Ganjar Pranowo-Mahfud MD: Indonesia Perlu Pemimpin yang Antikorupsi
loading...
A
A
A
Artinya, apabila tidak ada kesamaan cita-cita dan nilai-nilai dasar antara pemimpin dan rakyat, maka tidak mungkin terjalin hubungan dialogis. Terkadang pemimpin adalah pembimbing dan pelindung, namun terkadang mereka juga harus meminta nasihat dari orang lain.
Jika seorang pemimpin mempunyai semangat untuk mengontrol orang lain, suatu negara akan mengalami kehancuran. Pemimpin merasa apa yang dimandatkan kepadanya harus dikuasai. Sebagaimana diungkapkan Arnold Brecht dalam Political Theory: Foundations of 20th Century Political Thought (1970), gaya kepemimpinan otoriter didasarkan pada pandangan bahwa kepemimpinan adalah prinsip nilai tertinggi; Mengikuti pemimpin adalah tindakan baik, melawan pemimpin adalah tindakan buruk.
Aspek lain dari kebutuhan moral akan pemimpin juga ditegaskan oleh Alexander Solzhenitsyn dalam salah satu pidatonya di Liechtenstein pada tahun 1993, ketika ia mengungkapkan pengalaman pahitnya di bawah diktator Rusia. Pemimpin tanpa etika adalah sebuah bencana. Orang Jawa bilang sabda pandito ratu, yang berarti perkataan seorang raja mestinya juga perkataan seorang pandita (penjaga moral).
Terakhir, nasihat Raden Ngabehi Ranggawarsita patut dipertimbangkan. Dikatakannya, di Nitisastro, jika zaman sudah pecah atau zaman Kaliyuga, maka orang-orang cerdas, ulama atau tokoh spiritual lainnya akan berbondong-bondong memuja orang-orang kaya. Raja atau pemimpin akan selalu merasa kekurangan harta, dan kekayaan datangnya dari orang kaya. Setiap tindakan dievaluasi hanya dari segi uang atau gaji.
Oleh karena itu, untuk mengatasi krisis multidimensi negeri ini, khususnya pemberantasan korupsi, hal pertama yang harus diperhatikan adalah keteladanan para pemimpin. ”Kita bisa mencontoh dari sosok Wakil Presiden pertama Indonesia, yaitu Muhammad Hatta,” ucapnya.
Mohammad Hatta adalah seorang pahlawan yang berjuang sejak muda hingga akhir hayatnya. Ia menjadi tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia bersama mendampingi Bung Karno. Mohammad Hatta dan lain-lain memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Hatta berdiri di samping Bung Karno saat prosesi pembacaan Proklamasi, setelah itu ia segera menjadi wakil presiden setelah kemerdekaan.
Selain sejarah perjuangannya, Mohammad Hatta juga menjadi contoh dalam membangun Indonesia yang antikorupsi. Hatta diakui sebagai sosok yang berintegritas tinggi. Meski menjadi Pejabat Negara, menteri, orang penting di Indonesia dan juga perdana menteri, ia merupakan tokoh yang hidup sederhana dan penuh kejujuran. Ia meyakini kedua nilai tersebut dapat menjadi pilar penting untuk menanamkan sikap antikorupsi.
Dia membuktikannya bukan dengan kata-kata tapi dengan tindakan. Sekretaris pribadi Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja mengatakan, dia ditegur karena ketahuan menggunakan tiga lembar kertas kantor sekretariat wakil presiden untuk kepentingan pribadi.
Dia tegas tidak hanya terhadap rekan-rekannya tetapi juga terhadap anak-anaknya. Gemala Rabiah Hatta pernah mendapat tendangan dari ayahnya saat Gemala kedapatan menggunakan amplop berlogo Konsulat Jendral RI untuk kepentingan non negara.
Nilai-nilai antikorupsi yang diajarkannya menjadi kompas yang membimbing kita sebagai insan yang antikorupsi. Saat itu, korupsi merajalela di seluruh negeri. Mulai dari menteri hingga desa semuanya terlibat korupsi.
Jika seorang pemimpin mempunyai semangat untuk mengontrol orang lain, suatu negara akan mengalami kehancuran. Pemimpin merasa apa yang dimandatkan kepadanya harus dikuasai. Sebagaimana diungkapkan Arnold Brecht dalam Political Theory: Foundations of 20th Century Political Thought (1970), gaya kepemimpinan otoriter didasarkan pada pandangan bahwa kepemimpinan adalah prinsip nilai tertinggi; Mengikuti pemimpin adalah tindakan baik, melawan pemimpin adalah tindakan buruk.
Aspek lain dari kebutuhan moral akan pemimpin juga ditegaskan oleh Alexander Solzhenitsyn dalam salah satu pidatonya di Liechtenstein pada tahun 1993, ketika ia mengungkapkan pengalaman pahitnya di bawah diktator Rusia. Pemimpin tanpa etika adalah sebuah bencana. Orang Jawa bilang sabda pandito ratu, yang berarti perkataan seorang raja mestinya juga perkataan seorang pandita (penjaga moral).
Terakhir, nasihat Raden Ngabehi Ranggawarsita patut dipertimbangkan. Dikatakannya, di Nitisastro, jika zaman sudah pecah atau zaman Kaliyuga, maka orang-orang cerdas, ulama atau tokoh spiritual lainnya akan berbondong-bondong memuja orang-orang kaya. Raja atau pemimpin akan selalu merasa kekurangan harta, dan kekayaan datangnya dari orang kaya. Setiap tindakan dievaluasi hanya dari segi uang atau gaji.
Oleh karena itu, untuk mengatasi krisis multidimensi negeri ini, khususnya pemberantasan korupsi, hal pertama yang harus diperhatikan adalah keteladanan para pemimpin. ”Kita bisa mencontoh dari sosok Wakil Presiden pertama Indonesia, yaitu Muhammad Hatta,” ucapnya.
Mohammad Hatta adalah seorang pahlawan yang berjuang sejak muda hingga akhir hayatnya. Ia menjadi tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia bersama mendampingi Bung Karno. Mohammad Hatta dan lain-lain memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Hatta berdiri di samping Bung Karno saat prosesi pembacaan Proklamasi, setelah itu ia segera menjadi wakil presiden setelah kemerdekaan.
Selain sejarah perjuangannya, Mohammad Hatta juga menjadi contoh dalam membangun Indonesia yang antikorupsi. Hatta diakui sebagai sosok yang berintegritas tinggi. Meski menjadi Pejabat Negara, menteri, orang penting di Indonesia dan juga perdana menteri, ia merupakan tokoh yang hidup sederhana dan penuh kejujuran. Ia meyakini kedua nilai tersebut dapat menjadi pilar penting untuk menanamkan sikap antikorupsi.
Dia membuktikannya bukan dengan kata-kata tapi dengan tindakan. Sekretaris pribadi Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja mengatakan, dia ditegur karena ketahuan menggunakan tiga lembar kertas kantor sekretariat wakil presiden untuk kepentingan pribadi.
Dia tegas tidak hanya terhadap rekan-rekannya tetapi juga terhadap anak-anaknya. Gemala Rabiah Hatta pernah mendapat tendangan dari ayahnya saat Gemala kedapatan menggunakan amplop berlogo Konsulat Jendral RI untuk kepentingan non negara.
Nilai-nilai antikorupsi yang diajarkannya menjadi kompas yang membimbing kita sebagai insan yang antikorupsi. Saat itu, korupsi merajalela di seluruh negeri. Mulai dari menteri hingga desa semuanya terlibat korupsi.