16 Guru Besar Hukum: Konstitusi Telah Diinjak-injak Pascaputusan MK soal Batas Usia Capres Cawapres
loading...
A
A
A
JAKARTA - Konstitusi dinilai telah diinjak-injak pascaputusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) soal seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah bisa maju sebagai capres dan cawapres. Hal tersebut disampaikan oleh tim kuasa hukum 16 guru besar bidang hukum yang melaporkan Ketua MK Anwar Usman ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Kurnia Ramadhana.
Dia mengaku prihatin atas kondisi yang terjadi di MK saat ini. Kata dia, seharusnya MK sebagai penjaga konstitusi bisa menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, demokrasi, dan juga hak asasi manusia.
"Tidak boleh Mahkamah Konstitusi itu kehilangan independensinya, kehilangan wibawanya, kehormatannya, keseluruhannya," ujarnya di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2023).
"Sehingga yang terjadi justru menginjak-injak konstitusi, melanggar konstitusi. Bukan lagi melindungi konstitusi demokrasi dan juga negara hukum," tambahnya.
Untuk informasi, sebanyak 16 guru besar bidang hukum melaporkan Anwar Usman ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Laporan itu terkait dengan putusan MK soal seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah bisa maju sebagai capres dan cawapres.
Pada guru besar itu merupakan koalisi yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) dengan didampingi oleh kuasa hukum dari YLBHI, PSHK, ICW, dan IM57.
Berikut daftar guru besar Bidang hukum yang melapor :
1. Prof. H. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.
2. Prof. Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum,C.M.C.
3. Prof. Muchamad Ali Safaat, S.H, M.H.
4. Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D
5. Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum.
6. Dr. Auliya Khasanofa, S.H., M.H.
7. Dr. Dhia Al Uyun, S.H., M.H.
8. Dr. Herdiansyah Hamzah, S.H., LL.M.
9. Dr. Herlambang P. Wiratraman, S.H, M.H.
10. Iwan Satriawan, S.H., MCL., Ph.D.
11. Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., Ph.D.
12. Dr. Yance Arizona, S.H., M.H., M.A.
13. Beni Kurnia Illahi, S.H., M.H.
14. Bivitri Susanti, S.H., LL.M.
15. Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M.
16. Warkhatun Najidah, S.H., M.H.
Kurnia yang juga peneliti ICW ini pun berharap agar MK bisa menjalankan mandatnya sebagai penjaga demokrasi dan konstitusi dan Hal Asasi Manusia (HAM).
"Kita berharap majelis kehormatan (MKMK) yang sudah dibentuk dan sudah memulai tugasnya bisa objektif, independen dan berani memutuskan kasus ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ucapnya.
"Karena ini pertaruhan bagi bangsa dan masa depan demokrasi negara hukum dan kedaulatan rakyat yabg diwujudkan melalui konstitusional," tambahnya.
Hingga saat ini, terdapat 13 laporan soal pelanggaran kode etik yang ditunjukkan kepada para hakim konstitusi terkait putusan perkara batas usia capres dan cawapres. Laporan pelanggaran kode etik Anwar Usman ini bermula ketika, para hakim MK menangani perkara soal uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Tepatnya, soal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres Cawapres), dari 11 gugatan hanya 1 saja yang dikabulkan oleh MK. Yakni gugatan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.
Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
Gugatan tersebut ditengarai untuk memuluskan Gibran Raka Buming Raka menjadi Cawapres. Sebab, dia baru berusia 36 tahun namun memiliki pengalaman menjadi Walikota Solo.
Benar atau tidak anggapan tersebut, sepekan pasca uji materiil itu dikabulkan MK, Gibran resmi diumumkan menjadi Cawapres mendampingi Capres Prabowo Subianto, Minggu, (22/10/2023). Mereka juga sudah mendaftar di KPU sebagai pasangan capres-cawapres.
