.
“Kenapa sampai hal demikian hanya gara-gara ada seseorang kandidat calon presiden yang menginginkan dia seorang wakil ini yang saya sebut toxic relationship. (Gibran) tidak bisa direpresentasikan anak muda, karena anak muda tidak dengan cara-cara nabrak sana sini atau menggunakan fasilitas jabatan," pungkasnya.
(rca)