Hubungan kekeluargaan antara Gibran dan Anwar Usman pun disorot. Anwar merupakan paman dari Gibran. Lantaran hubungan kekeluargaan itu, Anwar Usman dikhawatirkan ada konflik kepentingan dalam perkara tersebut.
Dia mengaku prihatin atas kondisi yang terjadi di MK saat ini. Kata dia, seharusnya MK sebagai penjaga konstitusi bisa menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, demokrasi, dan juga hak asasi manusia.
"Tidak boleh Mahkamah Konstitusi itu kehilangan independensinya, kehilangan wibawanya, kehormatannya, keseluruhannya," ujarnya di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2023).
"Sehingga yang terjadi justru menginjak-injak konstitusi, melanggar konstitusi. Bukan lagi melindungi konstitusi demokrasi dan juga negara hukum," tambahnya.
Untuk informasi, sebanyak 16 guru besar bidang hukum melaporkan Anwar Usman ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Laporan itu terkait dengan putusan MK soal seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah bisa maju sebagai capres dan cawapres.
Pada guru besar itu merupakan koalisi yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) dengan didampingi oleh kuasa hukum dari YLBHI, PSHK, ICW, dan IM57.
Berikut daftar guru besar Bidang hukum yang melapor :
1. Prof. H. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.
2. Prof. Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum,C.M.C.
3. Prof. Muchamad Ali Safaat, S.H, M.H.
4. Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D
5. Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum.
6. Dr. Auliya Khasanofa, S.H., M.H.
7. Dr. Dhia Al Uyun, S.H., M.H.
8. Dr. Herdiansyah Hamzah, S.H., LL.M.
9. Dr. Herlambang P. Wiratraman, S.H, M.H.
10. Iwan Satriawan, S.H., MCL., Ph.D.
11. Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., Ph.D.
12. Dr. Yance Arizona, S.H., M.H., M.A.
13. Beni Kurnia Illahi, S.H., M.H.
14. Bivitri Susanti, S.H., LL.M.
15. Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M.
16. Warkhatun Najidah, S.H., M.H.
Kurnia yang juga peneliti ICW ini pun berharap agar MK bisa menjalankan mandatnya sebagai penjaga demokrasi dan konstitusi dan Hal Asasi Manusia (HAM).
"Kita berharap majelis kehormatan (MKMK) yang sudah dibentuk dan sudah memulai tugasnya bisa objektif, independen dan berani memutuskan kasus ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ucapnya.
"Karena ini pertaruhan bagi bangsa dan masa depan demokrasi negara hukum dan kedaulatan rakyat yabg diwujudkan melalui konstitusional," tambahnya.
Hingga saat ini, terdapat 13 laporan soal pelanggaran kode etik yang ditunjukkan kepada para hakim konstitusi terkait putusan perkara batas usia capres dan cawapres. Laporan pelanggaran kode etik Anwar Usman ini bermula ketika, para hakim MK menangani perkara soal uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Tepatnya, soal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres Cawapres), dari 11 gugatan hanya 1 saja yang dikabulkan oleh MK. Yakni gugatan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.
Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
Gugatan tersebut ditengarai untuk memuluskan Gibran Raka Buming Raka menjadi Cawapres. Sebab, dia baru berusia 36 tahun namun memiliki pengalaman menjadi Walikota Solo.
Benar atau tidak anggapan tersebut, sepekan pasca uji materiil itu dikabulkan MK, Gibran resmi diumumkan menjadi Cawapres mendampingi Capres Prabowo Subianto, Minggu, (22/10/2023). Mereka juga sudah mendaftar di KPU sebagai pasangan capres-cawapres.
Hubungan kekeluargaan antara Gibran dan Anwar Usman pun disorot. Anwar merupakan paman dari Gibran. Lantaran hubungan kekeluargaan itu, Anwar Usman dikhawatirkan ada konflik kepentingan dalam perkara tersebut.
(rca)